35 // Senyuman Tipis

17.5K 708 24
                                    

Di antara banyak orang di meja ini, pasang mata Arlen menatap ke arah perempuan di depannya malas. Sesekali dia menguap dan mengerjapkan matanya menahan kantuk. Perempuan yang kini sedang menjadi pusat perhatian itu pun tak kunjung menyelesaikan omongannya.

Saat masih menjelaskan apa yang harus mereka lakukan selama kurang lebih satu bulan ke depan, mata perempuan itu menangkap Arlen bertompang dagu sembari menguap. Melihat salah satu pendengarnya mengantuk, perempuan itu melemparkan spidol di genggamannya ke kepala Arlen.

Arlen terlonjak kaget. Dia mengelus kepalanya dan mencebikan bibirnya, "kok gue dilempar spidol, sih?!"

"Gue lagi ngomong! Dengerin!" ucap Karin—perempuan yang berbicara tadi—dengan tatapan nyalang.

Arlen mendengus. Sebenarnya, dia ingin berpartisipasi menjadi panitia ini karena ingin ekhem, modus, dengan Audi. Tapi mereka malah tidak satu seksi. Hancur sudah rencananya.

Awalnya Arlen tetap ngotot ingin masuk seksi dekorasi, sama seperti Audi, meski dia tidak ahli dalam bidang itu. Sialnya Karin—salah satu kepala bidang dalam OSIS—yang lebih cocok nyanyi pake topeng dan naik kuda itu mematahkan rencana awal Arlen dan memaksa dia masuk ke dalam seksi humas.

Alasannya tampang Arlen mendukung untuk keliling memberi informasi ke rakyat jelata yang kehausan cogan. Dan bisa juga digunakan seksi publikasi untuk promosinya. Ya Arlen sih sedikit tersanjung karena secara tidak langsung Karin mengakui dirinya ganteng. Tapi kan rencana modus Arlen jadi gagal :(

Karin masih menatap nyalang ke arah Arlen. Tak jauh darinya terdapat Nadhita—Iya Nadhita satu seksi dengan Arlen—yang menatap dirinya tajam. Tatapan yang bermakna, dengerin-yang-bener!

Ntah Arlen kerasukan setan mana, dia menuruti perintah dari tatapan Nadhita. Arlen menyenderkan badannya di sandaran kursi. Tangannya bersidekap. Lalu dia kembali mendengarkan Karin melanjutkan bicaranya. Kali ini benar-benar mendengarkan.

"Kata Pak Bambang, kita nanti saling kerja sama dengan seksi publikasi. Katanya sih yang di publikasi banyak yang ngundurin diri. Kesel deh gue kalo emang nggak niat nggak usah ngajuin diri kek! Kalo gini kan jad—"

"Elah, kebanyakan mukadimah lo!" potong Arlen bete, "intinya apa?"

Karin mendengus.

"Adit, Dewa, dan Sonia, kalian yang mengurus mengundang guest star."

Mereka bertiga mengangguk serempak.

"Romi dan Aya bantuin publikasi nyebar brosur acara. Nanti yang design brosurnya anak publikasi."

Penjelasan Karin masih berlanjut sampai beberapa tugas untuk yang lainnya sampai tugas yang terakhir.

"Nadhita, Arlen, dan Gue, nanti yang promosi di sekolah sekolah lain. Cukup segitu jelas?"

Para anggota lain mengangguk paham dengan penuturan Karin. Sebelum menutup rapat, Karin kembali berbicara, "oiya, buat Arlen, lo bakal mempromosikan acara ini juga dalam bentuk video untuk di upload di sosmed seluruh siswa Wesley School. Nanti bersama seksi publikasi. Sekian. Dengan begini, rapat gue tutup." Karin mengetuk meja dengan gulungan kertas proposal bak hakim menutup peradilannya. Dia pun meninggalkan ruangan dengan gaya bossy-nya.

Arlen mencebikan bibirnya. Wajahnya terasa dijual. Disuruh promosi ke sekolah lain lah, promosi lewat video lah. Resiko orang ganteng.

***

"Oke, Len, hasilnya udah bagus."

Arlen baru saja selesai take untuk video promosi di sosmed. Persetan dengan Karin. Dirinya sudah diwanti-wanti oleh Karin agar tidak membuat kekacauan dan mempersulit persiapan acara ini. Tidak peduli Arlen adalah orang yang berpengaruh di sekolahnya ini. Kesuksesan Pensi Wesley School ini sangat berharga bagi Karin yang notabennya adalah pengurus OSIS.

Heart's on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang