44 // "Gue nggak mau."

16.2K 663 18
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul 13.30. Audi setelah menemani Calista berkeliling dan sesekali membantu seksi lain, memilih untuk makan siang dahulu. Perutnya sudah keroncongan. Padahal tadi pagi dia sempat memakan sepiring nasi goreng di rumahnya bersama Deva.  Jika kalian bertanya mengapa Audi bisa sarapan bersama Deva di rumah, jawabannya karena dia menjemput Audi terlalu pagi.

Sebenarnya bukan kebetulan. Deva sengaja. Karena saat ditanya mengapa menjemput pagi sekali dia menjawab, "sekalian numpang sarapan lah, Di. Punya tante jago masak sangat disayangkan kalo nggak di makan masakannya. Iya nggak, tante?"

Mama pun mengiyakan. Dia senang bila masakannya dimakan dengan gembira oleh orang lain. Ya sudah lah, sudah biasa. Audi begini dengan Deva sudah hampir dua tahun.

"Oi, Cebol."

Audi langsung menengok ke sumber suara. Tanpa mengira, dia sudah hafal di luar kepala suara siapa yang memanggilnya itu.

"Cielah nengok. Sekarang ngaku nih lo cebol?" Deva dengan gaya coolnya cengengesan.

Dengan cepat botol air mineral yang ada di genggaman Audi melayang ke Deva.

"Ih, KDRT! Nggak like!"

Audi bergidik ngeri, "geli lo. Mangkanya nggak usah ngejek! Dan gue nggak mau tuh berumah tangga sama lo. Jadi nggak ada istilah KDRT-KDRTan!"

"Lo sendiri loh yang nengok, yang tandanya lo mengakui. Trus sekarang salah gue? Salah bokap nyokap gue?"

Mendadak Deva terlihat agak sewot bercandaannya. Lalu Dia menyenggol bahu Audi dan mendahuluinya. Audi berjengit kesal. Bukannya apa, kalau sudah membawa tinggi badan, Audi jadi baperan. Memangnya salah seorang wanita memiliki tinggi sebatas leher seorang lelaki bertubuh atletis dengan tinggi sekitar 177cm seperti Deva? Nggak lah. Devanya aja yang ketinggian.

Audi mengejar Deva dan mengeblok jalan Deva dengan dia berjalan mundur di depan Deva. Sejak tadi mereka sedang berjalan di koridor menuju ruang OSIS yang berada sedikit di belakang sekolah, ya itu sih tujuan Audi, dia ingin makan di sana karena ada jatah makan untuk panitia, nggak tau deh kalau Deva mau ngapain. Koridor ini sepi karena semua orang pada berada di lapangan tempat acaranya berlangsung. Jadi jangan tanya mengapa Audi bisa bertingkah sesuka hati.

"Plis ya, lo aja yang ketinggian! Gue nggak pendek! Gue cewek. Normal tinggi badan segini."

"Berisik, Cebol. Nggak usah memutarbalikkan fakta deh. Coba lo jalan sebelah Nadhita, masih tinggian dia juga."

Audi semakin melotot. "Ya, dia anak cheers!"

"Emang kenapa kalo anak cheers?"

"Sering lompat-lompat, mangkanya tinggi."

"Konyol banget."

"Dan Nadhita juga emang nggak normal! Jadi cewek masa tinggi banget."

"Ya elu yang kependekan. Nggak usah memutarbalikkan fakta."

Audi berdecak. Dia tidak bisa diejek pendek seperti ini. Perlu Audi ulangi. Dia sensitif soal tinggi badan! Tidak jarang Audi diejek pendek oleh Deva, tapi dia selalu kesal bukan main kalau sudah membahas hal tersebut.

"Nggak! Pokoknya gue ngg—aaaa!"

Tiba-tiba Audi terhuyung ke belakang karena terpeleset dari pijakan tangga kecil di ujung koridor. Dengan sigap tangan Deva menarik tangan dan pinggang Audi.

Waktu seakan-akan berhenti. Mimik shock tercetak di wajah keduanya. Audi masih setengah mengangak, sedangkan Deva terus menatap mata Audi. Tanpa disadari tatapan tersebut semakin dalam. Membuat Audi terpaku.

Heart's on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang