"Nah kan mati lo! gue udah suruh minggir juga tadi nggak mau sih." Celoteh Arlen kepada layar di depannya. Jari-jari tangannya dengan lihai menari di atas keyboard untuk menghasilkan tembakan.
"KAK ARLENN! ANTERIN GUE LES!" Teriakan dan gedoran pintu sangat menyengat indra pendengaran Arlen. Sudah dari lima belas menit yang lalu hal itu nggak berhenti membuat Arlen yang sedang bermain counter strike kesal.
Setelah pulang sekolah tadi, Arlen terus memikirkan sikap Audi yang aneh. Sehingga dia memutuskan untuk bermain game di komputernya untuk melampiaskan kebingungannya. Keyboard komputer wireless-nya dilempar dengan sembarang lalu segera membuka pintu kamarnya dengan ogah-ogahan.
"Apa sih lo, ganggu gue tidur aja." Ucap Arlen menyerak-nyerakan suaranya. Tangannya direnggangkan ke atas agar lebih terlihat orang khas bangun tidur.
Mata Reina—adik Arlen menyipit memperhatikan kakaknya dari atas sampai bawah. "Tidur apaan? Orang gue tadi denger lo teriak-teriak." Ucap Reina rancu.
Arlen diam sejenak. "Tadi ngigo." Jawabnya asal.
Kerutan di dahi Reina muncul. Sejak kapan Arlen suka ngigo? Reina menyingkirkan pikiran tersebut dan lalu menarik baju Arlen dengan tangkas.
"Cepet ke bawah, gue mau les!"
Arlen menghempaskan tarikan Reina. "Lo yang mau les kok gue yang ribet."
"ANTERIN GUE LES, GUE UDAH TELAT!" Jerit Reina memengangkan telinga.
"Minta anterin Pak Budi sana." Pak Budi adalah supir Reina. Biasanya Reina selalu diantar jemput Pak Budi, namun ntah mengapa hari ini dia meminta Arlen yang mengantarnya.
"Elah, kalo dari tadi ada Pak Budi gue udah minta anterin dia, stupid."
"Yang penting ganteng."
Reina memutar bola matanya malas. Dengan sangat terpaksa Arlen mengambil kunci mobilnya dan bergegas turun ke garasi. Baru sampai di tengah tangga mata Arlen melihat sosok seorang pria hampir paruh baya sedang minum di dapur. Pak Budi.
"REINAA! ITU ADA PAK BUDI!" Teriaknya kesal. Reina segera turun dari kamarnya dan menyejajarkan tubuhnya di sebelah tubuh Arlen. Reina nyengir.
"Pak Budi kok gak bilang sih kalo ada di rumah. Aku tadi liat nggak ada." Ucap Reina kepada Pak Budi sambil melangkah turun ke garasi. Arlen mencibir kesal.
"Mangkanya dicari bukan diliat, stupid." Arlen berjalan kembali ke kamar meninggalkan Reina yang mencibir dirinya.
Arlen kembali ke kamarnya dengan mengacak-acak rambutnya, frustasi.
Baru saja dia duduk di kasurnya terdengar suara gedoran pintu, lagi. Tangan Arlen meraih guling di dekatnya lalu di lemparkannya ke pintu yang terbuka secara bersamaan.
"WIZZZ WIZZZ, SANTAI MAS BRO!" Teriak Ghazi.
"Untung tadi lo Zhi yang buka pintu, jadi gulingnya kena lo." Kekeh Leon yang dibalas cibiran Ghazi.
Leon dengan santainya melenggang masuk dan menyambar xbox milik sang tuan rumah. Sedangkan Ghazi mengambil makanan di lemari makanan yang terdapat di pojok kamar Arlen. Dan setelah itu mereka bermain xbox berdua sembari meminum coca-cola.
Selalu seperti itu setiap ke rumah Arlen. Dan itu adalah kewajiban bagi mereka.
"Ini rumah masih atas nama bokap gua ya." Sindir Arlen kepada kedua temannya.
Leon yang peka telah disindir oleh Arlen menjawab, "ye kan kita brader jadi gakpapa lah gua maenin semua barang di rumah lo."
Arlen hanya mendengus dan menenggelamkan kepalanya di bantal. Beberapa detik kemudian, seperti teringat sesuatu, Ghazi berbisik kepada Leon. Dengan kuat Leon menepok jidatnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's on Fire
Teen FictionAudira Ivanna Mahardika. Gadis cantik yang berpura-pura menjadi nerd untuk mencari teman yang tidak mengincar hartanya. Ia dulu pernah bersekolah di London, namun semua temannya hanya mengincar hartanya saja. Termasuk mantan pacar nya saat itu yang...