21 // Makna Tersirat

24.6K 1.3K 16
                                    

Sesungguhnya silent reader adalah penjahat. #uhuk #baper 😂😂

***

Audi melangkahkan kakinya keluar kelas. Bel pulang sekolah sudah berbunyi 15 menit yang lalu. Saat ini suasana sekolah sudah mulai sepi, meninggalkan siswa siswi lain yang sedang ekskul. Sesekali Audi menaikan kacamatanya yang turun. Sesekali ia melihat sekeliling untuk melepas kecanggungan saat ada orang lain di sekitarnya.

Sahabatnya—Deva, sudah menunggu di parkiran. Hari ini mereka janjian akan pergi ke cafe yang lumayan jauh dari sekolah. Masih dengan alasan yang sama, untuk menghindari kumpulan anak-anak satu sekolahnya yang mungkin saja bergosip. Ia juga sengaja keluar kelas lebih lama untuk menghindari orang-orang. Semakin lama ia semakin malas digosipkan. Kupingnya sudah terlalu lelah mendengar banyak cacian. Bila dipikir-pikir, Audi seperti ansos? Biar lah, toh untuk apa berteman banyak kalau banyak kepalsuan. Lebih baik ia sendiri, atau ya dengan Deva.

Tangan Audi membuka kenop mobil Deva. Tak susah mencari mobil Deva di parkiran karena parkiran mobil sudah hampir kosong. Hanya tersisa lima mobil termasuk mobil Deva.

"Lama banget tuan putri," Sindir Deva.

Mata Audi memutar malas. Setelah duduk dengan nyaman dan mengenakan seat-belt ia melepaskan kacamatanya diikuti usapan lelah ke seluruh wajahnya.

"Capek. Banget," Ucap Audi penuh penekanan. Tangannya pun direnggangkan. Rasanya tangannya sudah mati rasa karena menulis tugas hukuman tadi sepuluh kali lipat. Sial.

Deva terkekeh melirik sahabatnya yang terlihat sangat lelah itu.

"Aduh tangan sampe keriting gitu kebanyakan nulis hahaha."

"Kampret."

Deva mengacak rambut Audi asal, "Poor you," diikuti tawanya lagi.

Audi kembali mengenakan kacamatanya itu dan mengalihkan pandangan ke jalanan yang dilewatinya. Padat. Tapi tidak macet.

Deva telah melepas seragamnya sejak sebelum Audi datang dan menggantinya dengan kaos hitam polos. Mungkin kalau Audi bukan sahabat Deva ia sudah memandang Deva takjub. Kalian pasti tahu laki-laki kalau sudah memakai kaos hitam kegantengannya menambah berkali-kali lipat. Tapi memikirkan hal itu Audi jadi geli sendiri. Apa lagi kalau bukan karna Deva sahabatnya. Rasanya aneh memuji sahabatnya itu.

Selang beberapa lama, mereka pun sampai di cafe yang sudah mereka janjikan. Audi memilih tempat duduk di pojok cafe yang mengarah ke kaca luar, sedangkan Deva lagi memesan minuman dan cemilan di kasir. Audi, membuka handphone-nya mengecek line today untuk mengetahui berita-berita yang ada. Sesekali matanya mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, sampai ia melihat seseorang yang sedang duduk di smooking area bersama seorang ... gadis yang berpakaian bebas.

Arlen.

Mata Audi kini melihat ada sepuntung rokok di tangan kanan Arlen. Arlen merokok. Masih berkutat dengan pandangannya, tak lama Deva datang membawakan minuman dan cheesecake yang Audi pesan padanya. Dengan sekejap Audi langsung menatap Deva dan menyimpan handphone-nya.

"Nih makan, biar ndut."

Audi melemparkan tatapan tajam yang membuat Deva terkekeh.

"Gue nggak gendut."

"Yang bilang lo gendut siapa? Lemot."

Audi diam. Iya juga.

"Tadi gue salah liat nggak sih lo bedua sama Arlen di perpus?"

Sontak Audi melotot dan memukul lengan Deva.

"Woy, elah gue nanya malah digebuk," ringis Deva mengusap lengan yang dipukul Audi.

Audi terkekeh, "Sorry, reflek, lo sih ngagetin."

"Ngagetin apa? Orang gua nanya. Gila."

Audi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tak tau mengapa ia menjadi tidak bisa berpikir jernih. Atau emang dasarnya ia yang lemot?

"Iya lo nggak salah liat."

"Kok bisa?"

"Ntah, dia tiba-tiba dateng," jawab Audi sembari menyuap cheesecake-nya, namun tak lama ia tersadar, "Heh! lo kenapa nggak nyamperin gue? Bantuin kek gitu biar dia pergi, abis itu kan bisa bantuin nulis tugas gue!" Audi lagi-lagi memukul lengan Deva.

Deva kembali meringis, "Ogah banget ngerjain tugas lo."

"Masa nggak kasian sih sama sahabatnya yang oenyoe ini?" Audi memasang wajah puppy eyes.

"G. Tq."

"Kampret."

"Pake bawa-bawa minum segala ya dia?"

Audi terkekeh lagi, "Sumpah ya, awalnya gue kira dia itu lo pas duduk di depan gue. Untung aja gue nggak asal maen minum aja tuh, padahal mah aus dedek."

"Ututu, ini ini diinum bial nda aus," Deva menyodorkan Vanilla Latte milik Audi.

"Jijik."

Kini Deva yang terkekeh.

Hening sesaat.

Audi masih menyuap cheesecake-nya sembari melirik Arlen yang masih di sana, tetapi tak lama Arlen bangkit dan merangkul gadis yang bersamanya.

Buaya. Batin Audi.

"Lo deket sama Arlen?" pertanyaan Deva menarik Audi kembali ke dunianya.

Audi memutar bola matanya malas, "Gila lo?"

Jawaban sederhana Audi itu pun membuat Deva merasa ... lega.

***

a/n

makin gaje ya? wkwk

Heart's on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang