Tidak pernah terlintas di benak Audi akan terjadi hari seperti hari ini sepanjang kehidupan SMA-nya. Hari ini, resmi hari pertama Audi bersekolah dengan penampilan yang jauh dari kata cupu setelah dua tahun belakangan ini. Karena kacamatanya patah, hari ini Audi tidak memakai kacamata. Kemarin dia memang sempat ke optik bersama Deva dan Arlen—yang memaksa ikut, tetapi tentu saja dia harus menunggu beberapa hari untuk kacamatanya jadi sesuai dengan minus mata Audi.
Tidak hanya tanpa kacamata, Audi juga menggerai rambutnya dan berpakaian selayaknya gadis SMA biasa. Menurutnya seperti itu, tetapi lain dengan orang yang melihatnya. Setiap mata yang menatapnya seolah tidak percaya kalau yang ada di hadapan mereka saat ini adalah Audi-si-Anak-Cupu itu. Audi secantik alami itu.
Setelah kejadian kemarin, Wesley School benar-benar gempar. Berita salah satu siswa di sekolah ini yang mampu menjadi cover majalah dengan judul yang menjelaskan kalau dia merupakan anak konglomerat, cukup menakjubkan. Seharusnya berita tersebut bisa tidak seberlebihan ini. Tetapi mengetahui kalau anak konglomerat tersebut adalah anak cupu yang ternyata punya tampang rupawan, membuat berita tersebut menjadi kelewat dramatis. Terlebih lagi bagi warga penindas.
Arlen merubah hidupnya sejauh ini, tanpa disangka.
Terdengar sapaan ketika Audi menyusuri koridor. "Hai, Audiii,"
Audi ingat betul mereka adalah segerombolan perempuan yang mengejeknya mengapa Deva mau berteman dengannya di koridor beberapa waktu lalu, dan berakhir dengan bentakan Deva waktu itu. Audi menanggapinya dengan senyuman tipis.
Setelah Audi melewatinya, "Sombong banget, sih, mentang-mentang ternyata cakep dan kaya. Cuma senyum doang."
Mereka berbisik, namun Audi masih bisa mendengarnya. Sabar. Meski dalam hati Audi sudah ingin nyabein itu mulut julit. Nggak direspon salah, direspon salah. Serba salah memang. Terus gue harus gimana, sisteurrr??
Sapaan masih terus terdengar sampai Audi masuk kelas. Seperti yang kalian lihat, mendadak Audi menjadi banyak teman.
"NOMERA UNO! Gue masih amazed ternyata kita punya temen secakep ini!" Aldo menepuk-nepuk tangannya ketika melihat batang hidung Audi di kelas. "Pantesan si Deva ngintilin dan ngekekep ni anak mulu. Ternyata nggak mau bagi-bagi rezeki!"
"Parah emang lo, Dev! Selama dua tahun diumpetin buat sendiri!" Teman lainnya menyahut. Ternyata Deva sudah datang duluan. Dia sudah duduk di bangkunya.
"Gimana nggak mau makin gue umpetin kalo lo pada makin keliatan penyamunnya begini!" Mata Deva memelototi teman laki-laki sekelasnya yang menggoda Audi.
"Elah, Dev! Awas itu mata jatoh. Becandaan kali gue!"
"Tau, posesif banget, sih. Memang situ pacarnya?"
Aldo berhasil membuat Deva bungkam. Audi ikut tertawa dengan teman sekelasnya yang lain. Langsung saja Deva menghampiri Aldo dan menjitak kepalanya habis-habisan. Kurang ajar.
Sekelas semakin tertawa. Apa lagi ketika mendengar Aldo yang terus meringis dan Deva terlihat tidak ingin mengakhiri siksaannya.
Well, Audi tidak pernah tahu kalau sebenarnya jitakan Deva itu bukan sekedar guyonan.
"Tenang Audi, karena kita warga kelas yang ber-kekeluargaan. Maka gue selaku presiden di kelas ini, berikrar akan melindungi setiap rakyatnya dari segala marabahaya. Jadi nggak bakal ada lagi tuh kejadian lo dan Laura-Laura lainnya kayak kemarin. Ini berlaku bagi semua anak 11 IPA 2 juga, nggak hanya Audi." Rafi mengatakan dengan suara lantang dan tegas, sehingga seisi kelas mendengarkannya.
"Kalau ternyata kejadian lagi, gue selaku menteri akan turun tangan dengan atasan dan bawahan lainnya!" Aldo menyahut ditengah jitakan Deva dengan mengangkat tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's on Fire
Teen FictionAudira Ivanna Mahardika. Gadis cantik yang berpura-pura menjadi nerd untuk mencari teman yang tidak mengincar hartanya. Ia dulu pernah bersekolah di London, namun semua temannya hanya mengincar hartanya saja. Termasuk mantan pacar nya saat itu yang...