55 // Fakta

14.9K 690 48
                                    

Audi tidak bercerita kepada Deva apa isi surat yang dia dapat selain hanya sekedar menyebutnya 'surat kebencian' dan ada satu surat yang mengatakan kalau orang tersebut memiliki hubungan dengan Arlen yang sampai sekarang belum putus. Hanya seperti itu. Audi tidak menceritakan secara spesifik isi semua surat tersebut. Bahkan ketika dia selesai merapihkan dirinya, dan terpaksa berpenampilan tidak secupu itu—malah bisa dibilang normal, Audi tetap tidak menceritakan apa-apa lagi. Deva pun seakan mengerti keadaan Audi, atau kemungkinan lain Deva sibuk dengan pikirannya tentang dirinya dan ... Arlen, dia memilih diam tidak bertanya lebih lanjut. Terutama tentang akan adanya pertemuan dirinya dengan cewek yang berkata masih memiliki hubungan dengan Arlen sampai sekarang yang bernama Rara itu, Audi tidak memberi tahu Deva. Biar lah ini hanya menjadi urusan antar wanita saja. Deva tidak perlu ikut campur.

Tadi juga ketika Audi sedang merapihkan diri, Nadhita datang menghampiri Audi dengan kelabakan. Jelas Nadhita merasa terkejut dengan keadaan Audi. Dia sempat menyaksikan adegan jambak-jambakan dari sudut kantin di mana dia sedang berbincang dengan senior di cheersnya sembari terperangah. Saat itu belum sempat Nadhita ikut membantu Audi, Deva telah menariknya keluar dari kantin.

Setelah mendengarkan beberapa kalimat penting dari sang senior, Nadhita langsung segera mencari kedua sahabatnya di semua penjuru toilet Wesley School, dan berakhir di toilet dekat taman belakang yang sepi di mana Deva sedang bersidekap di depan toilet menunggu Audi selesai merapihkan diri. Saat itu Nadhita hanya bertanya mengapa bisa seperti ini dan Audi jawab dengan seadanya. Yah, seperti pembullyan pada umumnya. Tidak sampai menceritakan dia mendapatkan surat. Untungnya Nadhita tidak kepikiran kalau Audi mendapat pesan kebencian ataupun diajak bertemu dengan orang bernama Rara-Rara itu.

Bel pulang sekolah berdering ketika guru di kelas XI IPA 2 akan menulis penjelasan dari materi yang baru saja diterangkan. Apa yang didengar semua murid membuat mereka menahan pekikan dan menghela nafas lega. Pelajaran Sejarah di jam terakhir sungguh neraka.

"Ayok, pulang."

Apa yang didengar Audi, membuat dirinya menengok ke orang di sebelahnya. "Eh?"

"Pulang sama gue. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa lagi. Lihat tuh orang-orang natap lo kayak mana."

Mata Audi spontan melihat sekitar. Teman sekelasnya pada menatapnya dengan tatapan yang Audi bingung untuk menjelaskannya. Antara kaget, heran, dan mencemooh. Kalau Deva mengajak pulang bersama, bagaimana Audi bisa ke taman belakang?

"Hng ... tapi ... gue mau ke perpustakaan dulu, iya, ke perpustakaan! Mau balikin buku! Batasnya sampai hari ini." Audi menunjuk salah satu buku yang ada di tasnya. Buku itu memang buku yang dia pinjam dari kunjungannya ke perpustakaan akhir-akhir ini.

Deva menatap Audi curiga karena perkataan Audi terdengar mengada-ada. "Gue memang bukan bercita-cita jadi psikolog, tapi cara ngomong lo keliatan banget lagi menutupi sesuatu."

Audi sedikit membelalakan matanya. Dengan cepat tangan Deva meraih buku yang tadi Audi tunjuk dan melihat kapan tenggat waktu buku itu harus dikembalikan. Tulisan yang tertera pada kartu histori perpustakaan, mampu membuat Audi bernafas lega yang ternyata tanpa sadar sedari tadi dia menahan nafas. Fortunately, hari ini adalah tanggal pengembaliannya.

"Bener kan? Jadi ...," Audi menutup buku itu dan menariknya ke genggamannya. "Gue mau balikin buku ini dulu. Lo pulang duluan aja. Gue bisa naik ojek online."

"Nggak. Lo tetep pulang bareng gue. Balikin buku nggak akan lama." Deva bersikukuh.

"Lama. Gue mau nyari buku lain juga. Jadi mendingan lo pulang duluan. Nanti pasti gue kabarin kalo udah di rumah."

Deva menyipitkan mata. "Lo terdengar lagi menghindari gue."

"Ng-nggak!" Audi terkesiap. "Oke, fine! Kita tetep pulang bareng, tapi lo nunggu di parkiran."

Heart's on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang