61 // Yakin - Selesai

23.7K 659 37
                                    

Hari ini Wesley School pulang cepat. Bisa dikatakan hal ini adalah sebuah keajaiban dunia ke delapan. Mengingat Wesley School adalah sekolah swasta yang sangat memanfaatkan KBM dengan baik, bagi mereka menyebutnya sebagai 'keajaiban dunia ke delapan' sah-sah saja. Namun tidak sedikit juga yang menanggapi cap tersebut terlalu berlebihan.

Kalau mungkin beberapa dari mereka memanfaatkan pulang cepat ini untuk nge-mall atau ke kafe kekinian untuk sekedar foto di latar ala-ala instagramable, Arlen memilih langsung buru-buru mengirim pesan ke Audi kalau dia ingin makan soto ayam di mana dulu mereka—hng... nge-date pertama kali, sebelum dia kedahuluan teman-teman Audi yang akan mengajaknya main.

Nge-date ya? Muehehehe. Mengingatnya membuat Arlen cengengesan sendiri.

Kalau dipikir-pikir hubungan Audi dan dirinya ini apa ya? Ya, masih teman, sih.

Perlu digarisbawahi kata 'masih'-nya.

Sudah dua bulan setelah kejadian Deva mengultimatum dirinya di taman belakang. Setelah hari itu juga dirinya semakin dekat dengan Audi. Tiga minggu terakhir ini juga Arlen sering mengantar Audi pulang. Dikatakan mereka ini teman? Bukan. Sahabat? Kayak lebih—sekiranya seperti itu yang Arlen rasakan dengan jiwa percaya diri setengah matinya. Pacar? Maunya Arlen sih gitu muehehe.

Sebenarnya hubungan mereka mulus-mulus saja. Saking mulusnya sampai Arlen lupa kalau mereka masih pada stase gini-gini aja. Nggak jelas. Belok ke kiri nggak, ke kanan nggak, lurus juga nggak.

Ketika Arlen sedang mengetik pesan untuk Audi, Leon dan Ghazi sudah sibuk ingin bermain x-box seharian di rumah Arlen yang tentu saja tidak diindahkan oleh Arlen. Hari ini dia mau bucin.

Selang beberapa menit setelah pesan terkirim, Audi menyetujui ajakan Arlen dan langsung membuat Arlen mendelik kepada Leon dan Ghazi yang masih merong-rong akan mendekam di rumah Arlen. "Sorry dori mori stroberi nih gaes, tapi gue mau jalan sama Audi! Jadi nggak ada acara lo-lo pada main di rumah gue."

Leon dan Ghazi mendesah keras. Tidak terima dengan keputusan sepihak dari Arlen. Sebelum kedua temannya bersuara, Arlen sudah ngibrit duluan keluar kelas. Untung saja tepat pada waktu yang bersamaan Audi juga keluar dari kelasnya. Dengan langkah mantap Arlen langsung mengajak Audi ke parkiran.

Dan di sini lah mereka sekarang, di balik tenda kaki lima soto ayam favorit Arlen. Baru saja mereka duduk setelah memesan soto ayam di bagian depan, mas-masnya datang menghampiri mereka. "Maaf, Mas, Mbak, minumnya apa ya?"

"Teh botol dingin dua—"

"Eh, satu aja, Mas," potong Arlen dan menimbulkan kernyitan di dahi Audi.

Masnya jadi bingung. "Hng—jadi satu apa dua, Mas?"

"Satu aja. Pakai es lagi ya, Mas," jawab Arlen lugas.

Setelah mas tukang soto mengiyakan dan berlalu, Arlen menoleh pada Audi yang memasang wajah tak terima. Pasalnya hari ini Jakarta sangat panas. Audi ingin meminum yang dingin-dingin kaleee.

Melihat pemandangan di depannya Arlen menghela nafas. Hadeuh, kenapa deh hari ini semua orang pada protes sama dia?

"Lo lagi radang tenggorokan. Nggak boleh minum dingin. Tunggu sini gue ke mini market di ujung jalan situ dulu. Gue beliin larutan penyegar." Arlen sudah hendak bangkit ketika Audi mengeluarkan protesnya.

"Tapi gue pengen teh botol dingin! Lo nggak ngerasa siang ini Jakarta serasa neraka bocor?" Audi bersikeras.

"Nggak. Gue kan setan. Biasa di neraka. Panas kayak gini mah nggak ada apa-apanya."

Heart's on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang