Chapter 5

9.3K 329 4
                                    

Pagi menjelang, bau basah embun mengiringi hangatnya sinar mentari yang mulai terjaga dari praduannya, kabut-kabut mulai menipis seperti membuka tirai untuk bumi ini melihat betapa agungNya sang pencipta, langit yang berdiri kokoh tanpa tiang, bumi yang dibebani dengan jutaan macam-macam benda, gedung pencakar langit, gunung dan lautan menimpanya tanpa jeda, tapi apa yang di berikan bumi pada kita adalah rasa cinta yang tak pernah berkurang sedikit pun kecuali Tuhannya yang menginginkannya untuk berhenti mencintai kita.

Udara yang kita hidup, pangan sandang yang kita nikmati, pepohonan hijau dan menjulang, air jernih adalah hal kecil yang bumi ini beri untuk kita maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan dan nikmat tuhan adalah untuk mereka yang beriman pada FirmanNya, pada Sabda Rasulnya, dan untuk mereka yang berfikir.

Revan terbangun jam enam pagi, Ia tengah sibuk mempersiapkan diri untuk lari pagi, kebiasaanya sejak dulu hingga sekarang yaitu lari pagi pada hari minggu, iya kenakan baju oblong yang memamerkan otot-otot kekarnya, celana training dan sepatu sportnya tak lupa handuk kecil kesayangannya yang selalu Ia pakai untuk berlari pagi. Ia bergegas turun kebawah untuk bersiap pergi tapi sebelum lari pagi ia kedapur terlebih dahulu untuk mengisi botol air minumnya.

"Ai kemana, apa dia belum bangun ya" ucap Revan sembari memperhatikan sekitarnya mencari sosok gadis yang menurutnya lucu disela menunggu botolnya terisi penuh.

"Aku chek saja, takut dia belum bangun"
Lanjut Revan sembari mengencangkan tutup botol mineralnya, lalu beranjak menuju kamar Nuraini.

"Ai... kamu sudah bangun?" Sapa Revan setelah mengetuk daun pintu Nuraini.

"Ai....!" Revan mengulang ketukan pintu panggilan dan pangglannya. "Clek" pintu terbuka dan Revan melihat penampilan Nuraini yang baru bangun tidur.

"Maaf... mas Revan saya kesiangan Maaf... maaf...!" Ucap Nuraini panik.

"Tidak apa-apa, memang biasanya kamu bangun jam berapa" tanya Revan masih dengan senyum.

"Jam setengah empat subuh mas"

"Loh koq bisa telat"

"Kasurnya sangat empuk Mas, jadi keenakan" ucap Nuraini malu-malu.

"Berarti nyenyak tidurnya..."

"Kennyenyakan Mas, makanya hampir saja subuhku kesiangan..." terang Nuraini, Revan kembali mengangguk.

"Mas Revan mau dimasakin apa?" Tanya Nuraini.

"Hari ini saya mau nasi goreng, tapi nanti saja setelah saya berolah raga..." pinta Revan. Nuraini mengangguk tanda menyanggupi permintaan Revan.

"Kalau begitu saya pergi dulu" kata Revan beranjak pergi, meninggalkan Nuraini dengan sebuah senyuman.

"Ada satu lagi sebenarnya yang membuatku kesiangan, aku tidak mendengar ayam berkokok seperti dikampung" keluh Nuraini, entah telinga Revan yang terlalu tajam atau bagaimana tapi Ia jelas mendengar kalimat Nuraini.

"Nuraini... Nuraini.... kamu itu ada-ada saja.. masa iya, kamu bangun kesiangan gara-gara tidak ada ayam berkokeok, aneh!" cap Revan dengan tawa pecah setelah di depan rumah.

"Selamat pagi tuan" sapa hangat Pak Didin menghampiri Revan setelah tawanya mereda.

"Selamat pagi Pak Didin" jawab Revan sembari melakukan gerakan pemanasan untuk berlari pagi.

"Saya perhatikan Mas Revan dari pos ketawa terus, apa ada yang lucu" tanya Pak Didin penasaran.

"Lucu? Ini lebih lebih lucu dari apa pun.."

"Apa! Saya koq penasaran..."

"Itu si Ai, oh iya dia sekarang bekerja disini... jadi baik-baik sama dia ya pak"

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang