Chapter 61

4.3K 183 76
                                    

Hallaooo... Gaes, apa kabar mohon maaf ini juga lagi kejar-kejaran sama acara resepsi Kakakku, sabar ya.. Tapi mohon minta di Review abis-abisan ya.. Ini perjuangan loh bikinnya.
........................................................................

Pukul lima sore, Revan sampai dirumah Nuraini, rumah yang sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya, Revan bergegas menuju daun pintu yang nampak terkunci.

"Asalamualaikum...? Ibu, Ai.. " ucap Revan sembari mengetuk pintu. Tak ada jawabah dari dalam rumah.

"Ai.. Mas mohon buka pintunya biarkan Mas bicara..." ucap Revan menggedor pintu Nuraini. Terlihat beberapa orang memperhatikan Revan.

"A... Punten, Nur Na teubaya di bumina" Ucap salah satu warga yang melihat Revan sedari tadi menggedor pintu. Revan yang mendengar ada orang yang menyapanya langsung menghampiri.

"maaf... Saya kurang mengerti bahasa sunda, bisa pakai bahasa Indonesia " ucap Revan ketika sudah berada dihadapan orang yang menegurnya.

"oh ya lupa, maksudnya, Nur tidak ada di rumahnya.. " Revan terhenyak sesaat mendengar kalimat itu.

"terus kalau Ibu, dan Ilham kemana Bu?" tanya Revan penuh harap perempuan itu tahu keberadaan ibu mertuanya.

"saya juga kurang tahu mereka pergi kemana, soalnya saya lihat mereka pergi pagi-pagi sekali... " Terang Ibu Itu.

"kira-kira kapan ya mereka kembali?"

"saya kurang tahu, kayaknya akan lama soalnya mereka pergi kayak mau pindahan gitu"

"apa kamu sudah merencanakan kepergianmu sejak lama Ai, kamu salahfalam. Aku kecewa sama kamu Ai, harusnya kamu lebih percaya padaku, dengarkan penjelasanku, Kenapa kamu begini. Apa semua sikap, perhatian dan apa yang aku lakukan selama ini belum membuktikan kalau aku sungguh-sungguh mencintaimu... Tapi kamu kenapa pergi Ai, kenapa" gumam Revan sembari diam termenung merenungi rumah tangganya yang baru seumur jagung berada di ujung tanduk perceraian. Lagi Revan kehilangan harapan.

"Mas... Mas tidak apa-apa" ucap Ibu itu pada Revan yang diam dengan tatapan kosong melangkah menuju mobilnya.

"mas.. Eh, ditanya cicing bae maneh teh, dasar..!" upmat si Ibu kesal karena Revan berlalu tanpa mengucap kata terimakasih bahkan salam.

Revan diam, memandangi tanganya yang berkeringat dingin, menahan kecewa, sedih dan marah secara bersamaan. Kecewa dengan semua yang terjadi, terlebih dirinya yang selama ini tidak pernah tahu bahwa Nuraini begitu tertekan hidup bersamanya, jika difikir-fikir ada beberapa luka memar di pipi Nuraini dulu, apakah itu perbuatan Siswa atau ibunya, dia tidak tahu, sedih mengingat bahwa ia baru saja menemukan kebahagiaannya lantas pergi hanya dengan luka, apakah mencintai sebegitu menyakitkan ini, apakah rasa hancur berkeping -keping yang Ia rasakan sama seperti yang Nuraini rasakan selama ini.

"kenapa aku bodoh sekali..." ucapnya sembari memukul-mukul setir dengan kuat dengan kedua tangannya. Air matanya meluruh dengan deras, Ia terisak sendiri menahan sesak yang membuat paru-parunya sulit untuk bernafas. Hampir setengah jam Ia terdiam, hanya ada kebuntuan, fikirannya benar-benar kacau.

"aku harus bagaimana Ya Allah... Aku harus apa?" ucap Revan dengan masih menenggelamkan kepalanya diatasi setir.

"tunggu, kalau Ai belum kembali kesini itu berarti Dia masih di Jakarta. Aku masih punya kesempatan tapi Diamana? Hanya ada dua tempat yang mungkin akan didatangi oleh Ai, kalau tidak apartemen Felisha pasti rumah Marwah. Aku bisa mulai mencari Ai dari tempat mereka" ucap Revan dengan harapan kembali terbit, Ia menghapus jejak-jejak air matanya dan langsung tancap gas menuju jakarta kembali. Namun baru saja beberapa meter Ia melajukan mobilnya Ia berpapasan dengan Mufti, sahabat karib Nuraini. Revan langsung menghentikan mobilnya lalu setengah berlari mengejar Mufti.

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang