Revan berdiri mematung tanpa bergerak seinchi pun, Ia mematikan seluruh lampu kamar hotel, sebuah belati telah siap ia pegang ditangan kirinya, matanya awas mengamati keadaan sekitar. Keringat dingin mengucur didahinya, Ia merasakan ada seseorang yang membuka kamar hotelnya, dia bersiap membuka pisau dalam sarungnya berjaga kalau akan ada pertarungan yang tak bisa Ia dihindari, namun itu hanya sepersekian detik saja karena pergerakan diknop pintunya terhenti.
Revan kembali mengintip dari lubang kecil tepat tengah pintu tepat dengan posisi matanya.
"Sudah kuduga ada orang yang mengikutiku, tapi untuk apa mereka mengikutiku" gumam Revan terus diam memperhatikan seseorang memasuki kamar yang Ia pesan.
Karena rasa penasaran bahwa ada orang yang mengikutinya menguat Ia memesan dua kamar dengan nama berbeda yang satu atas nama pribadinya dan yang satu atas Nama Raditya, dari Raditiyaksa yang memang nama lengkapnya.
Semenit kemudian dua orang tak dikenal kembali keluar dengan tergesa-gesa, sesaat setelah mengganti pakaian mereka dengan pakaian pengantar makanan.
"Untuk apa mereka mengikuti, apa ini ada hubungannya dengan laki-laki yang kuhajar itu, tapi dari mana Dia tahu kalau aku menginap disini, ini aneh" gumam Revan memasukan belatinya dibawah bantal, Ia membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lelah dengan perasaan masih waspada.
"Kenapa aku tidak melumpuhkan mereka tadi dan mencari tahu kenapa mereka mengikutiku" gimana Revan terlihat kesal pada dirinya sendiri.
Ia mencari keberadaan ponselnya, Ia mendial nama Rico disambungan cepat pribadinya.
"Co, kakak mau bantu kakak melakukan sesuatu" tanya Revan sesaat setelah sambungan ponselnya terhubung.
"apa..?"
"Kakak punya tugas untukmu"
"Kakak diamana, kakak baik-baik saja'kan" ucap Rico dari sebrang.
"Kakak baik-baik saja, sekarang ada di hotel tak jauh dari wisata pantai dekat rumah Ai"
"Kakak mau minta tolong apa, rencana romantis untuk melamar Ka Nur, Siap..."
"Bukan itu, kalau tidak mengingat sekarang kita jauh, sudah Kakak sumpal mulutmu itu"
"Ya kak, bercanda... Lama kan gak bercanda"
"Ok, to the point saja, kakak ingin kamu selidiki siapa itu mahendra, laki-laki yang kita hajar di kamar hotel kemarin lusa, siapa keluarganya, teman dekatnya, rekan bisnisnya dan siapa pun orang yang berbeda dibelakangnya" ucap Revan tegas dengan penuh penekanan.
"Siap! Tapi kenapa" tanya Rico penasaran. Revan sudah menduga Kalau adiknya bukan tipe orang yang mau melakukan sesuatu tanpa dasar dan alasan yang jelas.
"Kakak ada yang mengikuti dua orang bersenjata, kakak menduga Kalau ini ada kaitannya dengan Mahendra itu, kakak tunggu info secepatnya"
Dengan meninggalkan kata salam percakapan mereka berhenti, Revan termenung, fikirannya mengembara liar tanpa Ia sadari, langit-langit kamar seolah nenjadi kanvas yang melukiskan semua memori hidupnya, jaman jahiliyahnya dulu sampai pada akhirnya bertemu dengan Nuraini, gadis polos yang mampu membungkus hatinya dengan cinta Tauhid, dan tak bisa Ia pungkiri, dari sebagian besar isi fikirannya adalah wajah Nuraini, wajah yang sama sekali tidak bisa Ia enyahkan dari fikirannya. Pertemuan pertamanya yang paling tidak bisa Ia lupakan.
"Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi aku baru menyadarinya, bukankah aku laki-laki paling bodoh didunia ini." ucapnya sembari menopang kepalanya dengan tangan kanannya.
Revan beberapa kali memandangi photo Nuraini didalam ponselnya. Hatinya berdesir hebat ketika tangannya memainkan touchscrean ponselnya.
"Aku mencintaimu..." ucap Revan sesaat sebelum rasa kantuk menjalari setiap urat syaraf matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)
RandomCerita ini akan di hapus beberapa Part setelah lebaran. Pertemuan Revan dan Nuraini, pertemuan Cinta dari dunia yang sangat jauh berbeda, namun bahasa cinta mereka menyatukan setiap perbedaan antara Revan dan Nuraini... lika-liku cinta yang tak per...