Dua hari berlalu, semenjak kepergian Revan Nuraini banyak melamun dan diam, terkadang tatapannya kosong, binar matanya seperti redup. Terlihat Farriq dan Ilham sedang diskusi serius tentang satu hal, entahlah itu apa, Ia tidak ingin tahu dan tak berminat ingin tahu.
"Nur.." Ucap suara berat Farriq tiba-tiba yang langsung menarik kesadarannya.
"I-iya A" ucap Nuraini tergagap.
"Apa yang kamu fikirkan, laki-laki itu lagi" ucap Farriq lembut, namun binar matanya penuh ketidaksukaan.
Entah kenapa setiap melihat mata Farriq Nuraini selalu terasa takut dan beku. Mata Farriq cokelat tapi begitu tajam, ditambah iris matanya yang hitam lekat membuat matanya terlihat semakin tajam.
"Tidak A, mana mungkin, Nur hanya lelah karena semalaman tidak tidur" kilah Nuraini, padaha seluruh hatinya adalah Revan. Sedang apa, apa yang dia lakukan dan parahnya lagi Ia merindukan candaan dan suara berat Revan.
"Yakin!" Ucap Farriq meyaknikan jawaban Nuraini, Nuraini mengangguk pasti mengenyahkan sejenak nama Revan dari kepalanya.
"Orang tuaku akan datang menemui ibu dua hari lagi, mereka akan melamarkanmu untukku, kamu siap-siap ya" ucap Farriq pelan namun bereaksi keras untuk Nuraini.
Entah Ia harus bersikap bagaimana, bahagia ataukah sedih. Hatinya gusar, ingin hatinya berkata tidak, tapi malah hatinya membuat kepalanya mengangguk.
"Aku keluar dulu, aku akan mengabari mereka lagi" ucap Farriq sambil tersenyum senang.
"Cincin yang Aa berikan masih kamu pakai'kan"
Nuraini berfikir sebentar, Ia memandangi wajah Farriq yang seperti menuntut jawaban.
"Ada A, di koper, nanti pas acara lamaran aku akan memakainya" ucap Nuraini.
"Owh ya sudah! Aa pergi keluar dulu, kamu tidurlah dulu. Tubuhmu juga perlu istirahat" ucap Farriq sebelum meninggalkan Nuraini, Nuraini mengangguk lemah.
"Lam, jagain kakakmu ya, A Farriq keluar dulu" ucap Farriq sebelum keluar, Ilham hanya menjawab dengan gaya hormat lalu melanjutkan aktifitasnya mengerjakan PR.
Kepala Nuraini begitu sakit, beberapa kali kepalanya berdenyut seolah-olah ada benda yang menekannya. Ia baringkan badannya diatas sofa, tapi entah kenapa matanya enggan sekali terpejam. Otaknya terus saja memutar wajah Revan, baru dua hari tak bertemu rasanya sulit sekali tidak memikirkan laki-laki itu, namanya begitu sangat kuat bercokol dihatinya. Air matanya meleleh begitu saja.
"Maafkan aku Mas, maafkan aku menyakitimu" gumam Nuraini sembari menutup mata perlahan-lahan, menahan guncangan kesedihan yang memukul ulu hatinya.
"Kamu tidur Nur" suara lembut seseorang membangunkannya. Nuraini membuka matanya yang merah.
"Tidak koq Muft, aku cuma rebahan"
"Ya Sudah kalau kamu mau tidur, kamu tidur saja" ucap Mufti sembari meletakan rantang makanan diatas meja.
"Kamu kapan datang!" Tanya Nuraini setelah meregangkan otot lehernya kekiri dan kekanan.
"Barusan, bareng Mas Jamal"
Mas Jamal adalah tunangan Mufthi, bulan depan mereka akan segera melangsungkan pernikahan. Bahagia rasanya menjadi Mufthi, mengenal hanya satu pria dan dicintai juga oleh satu pria. Apalagi Mas Jamal adalah laki-laki yang sangat baik dan sopan. Allah memang tidak pernah keliru memasangkan hambaNya, orang baik akan medapatkan yang baik pula, begitu pun sebaliknya, dan sementara Ia tidak tahu dengan masa lalu Farriq, kalau Revan sudah Ia tahu kalau dia punya masa lalu yang cukup pahit soal hidup dan cinta. Tapi hebatnya Revan, Ia tidak pernah membuat cerita manis untuk menutupi masa lalunya. Jika Allah menjodohkannya dengan Revan Ia tidak pernah peduli dengan masa lalunya toh tubuhnya sendiri pun pernah dijamah bahkan sudah hampir ditindih. Mengingat kejadian itu Ia hanya meringis ngeri dan takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)
De TodoCerita ini akan di hapus beberapa Part setelah lebaran. Pertemuan Revan dan Nuraini, pertemuan Cinta dari dunia yang sangat jauh berbeda, namun bahasa cinta mereka menyatukan setiap perbedaan antara Revan dan Nuraini... lika-liku cinta yang tak per...