Nuraini bersiap pergi mengantarkan makanan untuk Revan ke kantor, sedikit bersolek dengan bedak setipis mungkin, merapihkan penampilannya lalu segera bergegas membawa bekal makanan untuk Revan, motor maticnya sudah terparkir cantik di depan rumah.
"Mas Joko Nur pergi dulu ya" ucap Nuraini dengan sumeringah.
"Iya! Nur hati-hati dijalan, pelan-pelan saja" pesan Mas Joko.
Nuraini hanya mengancungkan ibu jarinya lalu langsung melesatkan motornya keluar gerbang dengan kecepatan dua puluh KM perjam, Nuraini berdendang Ria mencoba merlilex-kan tubuhnya yang tegang karena ini pertama kalinya Dia mengendarai motor seorang diri, satu minggu belajar nampaknya belum cukup memupuk keberaniannya, rasa ingin tahu dan rasa bahagia yang mengalahkan ketakutannya berani membelah ruas jalan jakarta.
"Sepertinya aku tadi lupa bawa air minum, balik lagi tidak mungkin nanti saja lah di minimarket" gumam Nuraini kembali memfokuskan pandangannya kearah depan.
Disebuah minimarket Ia berhenti mengambil dua botol air mineral langsung membawanya ke kasir. Setelah membayar Ia kembali menghampiri sepeda motornya.
"Loh, ini kenapa koq tidak bisa hidu motorny?" tanya Nuraini pada dirinya sendiri. Beberapa kali Ia coba men-starter namun motornya tidak juga hidup.
"Ini gimana" keluhnya lagi sembari memperhatikan sekitarnya namun entah kenapa sepi sekali orang-orang berlalu lalang hanya beberapa ibu-ibu yang sedang berbelanja.
"Kenapa mbak" tanya seseorang laki-laki dengan wajah kucel dengan rambut acak-acakan khas berandalan.
"Ehh, nggak apa-apa Mas, saya sedang menunggu seseorang" ucap Nuraini, Ia teringat akan kata-kata Revan agar menjauhi orang yang baru Ia kenal apalagi melihat penampilan laki-laki dihadapannya nampak bukan orang baik-baik.
Merasa baik-baik saja laki-laki itu berlalu meninggalkan Nuraini, setelah kepergian laki-laki itu kembali bingung kembali dengan apa yang harus Ia lakukan. Waktu semakin terik tanda hari sudah semakin siang. Nuraini menarik nafas dalam-dalam tanda fikirannya semakin buntu.
"Sepertinya mau tidak mau!" gumamnya, Ia mengeluarkan ponsel pemberian Revan beberapa hari lalu.
Ia mendial nomor Revan, didalam kontaknya memang hanya ada dua yaitu nomor Revan dan Miftahul Husna sahabatnya dikampung untuk menghubungi ibunya. Ia menunggu sambungan teleponnya terhubung. Namun tak juga diangkat oleh Revan, dengan sedikit kecewa Ia akhir panggilan teleponnya.
.....Memiinangmu......
Disebuah ruangan ber-Ac, Revan tengah melakukan meeting dengan beberapa rekan bisnisnya. Keadaan nampak tenang dengan pandangan fokus kedepan memperhatikan Revan yang sedang presentasi dihadapannya. Keadaan sedikit terganggu dengan suara getar ponselnya diatas meja kaca, tapi tak Ia hiraukan. Lagi ponselnya bergetar dan sepertinya kali ini Ia tidak bisa mengambaikan panggilannya, hatinya seperti tergerak untuk melihat siapa orang yang sudah menghubunginya beberapa kali itu.
"Maaf sebentar saya angkat telepon dulu" ucap Revan menghentikan rapat mereka. Ia berjalan penuh wibawa.
"Ai!" gumam Revan dalam hati sembari tersenyum lembut.
"semuanya saya tinggal sebentar untuk angkat telepon, ini salah satu investor kita, rapat saya wakilkan pada sekretaris saya Riana. boleh berdiskusi baiknya tentang projeck kita kali ini nanti saya chek hasil rapatnya" pamit Revan, semua mengangguk mengerti maksud Revan, ujung nata seseorang mengikuti langkah Revan yang keluar dengan membawa ikut serta ponselnya, orang itu tak lain dan tak bukan adalah Riana.
Revan menghubungi kembali ponsel Nuraini. Tak butuh lama menunggu karena Nuraini langsung mengangkat teleponnya.
"Asalamualaikum, Maaf ya Mas tadi sedang rapat jadi belum sempat angkat telepon kamu." ucap Revan dengan nada bahagia.
![](https://img.wattpad.com/cover/80168031-288-k767046.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)
RandomCerita ini akan di hapus beberapa Part setelah lebaran. Pertemuan Revan dan Nuraini, pertemuan Cinta dari dunia yang sangat jauh berbeda, namun bahasa cinta mereka menyatukan setiap perbedaan antara Revan dan Nuraini... lika-liku cinta yang tak per...