Chapter 32

5.6K 209 13
                                    

Revan berdiam diri dirumah megah itu, dulu ruamh itu selalu ramai karena di isi gelak tawa Nuraini, tingkah lucunya, kagetnya, ketidak mengertiannya, senyumnya dan tawanya terasa menari dipelupuk matanya yang berat.

Pesona Nuraini benar-benar tidak bisa Ia abaikan begitu saja, luka di di pinggangnya sudah dijahit karena cukup besar, terdapat tujuh jahitan disana,  suasana sangat hening dan hampa, berbeda saat Nuraini masih tinggal berasamanya, Om Sony sudah pulang, begitu pun Rico, dia sebenarnya yang meminta Rico untuk tidak menemuinya sementara waktu, menyendiri adalah sesuatu yang sangat Ia butuhkan untuk saat ini, Ia juga meminta Rico untuk mengurus pekerjaannya di kantor. Sepertinya pengaruh NSAID atau obat pengilang rasa sakit yang disuntikan oleh Om Sony sudah mulai berkurang hingga membuat lukanya terasa sangat perih dan nyeri. Tapi ada yang lebih perih dari lukanya, hatinya. Iya hatinya, seperti ada lubang besar disana, lubang yang entah tak bisa Ia ukur dalam dan diameternya, tapi yang jelas lubang itu membuatnya terasa sangat sulit untuk bernafas.

"Mas Revan koq bengong, ayo makan dulu nanti dingin loh, ayo!" Ajak seseorang yang begitu sangat Ia rindukan, siapa lagi kalau bukan Nuraini.

Mata Revan terbelalak tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Nuraini ada dirumahnya, dihadapannya, didepan matanya. Revan bangkit dengan semangat dan rasa penuh bahagia.

"Iya sebentat A..." Ucapnya lalu kalimaatnya terhenti karena sosok Nuraini hilang begitu saja.

"Ai.... Ai....!" Panggil Revan keras, ada jeritan tak rela disana, jeritan dimana Ia tidak bisa melupakan dan melepaskan Nuraini.

"Jangan pergi Ai, aku mohon jangan pergi, aku tidak bisa tanpa kamu, Ai..." Racunya, air matanya mengalir perlahan. Seorang Revan menangis, menangis tersedu-sedu, hal yang tidak pernah Ia lakukan sebelumnya.

"Arggg....!!! Kenapa begini, kenapa seperti ini Ai, kenapa" racunya semakin pilu, semakin Ia tersedu semakin jelas potongan-potongan wajah Nuraini muncul dikepalanya.

"Aku gila, aku bisa gila kalau terus seperti ini, kembalikan dia padaku Ya Allah, kumohon kembalikan dia padaku, aku tahu itu hal mudah bagiMu" racunya lirih penuh luka dari getar suaranya.

Hampir menjelang malam Ia duduk memandnagi langit yang menggelap, hanya lampu taman saja yang mulai terang karena sumber arus listriknya memang bertenaga Surya, namun berbeda dengan rumahnya yang dibiarkan gelap seperti tanpa berpenghuni.

"Tuan!" Ucap suara Pak Didin memanggil namanya bersamaan dengan sorot flashlight dari luar pintu. Revan bukan tak mendengar tapi Ia tak munggubris panggilan satpamnya, kakinya seperti tertanam kedalam Sofa sehingga tak ingin beranjak sedikit  pun dari sana, cahaya Itu semakin mendekat kearahnya.

"Tuan!" Dia merasakan seseorang mengguncangan bahunya Ia rasakan. Revan mendongkak melihat orang yang menyentuhnya.

"Sudah malam, Saya hidupkan lampunya ya?" ucap Pak Didin lembut. Revan mengangguk lemah. Pak Didin berlalu meninggalkan Revan  menuju tempat sakral lampu yang sudah Ia hapal letaknya.  Seketika Rumah Revan terang dan seketika itu pula Pak Didin melihat wajah kusut dan lusuh Revan yang terlihat sangat mengenaskan.

"Tuan pasti capek istirahat ya" Ucap Pak Didin lembut sembari membimbing Revan untuk bangkit dan pindah kekamarnya, dan tidak seperti biasanya Revan hanya mengangguk pasrah dan mengikuti Pak Didin yang membawanya kelantai atas.

"Istirahatlah tuan, tenangkan fikiran tuan, anggap saja ini hanya mimpi buruk" ucap Pak Didin sembari menyelimuti tubuh Revan, Revan sama sekali tidak menolak dan juga tidak mengiyakan, Ia hanya diam seribu bahasa dengan wajah yang tidak bisa di jelaskan hanya orang yang patah hatilah bisa menjelaskannya.

"Saya tahu, ini akan sangat berat untuk tuan, apalagi ini pertama kalinya dari sekian lama tuan baru merasakan jatuh cinta lagi, dulu tuan sangat membenci perempuan karena Tuan pernah di khianati Lonte yang bernama Santi yang selingkuh dengan si berengsek Ferdinand yang tak lain adalah sahabat dekat Tuan, bahkan sudah dianggap saudara sendiri oleh Tuan, tapi ternyata dia nenusuk tuan dari belakang, dan itulah alasanya kan kenapa tuan sering membawa pelacur-pelacur kerumah ini, saya berharap hubungan Tuan dengan Nur mendpat akhir yang baik, amin! Ya Allah jodohkan Mas Revan dengan Nuraini Ya Allah, jangan biarkan Mas Revan kembali kemasa lalunya lagi" ucap Pak Didin lirih, lalu meninggalkan Revan yang tak juga memejamkan matanya, dia hanya menatap kosong kearah langit-langit.

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang