Chapter 22

5.9K 217 0
                                    

Hujan semakin deras, dingin dan sunyi semakin mencekam perasaannya, Revan sama sekali tidak bisa memejamkan matanya, rencana kepulangan Nuraini begitu sangat mengganggu fikirannya. Beberapa kali Ia terusik merubah posisinya, dari berbaring keduduk dari duduk kembali berbaring.

Ia kembali membaringkan tubuhnya berbantalkan lengannya menatap langit-langit yang seolah menggambarkan wajah Nuraini yang tersenyum kepadanya.

"Kamu memang pengecut Revan, sangat pengecut, kamu lari dari perasaanmu sendiri dan jika kamu menyesal nanti jangan salahkan aku itu semua karena kebodohanmu sendiri" ucap Revan pada dirinya sendiri.

Lama Ia termenung tanpa disadari ternyata Rico sudah berbaring disampingnya.

"Astaga Rico, kamu mengagetkan kakak saja" ucap Revan ketika memiringkan tubuhnya, sementara Rico hanya tersenyum melihat ekspresi kakaknya yang seperti maling tertangkap basah.

"Hayoo, mikirin kak Nur ya" tebak Rico dengan senyum menggoda. Revan diam memalingkan wajahnya kembali kelangit-langit.

"Hmm! Tidak tahu, entah kenapa kakak merasa Ai tidak akan kembali lagi kesini."

Rico yang berbaring langsung menegakan tubuhnya dan duduk disamping Revan.

"Maksud kakak?"

"Nuraini akan pulang kampung" ucap Revan dengan nada berat, terlihat sekali Ia merasa kehilangan dan tidak rela ditinggalkan Nuraini.

"Lalu kenapa kakak diam saja, bukannya ini waktu yang tepat" ucap Rico, Revan memalingkan wajahnya, mencoba mencerna apa yang ingin disampaikan oleh Rico.

"Hadeh... Masih bengong, makasud aku katakan, ungkapkan perasaan kakak yang sebenarnya sebelum terlambat"

"Ini semua gara-gara kamu" celetuk Revan dengan muka masam, setiap kali mengingat kejadian tadi membuatnya kesal sendiri.

"Aku!" tanya Rico memasang wajah polos tak mengerti maksud kata-kata Revan.

"Iya! Karena kamu Co, coba saja kamu tadi tidak datang yang kamu katakan barusan sudah terjadi"

" jadi kakak sudah mau mengungkapkan isi hati kaka ke Nur" tebak Rico pasti.

"Iya! Dan itu gagal karena kamu" ketus Revan.

"Maaf! Aku kan tidak tahu"

"Sudahlah mengingat kejadian tadi membuat kakak kesal saja"

Sementara dikamar bawah, tepatnya kamar yang di tempati Nuraini keadaan hampir sama. Seperti Revan, Nuraini pun tak bisa mememejamkan mata, matanya awas memperhatikan derert demi deret ayat alqur'an yang sedang Ia baca dari mushaf kecilnya, suaranya begitu lirih namun masih jernih dan tartil.

Beberapa kali Ia melihat Felisha yang tengah tertidur disampingnya dengan membelakanginya. Nuraini menghentikan tilawahnya saat tidur Felisha terusik. Ia kembali melanjutkan tilawahnya saat Felisha kembali tenang.  Mulutnya terhenti ketika sampai di ayat sembilan belas dan dua puluh surat Ar-rahman, ayat yang membuatnya tersadar akan sesuatu.

"Kok berhenti kak!" kata Felisha tiba-tiba membuat Nuraini sedikit terkejut.

"Fel, kamu belum tidur" tanya Nuraini sembari membenahi jilbabnya.

"Belum, dari tadi aku dengerin kakak ngaji, suara kakak enak bikin hati aku adem dan nyaman" ucap Felisha kini tidur menyamping  menatap wajah Nuraini yang penuh kebimbangan.

"Ada apa, sepertinya ka Nur sedang ada masalah" tanya Felisha serius, Nuraini menggelengkan kepalanya pelan.

"Katakan saja, kak. Aku bisa jaga rahasia kok"

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang