Mobil Revan berjalan pelan karena jalanan sudah mulai padat di penuhi oleh mobil-mobil yang di dominasi oleh mobil pribadi, langit di ujung matanya terlihat nampak mendung. Revan beberapa kali mengeluarkan ekspresi masam sembari menekan klaksonnya keras-keras agar mobil di depannya melaju, hampir sebagian besar hari memang harus Ia lewati dengan seperti ini. Bergelut dengan macet berjibaku dengan lelah dan keringat, tapi kesabaran itulah yang kini menjadikannya seseorang. Sesorang yang tak seorang pun menganggapnya remeh. Nuraini hanya terlihat gusar, beberapa kali Revan melihat ekspresi cemas Nuraini."Kenapa?" Tanya Revan penasaran.
"Apanya yang kenapa mas!"
"Kamu kenapa kok cemas begitu?"
"Mas, hari ini aku gajihan kan" tanya Nuraini serius.
"Kenapa! Kamu takut mas tidak mengajihmu ya"
"Bukan! Bukan itu mas, sungguh bukan itu tapi Ai ingin ibu yang pertama kali menikmatinya" ucap Nuraini dengan nada menyesal karena merasa telah menyinggung Revan, Revan mengangguk mengerti dengan senyum dikulum.
"Ada no rekeningnya?" Tanya Revan, Nuraini hanya menggelengkan kepalanya lemah. Revan mengeluarkan ponselnya, memasang headset lalu mendial nomor teman Nuraini yang semalam Ia hubungi.
"Hallo..."
".........."
"Boleh saya minta nomor rekening Ibunya Nuraini?"
"........."
"Lewat pesan saja ya, terima kasih sebelumnya"
"......."
Pembicaraan mereka terhenti, Nuraini tersenyum lega mendengar pembicaraan Revan tadi.
"Tunggu nomor rekeningnya dulu ya, nanti kita langsung Transfer!" Ucap Revan dengan senyum mengembang, Nuraini mengangguk cepat.
"Terima kasih mas sudah mau bantuin Ai"
"Tidak perlu berterima kasih, itu hanya hal spele"
"Spele buat mas Revan? Tapi buat orang yang tidak mengerti apa-apa seperti Ai itu bantuan yang sangat berharga" ucap Nuraini tulus. Revan hanya tersenyum mendengar kalimat Nuraini.
Ponsel Revan berdering, tanda pesan singkat masuk, Ia bisa menebak bahwa pesan itu dari Mufthi. Setelah setengah jam berjuang melawan macet akhirnya mobilnya bisa melaju lancar.
"Kita ke Mall ya!"
"Mau apa Mas? Kita'kan kemarin sudah belanja?" Tanya Nuraini bingung.
"Katanya Mau kirim uang"
"kok di Mall, bukannya di Bank ya mas"
"Kita kirim lewat ATM saja"
"Owh...! Ya udah terserah Mas Revan saja"
Karena tak ada pertanyaan lanjutan dari Nuraini Revan kembali diam, keadaan yang sama sekali tidak diinginkan, Revan lebih menyukai Nuraini yang bertanya ini dan itu ketimbang diam seperti sekarang ini. begitu pun dengan Nuraini yang juga diam tenggelam dalam fikiran dan lelahnya hari ini......Meminangmu....
Revan terus berjalan disamping Nuraini seakan ingin menunjukan pada dunia kalau gadis disampingnya adalah miliknya.
"Sebentar ya! Mas kirim uang dulu!" Pinta Revan menyuruh Nuraini untuk menunggunya ketika mereka sampai disalah satu mesin ATM, nuraini hanya menunggu patuh. Nuraini diam bersandar di dinding sembari sesekali melihat punggung besar Revan yang terlihat di dinding kaca mesin ATM lalu kembali menatap cermin dirinya di lantai marmer yang mengkilat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)
RandomCerita ini akan di hapus beberapa Part setelah lebaran. Pertemuan Revan dan Nuraini, pertemuan Cinta dari dunia yang sangat jauh berbeda, namun bahasa cinta mereka menyatukan setiap perbedaan antara Revan dan Nuraini... lika-liku cinta yang tak per...