إِنَّا لِلَّــــهِ وَإِنَّا إِلَــــيْهِ رَاجِــــــعُوْن
اللَّهُمَّ اغْفِرْ له وَارْحَمْه وَعَافِه وَاعْفُ عَنْه.
Mohon doa fatihah dari semuanya, ayah saya baru saja meninggal tiga hari yg lalu. Dan harap maklum tulisannya benar-benar seadanya. Baru selesai tadi malam.
Afwan Ziddan 🙏🙏🙏🙏🙏
....................................................................
Subuh ini entah kenapa terasa lebih kelabu, lebih pekat dari biasanya, suram dan entahlah lah dia merasa ada yang lain dari biasanya disubuh ini, dia buka jendela menikmati udara pantai yang hangat dimusim kemarau, tak ada deburan dan tak ada riak air disana, hanya ada ketenangan dan cahaya jingga seperti muncul dari celah dinding lautan.
Wanita itu menangis tertahan, bahkan terkesan berbisik pada embun pagi, namun seolah dunia mampu mendengar jerit hatinya. Jerit hati kerinduan, jerit hati mencintai bamun tak mampu bersama yang hampir berbulan-bulan tak ada dalam jangkauan matanya.
"nak.... Apa ayahmu mencari kita, apa ayahmu merindukan ibu seperti ibu merindukannya. Rasanya Ibu ingin mati saja nak, ibu kangen ayahmu" ucapnya, bulir-bulir air matanya jatuh tak tertahan diatas punggung tanganya yang mengelus perutnya yang mulai membesar, semakin lama semakin menderas dengan suara parau menyayat, seakan setiap tarikan nafasnya penuh duri, saat Ia bernafas semua ronga dan paru-parunya terasa nyeri. semua air matanya adalah kerinduan yang tak hanya mampu dijelaskan oleh sebait kalimat, tapi semua yang lakukan adalah kerinduan, tentang rasa kesakitan. sakit disekujur tubuhnya bukanlah apa-apa, tapi sakit menahan kerinduan, tak seditikpun bisa Ia tahan. Detik yang Ia lewati seperti memintal rindu yang perlahan mencekik perasaanya, Bulan dan waktu seperti menertawakan kebodohannya karena pergi dari Revan.
"melamun lagi kamu Ai?" suara seseorang memecah kesedihannya.
"tidak Bu, aku tidak melamun, aku hanya cari angi segar saja... " Kilah Nuraini.
"coba sini nak, ibu ingin bertanya sama kamu, tapi kamu harus jujur sama Ibu... " ucap Bu Syadiah sembari menuntun Nuraini untuk duduk ditepi ranjang.
"Jujur sama Ibu, Ai. Sebenarnya ada apa antara kamu sama Nak Revan. Kalian bertengkar atau bagaimana?" Tanya Bu Syadiah walauoun Ia sering menyinggung masalah ini secara tidak langsung tapi sepertinya pertanyaan iitutak bisa Ia tahan lagi, pertanyaan yang beliau simpan sekian lamanya. Pertanyaan dsri rasa khawtir kalau anaknya akan menjadi janda saat mengndung.
Nurani diam, sekuat hati Ia menahan tanganya agar tak pecah.
"jawab Ai, apa kalian bertengkar?" tanya Bu Syadiah mengulang pertanyaannya.
Nuraini terdiam sejenak, ia perhatikan wajah ibunya lekat-lekat afa kekhawatiran disana kalau penyakit jantungny kambuh saat mengetahui kalau dia memang bertengkar dengan Revan, mertua dan sampai akhirnya adalah kenyataan kalau Revan memiliki anak dari mantan kekasihnya. Ia tidak bisa menceritakan apa pun tentang Revan pada Ibunya. Untuk itulah sampai saat ini dia berbohong kalau Mas Revan pergi hanya karena urusan bisnis diyar negeri dan masalah mereka pindah rumah sementara adslah untuk membuat usahanya maju. Begitu alasan yang pertama kali Ia yakinkan pada Ibunya saat pergi meninggalkan rumah.
"Tidak Bu, Mas Revan dan aku baik-baik saja, pekerjaan Mas Revan Di Jepang masih belum selesai, ada masalah dikantornya disana jadi semua baik-baik saja"
"yakin seperti itu, kamu tidak sedang membohongi Ibu kan..." Bu Syadiah meyakinkan jawaban Nuraini, Ia nampak tidak puas dengan Jawaban putrinya yang seolah sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)
RandomCerita ini akan di hapus beberapa Part setelah lebaran. Pertemuan Revan dan Nuraini, pertemuan Cinta dari dunia yang sangat jauh berbeda, namun bahasa cinta mereka menyatukan setiap perbedaan antara Revan dan Nuraini... lika-liku cinta yang tak per...