Chapter 27

5.5K 187 7
                                    


Revan masih terdiam, Dia masih bingung dengan apa yang harus Ia lakukan yang jelas berlama-lama di Rumah Nuraini hanya membuat paru-parunya seolah kehabisan udara saja. Revan tidak pernah menyangka akan menghadapi masalah hati serumit ini.

Keduanya saling mencintai, tapi tak bisa saling memiliki. Masa lalunya satu persatu bermunculan seolah menertawakan keadaanya sekarang, masa lalu dimana Ia mempermainkan perasaan dan cinta orang lain, masa lalu yang menganggap bahwa di dunia ini tidak ada cinta sejati, masa dimana Ia menganggap cinta hanyalah pemuas nafsu, masa lalu dimana kezahiliahannya membutakan tentang arti cinta sesunghuhnya.

"Apa ini yang disebut karma" gumamnya begitu lirih, matanya tak lepas dari kerikil-kerikil tajam yang ada di depan rumah Nuraini.

"Apa ini adil untukku, aku tahu aku banyak menyakiti hati wanita, tapi kenapa ini terjadi saat aku mulai berubah, aku yang dulu memang masih jahiliah, tapi aku yang sekarang! Aku yang sekarang sudah berbeda ya Rabb" Entahlah apa yang merasuk kedalam matanya hingga tiba-tiba Ia menangis begitu saja.

"Tidak, harusnya aku senang, Nuraini akan bahagia dengan orang lain, aku bukan laki-laki cengeng, aku bukan laki-laki lemah hanya karena cinta, aku harus tunjukan kalau perubahanku yang sekarang bukan karena Nuraini saja, tapi memang sudah saatnya aku berubah" gumam Revan dalam hati menyemangati dirinya sendiri. Ia bangkit mengusir kesedihan dan mengelap air matanya, mencoba tegar sebisa mungkin.

Revan masuk bergegas karena Ia sudah terlalu lama pergi, mengambil kembali gelas yang tadi Ia tinggalkan lalu masuk ke kamar Bu Syadi'ah dengan raut wajah sebiasa mungkin seolah Ia tidak pernah mendengar apapun tentang pembicaraan mereka.

"Ini bu minumnya" ucap Revan pelan. Bu Syadi'ah hanya tersenyum menerima air minum dari Revan, Ia meneguk perlahan dengan bantuan tangan Nuraini.

"Terima kasih pak Revan, dan Maaf sudah merepotkan"

"Tidak apa-apa bu, ini hanya hal kecil yang bisa saya lakukan Bu" ucap Revan, Revan melirik Nuraini yang sejak tadi hanya diam dan menunduk, bahkan terkesan menghindari pandangan mata dengannya.

"Kalau begitu saya permisi dulu keluar" pamit Revan undur diri. Selang beberapa menit setelah Revan pergi Nuraini pun ikut undur diri.

"Nak!" panggil Bu Syadi'ah sebelum Nuraini pergi, Nuraini berbalik menghadap kembali kearah Bu Syadi'ah.

"Kamu tidak punya perasaan apa-apa kan pada Nak Revan"

Tubuh Nuraini menegang, hatinya berteriak ingin mengucapkan kalau Dia sangat mencintai Revan, tapi mulutnya berkata yang sebaliknya.

"tidak Bu, Ai, tidak mencintai Mas Revan, mana mungkin Ai mencintai Mas Revan yang jauh berbeda dari kita "

"Syukurlah kalau kamu mengerti" ucap Bu Syadi'ah, Nuraini berlalu dari kamar Ibunya yang terasa sangat menyesakan dada dengan pertanyaan yang membuat darah disekitar paru-parunya seolah berhenti mengalir.

"Mas Revan kemana?" gumam Nuraini sembari menyapu sekitar rumahnya.

"Nur...!!!!" ucap seseorang dari luar dengan suara yang memekakan telinga.

"Nur...!" ucap suara itu antusias sembari memeluk erat Nuraini.

"Muft, aku gak bisa nafas" ucap Nuraini merasa pelukan sahabatnya sangat erat sehingga membuatnya sulit untuk bernafas.

"Maaf! Maaf, aku teh bungah pisan maneh ges balik deui Nur, jadi urang aya baturan" *jawab gadis manis bernama Mufthihat Husna itu.

"Sama, atuh Mufth, abi geh bungah pisan"*

"Eta Kunaon"* tanya Mufthi setelah menyadari ada luka lebam di sekitar pipi sahabatnya itu.

" oh, Ini, tidak apa-apa, nanti aku ceritakan" jawab Nuraini dengan senyuman, matanya masih saja mencari sosok Revan.

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang