Chapter 62

4.1K 201 47
                                    

Asalamualaikum, selamat malam ahad untuk semuanya, sehat terus dan baca terus ya.  Afwan kalau nggak nyambung.. Gak bosen-bosen Thor ingetin untuk, vote, comment dan rekomendasi ke teman-teman klai ini layak baca.  Makasih ya
----------------------__________----------------------

Pagi menjelang, kepla Revan terasa sangat berdenyut sakit, suhu badannya terasa naik beberapa derajat celcius. Ia menyibakan selimut segera bergegas kekamar mandi, jam di dinding menunjukan pukul enam pagi menandakan bahwa dia sudah terlambat shalat subuh beberapa jam, Ia cepat bergegas menuju kamar mandi walaupun dengan langkah terhuyung-huyung karena pusing diikepalanya semakin menjadi.

"astagfirullah... Kepalaku berat sekali.." ucap Revan setelah sampai sisipan pintu kamar mandi, sedikit berdiam diri untuk menghilangkan pusing dikepalanya, setelah dirasa agak sedikit reda Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi untuk berwudhu.

"Kaki kiri dulu mas... " suara seseorang menghentikan langkahnya, dia menoleh kebelakang ada sosok Nuraini disana yang tersenyum padanya sembari membawa setelan jas untuknya. Revan tertegun sesaat, baru saja dia ingin menghampiri. Nuraini lenyap begitu saja bagai angin. Revan kembali melanjutkan kakinya ke kamar mandi. Ia berdiam diri memandangi air yang menitik perlahan dari keran. Satu demi satu tetes air itu seperti melukiakn wajah Nuraini.

"kenapa aku seperti ini, kenapa kami seperti ini, kenapa keluarga yang baru aku bina bisa seperti ini, karma-kah yang Engkau berikan karena kelakuanku dulu, atau apa.. apa ini yang namanya hukuman.. Tapi ini tidak adil, kalau ini hukuman cukup aku saja yang merasakan jangan Nuraini,  jangan istriku... Aku rela kehilangan apa pun di dunia ini asal jangan dia yang mendekatkan aku denganMu yang pergi. Aku tidak sanggup" hati Revan terus meronta dengan semua yang terjadi. Ia menghidupkan keran,  membasuh mukanya dengan kasar bebrapa kali lalu memandangi wajahnya dicermin.

"aku tidak ikhlas Nuraini pergi, aku tidak ikhlas Nuraini tersakiti lagi, kalau bersamanya adalah sebuah kesalahan, aku ingin menjelaskan perasaanku bahwa aku sangat mencintainya... Ai dimana kamu sekarang, aku tahu kamu menangis, aku ingin menghapus air matamu seperti janjiku dulu untuk membahagiakan kamu, Tapi aku gagal sebagai seorang laki-laki dan seroang suami... Apa kamu sebenci itu padaku Ai... " ucap Revan pada bayangannya sendiri di depan cermin Wastafel.

"Van kamu di dalam.. " ucap Seseorang yangvterdengar suara Om Dimas.

"Iya Om... Revan sebentar lagi selesai" ucapnya lalybsegera bergegas mengambil wudhu lalu keluar tanpa melihat Om Dimas dikamarnya.

Revan menghadapkan wajah, tubuh dan terlebih hatinya menghadap kiblat, Ia patahkan segalanya, pasrahkan semua yng akan terjadi, satu hal yang Dia yakini sampai hari ini bahwa Nuraini masih mencintainya, masih menjadi istrinya karena saat Nuraini pergi tak ada satu kata pun dari bibirnya meminta cerai,  mungkin saat ini dia butuh sendiri, butuh menenangkan hatinya, begitu pun dengan dirinya.

Sepuluh menit berlalu Revan mengakhiri Salatnya, Revan beberapa kali memegang dadanya, ada getaran kuat disana, dan saat getaran itu ada fikirannya selalu tertuju pada Nuraini.

"ada apa dengan hatiku, kenapa berdebar-debar tidak karuan, apa yang terjadi denganmu Yang... Kamu baik-baik saja" Sekali lagi Revan menenangkan debaran jantungnya.

"Tidak bisa... Aku tidak bisa menunggu, aku harus mencarinya! " ucapnya, lalu membereskan sajadah dan sarungnya setelah itu bergegas pamit untuk mencari kemana kiranya Nuraini pergi.

"om... Aku pamit ya, terimakasih atas tumpangannya. Maaf merepotkan " pamit Revan dengan wajah nampk lebih segar walaupun gurat kesedihan dan kekhawatiran tidak bisa disembunyikan dalam kepura-puraannya.

"nanti dulu Van,  Om gk ikhlas kalau kamu peegi tanpa sarapan... " ucap Om Dimas sembari membimbing Revan duduk di meja makan.

"Om aku harus pergi sekarang, bagaimana aku bisa sarapan kalau saat ini aku belum tahu keaberadan isteriku, sudah makan atau belum, tidurnya dimana aku tidak tahu. Yang aku tahu hanya satu, dia tidak punya keluarga lagi selain aku. Aku harus pergi mencarinya karena perasaanku makin tidak enak" ucap Revan kekeuh harus pergi.

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang