Chapters 37

5.6K 164 20
                                    

Revan diam seribu bahasa, Ia hanya bisa menatap langit-langit dengan pandangan kosong, beberapa kali Ia merubah posisi tubuhnya untuk mencoba memejamkan matanya, namun yang terlihat hening, semua bisu hanya suara-suara gerak tubuhnya diatas sprei.

Ia terduduk, memandangi tirai hijau tempat dimana Nuraini tertidur. Ia pandangi lekat-lekat tirai itu seolah ingin melubanginya. Entah Ia terlalu mencintai atau pertunangan orsng terkasihnya membuat air matanya kembali meleleh.

"Hah! Entah kenapa aku jadi cengeng, jadi lemah dan jadi seperti ini. Jujur saja aku tidak pernah menangis akan hal apa pun, bahkan aku hampir lupa kalau aku bisa menangis, tapi sekarang. Aku merasa nenjadi manusa paling lemah, paling cengeng, kamu tahu aku tidak suka film melankolis tapi kisah hidupku selalu di penuhi hal-hal gila ini, dari cinta pertamku yang mengkhianatiku sampai kamu orang yang satu-satunya yang aku cintai akan dimiliki oleh orang lain, bukankah takdirku ini menggelikan. Aku sudah berusaha untuk tidak menangis, sudah berusaha untuk tidak kecewa, tapi... Rasanya sulit, sangat sulit untuk melakukannya. Aku laki-laki dengan omong besar, aku bilang akan bahagia tanpamu, aku akan baik-baik saja tanpa kamu, aku bisa merelakan kamu, tapi tak satu pun yang bisa aku lakukan, tidak merasa bahagia, dan aku tidak bisa merelakan kamu untuk yang lain, kenapa rasanya masih sama, hatiku masih tidak ikhlas, aku masih..." Revan terdiam sejenak, rasa sakit tiba-tiba menyergap hatinya. Ia tarik nafasnya panjang lalu menghempaskannya kasar, suaranya sedikit bergetar karena air mata mulai membasahi pipinya.

"Kau harus tahu, Ai, aku tidka pernah merasa Lelah mencintaimu, tak pernah sedikit pun aku melupakanmi  walau kadang ini menyiksa perlahan hatiku, aku tak letih mencintaimu walau kadang seperti yang kau lihat ini, air mataku datang datang membuat pedih walau bukan inginku.

Aku lelah jika harus seperti ini terus, mencintaimu percuma, menynggumh apa bisa, sebentar lagi kamu akan termiliki, ini tak adil,kenapa hanya aku saja yang menangis, kenapa hanya akh saja yanh terluka, kenapa Aku saja yang sakit jika bernafas tanpa namamu. Bolehkah aku melupakanmu, bolehkah aku pergi, maafkan aku dengan perasaanku ini, aku ingin pergi, namun hatiku bilang tunggu, aku lelah menahan sakit ini sendiri.

Perasaan ini tak ku mengerti dan ribuan nyata yang ku hadapi benar-benar membuatku  lelah.... Maafkan aku harus pergi, dan Maafkan aku aku terlalu banyak bicara dan mengeluh tentang perasaanku, aku hanya ingin kamu tahu Ai, aku mencintaimu, itu saja, maaf aku tidak biasa mengucapkan kata perpisahan, aku selalu berdoa untuk kebahagiaanmu, selamat berbahagia bidadari hatiku" ucap Revan lirih sembari terus menatap tirai hijau itu dalam keheningan, dibalik tirai Nuraini menggigit selimutnya agar isak tangisnya bida Ia tahan karena Ibunya yang tidur disamping.

"Maafkan aku Mas, maadkan aku! Semoga Allah mempertemukanmu dengan jodohmu yang sesungguhnya, maafkan aku" gumam Nuraini dalam hati. Ia menangis tertahan sembari menggigit sprei, menahan isakannya agar tak terdengar.

Revan bangkit dari duduknya melangkah menuju luar dengan membawa Serta seluruh pakaiannya, sementara Nuraini yang mendengar langkah suara Revan ikut bangkit, dengan langkah kaki tertatih-tatih Ia mengikuti langkah kaki Revan yang tak tentu arah, keringat dingin membajari dahi Nuraini karena lelah harus menumpu berat badanya hanya dengan tongkat yang baru Ia pelajari dari tadi siang. Nuraini melihat Revan memasuki lift, Ia hanya terpaku ketika melihat tubuh Revan hilang disekat oleh pintu lift, tubuhnya bergetar hebat, tiba-tiba dadanya terasa sesak-sesaknya. Ia paksakan tubuhnya untuk mencari tempat untuk menumpahkan air matanya yang sudah sangat berat bergantung berat dikelopak mata.

"Mas Revan, maafkan aku menyakiti hatimu terlalu dalam, maafkan aku membuatmu terluka lagi dan lagi, bukan hanya kamu yang terluka Mas, aku pun sama, tapi sekali lagi aku bisa apa. Rabby, jika kami tidak berjodoh, aku mohon, aku mohon hilang kan rasa cinta kami, atau satukan kami dengan kehendakMu, aku mencintainya, aku sangat mencintainya... Tolong jangan biarkan dia pergi Dari sisiku, aku ingin menghabiskan waktu bersamanya, sampai aku benar-benar tidak mempunayi kesempatan lagi untuk bersamanya." Ucap Nuraini sembari menutup matanya dengan kedua tangannya, Ia menangis sesenggukan.

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang