Chapter 10.

7.3K 350 2
                                    


Revan memandangi bintang yang bertabur diatas balkon rumahnya, sebenarnya tak ada bintang yang mampu menarik perhatiannya. Tapi entah kenapa fikirannya tiba-tiba merasa tidak tenang. Revan menghela nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya kasar. Tiap Ia sendiri potongan-potongan ketika saat pertama kali bertemu dengan Nuraini selalu saja berkelebat secara tiba-tiba dan itu sangat mengganggunya.

"Aku bisa gila, aku benar-benar bisa gila" teriak bathin Revan karena hasrat ingin bersenang-senang dengan perempuan murahan dan alkohol mencoba kembali menguasainya. Sebulan ini Ia sama sekali tidak menyentuh minuman haram itu. Revan membalikan tubuhnya ketika terdengar seseorang menyapanya.

"Mas Revan!"

Lagi dan lagi seluruh syaraf Revan menegang, jangankan memandang wajah gadis itu, mendengar suaranya saja sudah membuat dia kehilangan kendali hatinya.

"Mas Revan? Mas kenapa, sakit" kata Nuraini khawatir karena melihat Revan yang diam mematung.

"I-ya"

"Mas Revan, mas Revan benar-benar mengkhawatirkan" kata Nuraini.

Revan menautkan alisnya bingung mendengar pernyataan Nuraini.

"Maksudnya mengkhawatirkan"

"Iya! Mas Revan demam kayaknya, mana ada jawab Iya tapi geleng-geleng "

Revan yang mendengar kalimat Nuraini hanya bisa tersenyum.

"Iya, sepertinya aku memang demam, dan kamu harus tanggung jawab Ai" ucap Revan.

"Tanggung jawab apa, memang saya melakukan apa?" Tanya Nuraini bingung

"Banyak Ai... bahkan kamu hampir membuatku gila" gumam Revan dalam hati.

"Pulsaku habis, itu yang membuatku demam. Ayo tanggung jawab..." ucap Revan

"Ya Mas, besok'kan baru gaji pertama saya, masak udah harus di potong, yang nelepon kan tadi Mas Revan, bukan saya!" Ucap Ai memelas.

"Siapa yang minta uang dan memotong gajimu" ucap Revan sembari memukul kepala Nuraini gemas dengan senyum lebar. "kamu meragukan kekayaan saya heh... bila perlu perusahaan providernya saya beli, itu pun kalau mereka mau jual"

"Hiks... sombong... sombong" ucap Nuraini dengan nada bercanda juga. Keduanya tersenyum lebar.

"Terus Ai harus bayar pakai apa..."

Revan berfikir sejenak sembari menatap Nuraini.

"Aku ingin... ingin..." kata Revan yang membuat Ai penasaran.

"Ingin..." Nuraini menginguti kalimat Revan.

"Aku ingin!"

"Mas Revan ingin apa?"

"Aku ingin kamu *&%%$%*&%--*&%$ku" ucap Revan sembari meninggalkan Nuraini dengan penuh penasaran. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja Revan ucpkan kepadanya.

"Mas Revan tadi ngomong apa" teriak Nuraini sembari berlari mengejar Revan yang sudah berada ditengah anak tangga. Revan yang mendengar hanya tersenyum mendengar kalimat Nuraini.

"Ayo katanya mau tanggung jawab" ucap Revan menghentikan langkahnya di tengah anak tangga menanti kedatangan Nuraini.

"Tadi Mas Revan bilang apa?"

"Nanti juga kamu akan tahu!" Revan melanjutkan langkahnya, di ikut Nuraini dibelakangnya.

"Hmm.. kamu senang?" Ucap Revan tanpa menoleh ke belakang.

"Terima kasih, saya sangat senang Mas, terima kasih saya sudah lega sudah tahu keadaan ibu dan adik saya" nada suara Nuraini mulai bergetar, Revan berhenti, Ia tertegun mendengar isak tangis tertahan. Revan menoleh kebelakang melihat Nuraini yang terisak.

MEMINANGMU (Tersedia Dalam Bentuk Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang