Cuaca cerah, namun terasa dingin mencekam. Udaranya berbeda, mungkin akan kembali turun hujan. Jalan panjang sudah ditempuhnya dan lagi pemadangan si ular naga besi, begitulah bagi mereka para pecinta kereta menyebutnya. Seolah menjadi sahabat terbaik Mila sampai saat ini.
Wanita itu hanya diam membisu tanpa satupun kata, merenung memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya nanti. Namun tak menghilangkan fokusnya pada lalu - lalang ratusan manusia yang berjalan dihadapannya, berharap diantara keramaian itu ada sosok yang selama ini ia nanti.
Meski sebenarnya ia telah merelakan, namun keyakinan sang mertua - lah yang membuatnya bertahan pada sebuah kehampaan.
"Entah cintaku yang terlalu besar atau aku terlalu bodoh? Meski aku tahu takdir tuhan tak bisa diubah namun rasa sayangku terhadap mereka membuat aku melakukannya..."
Sebuah tepukan pelan akhirnya membuat Mila mengalihkan fokus. Ia tersenyum ramah, dengan tanpa enggan mencium tangan seseorang tersebut dengan hormat.
"Tetap dengan keyakinan yang sama?"
Nada candaan yang terdengar membuat Mila mengangguk samar. Agus, pria berusia 40 tahun itu sudah sangat paham alasan mengapa Mila berdiri di stasiun ini. Bahkan tak jarang ia pun sering menerima sedikit celoteh hati Mila hanya untuk sekedar pelipur hati yang lara wanita cantik bermata indah tersebut.
"Aku hanya tak ingin mengecewakan orang yang aku sayangi"
"Itu tujuanmu, tapi jika terus berlanjut maka kau akan terus berada dalam ketidakpastian. Masa depanmu masih panjang, Nak. Jangan menutup mata untuk itu, dan berbahagilah karena suami pun pasti tidak ingin melihatmu terus - terusan berada dalam kesedihan..."
Dan ucapan itu pun sudah kesekian kalinya Mila dengar, meski seakan meracuni otaknya tapi tak jarang hanya hitungan menit saja. Dan selanjutnya, ia kembali terpuruk dalam keadaan itu.
"Aku tahu tak seharusnya rasa ini aku simpan terlalu lama"
Tapi hari ini, ia seperti dihentak pada kenyataan. Rasa lelah itu yang membuatnya berhenti. Meski memang cinta itu tak pernah pudar untuk seseorang yang sangat ia cintai, tapi melangkah adalah tujuan hidup setiap mereka yang bernyawa.
Dan bayangan masa lalu tinggalah cerita, sebab bahagia tak akan datang tanpa kita membuka diri untuk mencapainya.
****
Beberapa hari setelah kepulangannya dari Rumah Sakit, keadaan Kevin sudah jauh lebih baik dan kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa.
Seulas senyum terukir indah diwajah tampannya, mata legam itu kini tengah menatap jauh seolah melihat sosok yang dalam beberapa hari ini ia rindukan. Terdengar lucu memang, tapi ia sendiri pun bingung. Hanya dengan hitungan menit wanita bermata indah itu nyatanya mampu menghipnotis dirinya berhari - hari.
DRRTTT DDRRTT
Lamunan panjangnya terhenti saat sebuah panggilan masuk menginterupsi. Sedikit enggan, namun ibu jarinya masih begerak menggeser touchscreen itu kearah kanan.
"Sayang... lama banget sih angkat teleponnya?"
Rengekan manja disebrang sana membuat Kevin menghela nafas panjang. Belum ada hitungan kali ia melakukan panggilan tapi sang kekasih sudah merasa terabaikan.
Ya Tuhan, mungkinkan selama ini ia terlalu memanjakan Ghea hingga membuat gadis itu merasa paling diutamakan? Bahkan sedikit kesalahan selalu saja akan menjadi hal besar. Sampai akhirnya, dugaan itu pun terjadi dan...
"Kalau kamu gak sayang lagi sama aku bilang dong, jangan diem aja kalo aku telepon..."
Tut...tut...tut...

KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU
FanfictionCinta yang besar membuatnya bertahan pada sebuah kata "Kesetiaan", namun bagaimana saat (terpaksa) kesetiaan itulah dipertanyakan? -Louisa Mila Calysta - Kesetiaan hanya akan membawamu pada kesengsaraan, sedang mencintai adalah anugerah. Tapi cin...