Diluar sana langit sudah menunjukkan kegelapannya, namun diantara gelap itu masih tersimpan secercah cahaya untuk bisa kau temui.
Malam tak pernah berkhianat pada bulan, begitu juga dengan siang yang selalu setia dengan mentari yang menemaninya.
"Dan yang pasti kau tidak termasuk didalamnya...."
Mila mengatakan itu dengan sangat sadar, ketika langkah beratnya berderap meninggalkan sosok lelaki yang selama ini diagung - agungkannya. Well, kontaminasi nama dalam hatinya sudah tersapu bersih oleh nama yang baru.
Dan keputusan yang ditentukannya bukan tanpa pemikiran yang matang, ia sudah melewati fase tersulit sebelum akhirnya pilihan itu jatuh pada Kevin Revvano Andreas. Yang selama ini sudah menjelma menjadi - bulan dan matahari dalam kehidupan Mila.
ceritanya yang dulu hanyalah gambaran dirinya : yang menjelma menjadi cermin dikamarmu memantulkan segala cemas dan menitipkan rindu di sudut matamu yang berkaca - kaca.
------------------------------------------------------
Interupsi dering ponsel mengalihkan perhatian Mila untuk sejenak meninggalkan pekerjaannya. Layar ponsel itu menampilkan caller id yang begitu ia kenal. Sesaat ia melirik pergerakan jarum jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Worthy, terkadang kecerewetanmu bisa beralih menyerangmu sendiri, girls!
"Jangan bilang jika panggilanku ini baru saja menyadarkanmu?"
Exactly, apa yang ada dalam benakmu, Mila!Sebelum ini Mila memang mewanti - wanti dirinya untuk lebih memperhatikan pola makannya. Entahlah, seiring berjalannya waktu dan pertambahan pasien yang kian hari kian meningkat membuat Mila harus melewatkan jam makannya.
Terlebih, prinsipnya sebagai dokter yang selalu ingin memberikan pelayanan terbaik bagi setiap pasiennya. Bukan dokter yang hanya sekedar menuliskan resep dan dibayar dengan imbalan yang ada.
"Angel, kau masih disana kan?" Mila tersenyum sendiri menatap layar ponselnya yang sejak tadi bak alarm pengingat untuknya.
"Iya Dear, aku masih disini dan mendengarkanmu', jawab Mila berbohong. Nyatanya saat menerima sambungan telepon tadi ia belum bisa terlalu fokus.
"Hmm, aku tahu pada kenyataannya tidak seperti itu..." nada lelah yang bisa didengarnya dari suara lelaki disebrang sana tak jarang membuat ia tersenyum sendiri. Kemarin saja - ia merasa sendiri, kehampaan sering menemaninya dengan merindukan saat dimana sebuah perhatian menghampiri. Sekarang, ketika impian itu terasa nyata Mila merasa ada yang salah disini.
Salah - dalam artian. Inikah cinta yang sesungguhnya?
"Dear! Mengapa kau jadi bawel begini, heum?" ujar Mila akhirnya. "Daripada terus mengomel tidak jelas seperti itu, lebih baik kau temani aku makan siang saja. Bagaimana?" Yah... Mila baru saja melakukan penawaran sebagai rasa bersalahnya. Yang belakangan sering mengabaikan kekasihnya ini.
Selanjutnya, suara kekehan pelan merespon tawarannya tersebut "Kau tahu jika aku tidak akan mungkin menolaknya, makanya membuat penawaran demikian, heum?" Klik!
Belum sempat Mila menjawab sanggahan Kevin, namun suara sambungan terputus sudah melanjutkannya saja. Dasar lelaki itu! Ia menggeleng kepala heran disertai tawa ringan yang tersemat dibibir cherrynya.
![](https://img.wattpad.com/cover/84699357-288-k970067.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU
FanfictionCinta yang besar membuatnya bertahan pada sebuah kata "Kesetiaan", namun bagaimana saat (terpaksa) kesetiaan itulah dipertanyakan? -Louisa Mila Calysta - Kesetiaan hanya akan membawamu pada kesengsaraan, sedang mencintai adalah anugerah. Tapi cin...