Pagi itu, Mila membuka matanya perlahan, dan melihat ruangan besar tempat dirinya sekarang ini berada. Tempat asing yang belum pernah ia datangi sebelumnya. Mila yakin ada kesalahan di penglihatanya, dan saat ia akan mengusap matanya yang terasa lengket, pergerakannya terhenti karena tangannya terikat pada sebuah kursi kantoran yang sudah usang dan berdebu.
"Ini dimana?"
Mila merasakan kepalanya terus berdenyut dan tubuhnya semakin lemas. Seingatnya kemarin saat terakhir ia keluar dari kiliniknya dan menguhubungi Kevin. Menuju apartemant, masih mengendarai mobilnya secara normal. Kalau pun ia mengalami kecelakaan tapi kenapa ia berada disini? Apa ada seseorang yang sudah menyelamatkannya atau...
Ruangan berwarna semen itu diterangi oleh cahaya pagi yang masuk dari ventilasi udara, sehingga membuat tempat itu menjadi cukup terang. Tempat ini lebih tepat disebut sebagai gudang karena debu yang menempel di lantai amat jelas terlihat. Bahkan Mila bisa melihat bekas jejak sepatu yang berbeda di lantai itu.
KRIEEETTTT
Pintu yang berada dipojok ruangan itu terbuka, menampilkan sosok pria berbadan tegap berjalan menghampirinya saat ini. Namun ia tak bisa melihat dengan jelas wajah pria tersebut karena cahaya matahari yang masuk dari celah ventilasi itu membelakangi sosok pria itu.
Belum lagi penglihatannya yang sedikit mengabur akibat denyutan dikepalanya yang semakin menjadi.
Apa mungkin sebelum ini aku sudah terbentur dengan keras? Rasanya sakit sekali yang Tuhan...
"Apa kau yang sudah menolongku? Apa yang sebenarnya terjadi denganku, Tuan"
Pria yang berada dihadapan Mila pun duduk berjongkok mensejajarkan tubuhnya pada Mila yang saat ini terduduk lemah diatas kursi kantorang yang usang dan berdebu.
Pria itu tersenyum mengejek pada Mila, namun sayang Mila tak bisa melihatnya karena sebagian wajah pria itu ditutupi oleh masker hitam.
"Apa benturan dikepalamu terlalu keras sehingga kau tidak bisa menyadari jika saat ini kau tengah menjadi tawananku?"
Pertanyaan dari pria itu pun berhasil membuat Mila tersentak, sikap tenangnya berubah menjadikan kepanikan yang luar biasa. Manakala otaknya langsung bereaksi dan menyadari ikatan tali pada tangannya yang begitu kencang dan menyakitkan.
"Tawanan?"
Rasanya ada yang salah disini. Kemungkinan terbesar pria ini hanya ingin mempermainkannya saja mengingat di zaman sekarang sudah banyak orang yang bertindak nekat demi kebutuhan hidupnya. Bukan tidak mungkin juga, jika awalnya ia berniat menolong Mila dan justru berbalik untuk menjadikan Mila tawanan guna mendapatkan uang sebanyak yang ia mau bukan?
Akhirnya pikiran Mila berkelana entah kemana. Dengan mata yang terus menatap takut pria tegap didepannya.
"Kau tidak perlu takut, Sayang. Dan jangan memadangku seakan - akan kau ingin membunuhku saat ini juga..." ucap pria itu dengan tawa nyaring memenuhi ruangan. Lagi, Mila terkesiap dengan kata - kata yang terkesan santai dari pria itu.
Terlalu banyak cacian yang ingin dilontarkan Mila pada pria yang berada dihapannya. Namun mengingat kondisi dirinya saat ini, sangatlah beresiko untuk mewujudkannya.
Tak berselang lama, pria itu menghentikan tawanya dan mengambil ponsel dari saku jas yang dikenakannya. Ia menggerakan ibu jarinya pada layar ponsel tersebut dengan setelahnya menempelkan ditelinga kirinya.
"Hallo..."
Mila dapat mendengar suara yang begitu ia kenal saat pria itu men-loudspeaker panggilannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU
Hayran KurguCinta yang besar membuatnya bertahan pada sebuah kata "Kesetiaan", namun bagaimana saat (terpaksa) kesetiaan itulah dipertanyakan? -Louisa Mila Calysta - Kesetiaan hanya akan membawamu pada kesengsaraan, sedang mencintai adalah anugerah. Tapi cin...