Seperti biasa, sebelum mengakhiri jam tugasnya Mila kembali berkeliling untuk memeriksakan keadaan pasien yang ia tangani. Terlebih untuk melihat emely, si pasien cantik yang menggemaskan itu.
"Aku senang karena kesehatanmu terus mengalami peningkatan" Mila menunduk seraya mengacak pelan puncak kepala Emely.
"Tapi aku tidak" ucap Emely, mila menatapnya bingung dan berjongkok didahapan gadis itu yang kini duduk dikursi rodanya.
"Kenapa emely? Harusnya kau senang itu bearti kau tidak perlu lagi keluar masuk rumah sakit bukan"
"Itu sama saja aku kehilangan Dokter bidadari dan aku tidak suka itu... " ucap Emely lirih dan seketika itu juga ia menerjangi Mila dengan pelukan eratnya. Pelukan yang memang mengisyaratkan bahwa dirinya takut kehilangan Mila.
Mila membalas pelukan emely seraya mengusap sayang punggung gadis itu.
"Kau masih bisa mengunjungiku kapan pun kau mau" Mila merenggangkan pelukannya dan menatap lekat emely.
"Atau jika kamu mau, aku akan sering mengunjungimu dirumah jadi kita bisa terus menghabiskan waktu sama - sama, setuju?"
Janji kelingking. Dan sebuah kepercayaan mengembangkan senyum indahnya diwajah cantik Emely.
"Hmmm, promise?"
"Yes, I'm promise... "
🍁🍁🍁
Mila menyusuri koridor rumah sakit dengan langkah cepat, sesekali arloji berwarna gold yang melingkar dipergelangan tangannya menjadi perhatiannya.
Bip... Bip... Bip...
Hingga detik berikutnya, notifikasi sebuah pesan membuatnya segera membuka ponsel yang ada disaku jas putihnya.
Mila mendesah pelan, membalas pesan singkat yang masuk kemudian kembali memasukan ponsel pintarnya itu kedalam saku jasnya.
Tiba disalah satu ruang rawat inap terakhir, Mila disambut senyum hangat seorang perempuan cantik dihadapannya, namun semburat kecemasan itu tak bisa hilang dari raut wajahnya.
"Dokter dia belum juga siuman..."
Anelise, perempuan itu tak bisa tenang. Bahkan saat melihat wajah Mila pun ia hampir berteriak karena cemasnya. Astaga, yang berbaring disana hanya sahabatnya tapi kecemasannya mengalahkan Galang, sang tunangan yang kini tengah keluar untuk menyelesaikan urusannya.
"Tidak perlu khawatir, itu hanya pengaruh obat yang diberikan padanya. Tak lama lagi ia akan segera siuman..."
Mila melepaskan stesthoscope ditelinganya, lalu tersenyum tenang menatap Anelise. Karena memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi dari pasiennya tersebut, meski beberapa waktu yang lalu sempat dalam kondisi kritis.
"Ahh.... sykurlah Dokter, aku sungguh mencemaskan anak menyebalkan ini" ucap Anelise.
"Apa orang tuanya sudah tahu...?" tanya Mila tanpa melihat Anelise sebab ia kembali memastikan dan memeriksa keadaan pasieenya.
"Tidak Dok.." jawab Anelise singkat.
Mila menatap heran Anelise, bagaimana bisa kondisi yang bisa dikatakan cukup membahayakan anaknya seperti ini tidak diberitahukan pada orang tuanya.
"Kevin tinggal sendiri Dok, karena orang tuanya sudah meninggal sejak ia masih kecil. Dan hanya aku dan Galang - lah yang menjadi keluarga satu - satunya" tukas Anelise seolah telah menduga apa yang ada dipikiran Dokter cantik itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU
FanfictionCinta yang besar membuatnya bertahan pada sebuah kata "Kesetiaan", namun bagaimana saat (terpaksa) kesetiaan itulah dipertanyakan? -Louisa Mila Calysta - Kesetiaan hanya akan membawamu pada kesengsaraan, sedang mencintai adalah anugerah. Tapi cin...