"Aku harus pergi besok..."
Pernyataan itu membuat Mila terkejut, namun ia tidak menunjukkanya. Mila hanya bertanya pelan, "Berapa lama kau akan pergi?"
"Hingga satu minggu kedepan. Aku sudah berjanji akan menghadiri penandatanganan kontrak kerjasama itu. Galang tidak akan pernah diam ketika tahu aku mangkir dari persetujuan yang sudah aku buat dengannya beberapa waktu lalu."
Mila tersenyum kecil. Ia mengikat rambutnya tinggi hingga membentuk cepolan diatas kepala, "Galang dan sikap egoisnya" jawabnya meninggikan bahu.
Mengenyahkan segala perasaan, Mila menyibukkan diri dengan membereskan beberapa tumpukan pakaian kotor kedalam container yang tersedia dipojok ruangan.
"I know."
Kevin tertawa sambil berjalan kearah Mila lalu mengacak - acak puncak rambut istrinya dengan gemas. "Aku selalu bilang untuk tidak pernah menyimpan pendapatmu bukan? Tukang ngambek."
"Dear!" tegur Mila ketika Kevin mengambil alih tumpukan pakaian kotor ditangannya dan melemparnya kesembarang arah dilantai. Kemudian beralih menatap Kevin dengan sorot memperingatkan.
Kevin tertawa seraya menarik pinggang ramping Mila dan mengurungnya dengan kedua tangan yang ia tautkan dibelakang punggung wanita itu.
"Aku lebih suka marahmu daripada harus melihatmu diam terus menerus tanpa mengatakan apapun. Wajahmu tidak akan seperti ini rupanya untuk hal, pakaian kotor saja 'kan?"
"Tapi kau menghambat pekerjaanku, Dear..." Mila menekankan setiap ucapannya yang terdengar seperti rengekan ditelinga Kevin.
"Baiklah...", seolah pasrah lelaki itu melepaskan pelukannya ditubuh Mila. Dan membiarkan Mila keluar dengan dirinya mengekor dibelakang Mila.
"Kita sudah pernah membicarakan soal ini sebelumnya, dan kau... Tak pernah mempertanyakan tentang pekerjaanku di New York?"
Sebenarnya rasa gelisah itu sudah dirasakan Mila beberapa hari belakangan. Hanya sedikit mengungkit masalah pekerjaan saja, emosi Mila sudah berhasil meledak-ledak seperti sekarang. Walaupun Mila tidak pernah menunjukkanya secara benar, tapi Kevin sudah bisa menyadari perubahan sikap itu.
Mau bagaimana lagi? Pilihannya hanya satu. Jujur. Jika ada pilihan lain, berbohong hanya akan membuat Kevin berakhir tidur diteras rumah ditemani jamahan nyamuk, yang sudah pasti membuatnya mendesah karena gatal bukan karena nikmat.
"Kau ingin aku seperti apa? Mengatakan : Oh, Dear! Kau tidak boleh pergi, tetaplah disini denganku karena aku tidak bisa hidup tanpamu" sungut Mila mendramatisir dengan raut yang ia buat menderita sedemikian rupa.
Kevin juga sangat sangsi, sampai mimi perih berubah menjadi sapi perah pun Mila tidak akan mungkin mengatakan itu. Sementara sebagai penganut kesetaraan gender ia sudah membuktikan bagaimana kesuksesan karir istrinya yang mumpuni bisa menyaingi dirinya.
"Kalau begitu ikutlah denganku..." secepat itu Kevin mengatakan Mila tetap saja bergeming ditempatnya menuju dapur.
Disana asisten rumah tangga sedang menyiapkan sarapan untuk mereka. Segera saja meninggalkan dapur ketika Mila memberi intruksi untuk pergi. "Aku memiliki tanggung jawab disini. Rumah sakit membutuhkan diriku..." cetus Mila tanpa menatap wajah Kevin.
"Rumah sakit sebesar itu sangat tidak mungkin jika hanya memiliki satu Dokter kepercayaan. Kau bukan satu-satunya Dokter yang bekerja disana, Angel..."
"Sama sepertimu, aku pun sudah memiliki perjanjian dengan para pasienku untuk menangani langsung perihal kesehatan mereka. Jadi kita sama 'kan?"
Kevin semakin bingung dengan arah pembicaraan mereka. Yang jika dipahami secara mendalam perbincangan ini hanya akan berakhir pada pertengkaran.
Tentu yang semakin membuat Kevin tidak mengerti apa yanh sebenarnya Mila permasalahkan sementara ia sendiri merasa sudah memiliki kesibukan yang harus diselesaikan ketika Kevin sudah berusaha membujuknya untuk ikut dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR YOU
ФанфикCinta yang besar membuatnya bertahan pada sebuah kata "Kesetiaan", namun bagaimana saat (terpaksa) kesetiaan itulah dipertanyakan? -Louisa Mila Calysta - Kesetiaan hanya akan membawamu pada kesengsaraan, sedang mencintai adalah anugerah. Tapi cin...