Cinta yang besar membuatnya bertahan pada sebuah kata "Kesetiaan", namun bagaimana saat (terpaksa) kesetiaan itulah dipertanyakan?
-Louisa Mila Calysta -
Kesetiaan hanya akan membawamu pada kesengsaraan, sedang mencintai adalah anugerah. Tapi cin...
Kevin mengusap kedua kelopak matanya dengan ibu jari dan tulunjuk. Tatapan Kevin turun kesudut meja kerjanya lalu kembali naik ke atas memandang Deva yang berdiri membacakan jadwal Kevin selama satu minggu kedepan. Tapi Kevin sama sekali tidak berkonsentrasi. Jika diteruskan seperti ini, dirinya akan jatuh bangkrut semata - mata hanya karena pikirannya dipenuhi oleh hal lain.
".... nanti siang?" tanya Deva. "... Pak?"
Bibir Deva dirapatkan dan ia memandang Kevin dengan lelah. Saat itulah Kevin menyadari bahwa Deva sedang menanyakan sesuatu dengannya.
"Ya... Apa?" gumam Kevin.
Sebuah desahan kecil diberikan oleh Deva sekali ketika Deva mendelik kearahnya.
"Apa bapak ingin mereservasi tempat makan siang nanti? tanya Deva sekali lagi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(DEVA)
Kening Kevin berkerut dalam berusaha mereka-reka apa yang sedang Deva tanyakan. Saat Kevin kesulitan untuk menebak Deva menyilangkan kedua tangannya didepan dada serta memindahkan berat badannya pada satu kaki.
"Makan siang Anda dan Istri, Pak" ucap Deva sedikit kesal.
Kevin menegakkan tubuhnya dan berdehem kecil. Kedua tangannya bertemu diatas meja kerja dengan sebuah senyum kaku dibibir.
"Mila sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan. Jadi kami tidak memiliki waktu untuk makan siang bersama, Deva"
Deva mengangguk, namun ia ragu jika apa yang Kevin ucapkan barusan bukan semata-mata alibi untuk mentupi sesuatu yang sebenarnya terjadi. "Maaf Pak, tapi biasanya istri Anda selalu menyempatkan diri walau untuk sekedar mengantarkan, makan siang saja?"
Kali ini, Kevin langsung mengerti apa yang Deva maksudkan. Seisi gedung ini pun sangat paham jika setiap harinya Kevin selalu menghabiskan waktu makan siang bersama Mila, bahkan tak jarang ketika Mila tengah disibukkan urusannya pekerjaannya di Rumah Sakit. Wanita itu masih menyempatkan diri untuk mengantarkan makanan, walaupun hanya melalui jasa ojek online.
Kevin tidak begitu menyukai cara Deva melontarkan pertanyaannya, terlebih lagi saat tatapan Deva terasa lebih mengintimidasi untuk sebuah jawaban.
"Apa masih ada hal lain yang ingin kau sampaikan, Deva?" Kevin menyandarkan tubuhnya. Dengan siku bertopang pada sandaran kursi dan kelima jari tangannya saling bertemu didepan dada. "Dan sepertinya kau lebih baik mengurus keberangkatan kita besok pagi... "
"Maafkan saya, Pak" Kevin merespon lama setelah Deva meliriknya dari balik kaca mata yang ia kenakan.
"Pergilah" Tidak ingin memperpanjang topik ini sedikit pun, Kevin mengibaskan tangannya. Dari bentuk bibir Kevin, Deva tahu lelaki itu kesal karena Kevin tidak menanggapi permintaan maafnya.