VOTE
VOTE
COMENT
COMENT
JANGAN ADA SIDER DIANTARA KITA!!😘
Setelah menekan bel beberapa kali akhirnya pintunya di buka juga.
David keluar dengan wajah yang sangat berantakan, matanya memerah dan berkantung, pakaian lusuh, rambutnya tidak beraturan, bisa dibilang lebih buruk dari pengamen jalanan .Matanya sedikit berbinar ketika melihat diriku.
Sudah empat hari aku meninggalkannya, hari Ini aku datang untuk membicarakan masalah kami, tapi setelah melihatnya seperti ini aku jadi mengurungkan niatku.
"Boleh aku masuk?" Tanyaku,
David sedikit menyingkir dari pintu memberi jalan untuk ku
Aku masuk dan langsung menuju ruang tengah, lalu duduk di sofa.
David menghampiri ku dan duduk di sebelahku. Mataku menyisir semua yang ada di sana, sofanya, hiasan dinding, foto-foto yang terpajang, dan beberapa hiasan kristal yang ada di dalam lemari panjangan"Aku mungkin rela membagi semua yang ada dirumah ini, Tapi Dave..."
Mataku kembali menatap wajah David
"Aku gak akan pernah sanggup membagi kamu pada orang lain" lanjutku, "jadi mungkin cara yang terbaik adalah dengan melepaskan mu"
Tenggorokan ku kering, dan aku rasa masih banyak yang harus kami bicarakan, aku butuh minuman.
"Aku mau ambil minum di dapur" ujarku, seraya berjalan ke dapur
Rasanya miris ketika melihat dapur ku sudah berubah menjadi tempat penampungan sampah botol botol anggur dan kemasan kemasan mie instan.
Apa selama empat hari ini, David selalu makan mie instan. Ya Tuhan maafkan aku.
Aku membuka kulkas, menemukan sebuah mangkuk besar lalu mengeluarkan. Mangkuk besar berisi manisan empat hari yang lalu yang belum sempat aku makan, manisan yang David bawakan.
Manisan Buahnya enak, Thank you, Dav.
Aku benci mengingat pesan dari Tifanny, bahkan aku membenci diriku sendiri karena sudah mengenal wanita itu.
Lagi lagi aku kembali terisak, tubuhku merosot membuat ku terduduk di lantai, aku memeluk lutut ku sambil membenamkan wajahku disana.
Rasanya sakit sekali.
Tiba-tiba saja aku merasakan seseorang membekap tubuhku, aku mendongak, mendapatkan David sudah ada di hadapanku, refleks aku mendorong tubuhnya membuat dia sedikit tersungkur.
David menatapku lekat, matanya yang merah seperti menyimpan luka mendalam, membuat hatiku dipenuhi ribuan penyesalan.
"Grace..." Panggilnya
Aku merangkak mendekat kearahnya, berusaha untuk menangkup wajah David
"David, tolong bantu aku!" Mohonku "aku mau kamu jujur, aku gak mau buat kesalahan dalam hubungan kita, if you Love me, Please ..."
Dia diam, mengalihkan pandangannya ke objek lain, yang jelas bukan menatapku.
Bukannya menjawab pertanyaan ku, David malah berdiri dan pergi meninggalkan aku
Benarkah semuanya berakhir seperti ini?
Kepalaku terasa berdenyut-denyut tak karuan, aku berdiri dengan tertatih dan berjalan menuju ruang tengah dengan berpegangan pada dinding-dinding rumah
"Hmmp.." perutku mual, rasanya seperti ingin muntah.
Aku mempercepat langkahku, tapi bukan menuju ke ruang tengah melainkan ke kamar mandi.
"Hmmuek..." Suara menjijikkan itu keluar bersamaan dengan makanan yang ada dalam perutku, tubuhku menjadi lemas, mataku mulai berkaca-kaca menahan rasa nyeri di perut.
"Mhhhm..." Aku kembali merintih, ketika merasakan dorongan dari perutku datang lagi.
"Huekk..."
"Kita ke dokter, Grace!" Ujar David yang tiba-tiba saja sudah ada di sampingku, dia merapihkan rambutku dan bantu memijit tengkukku
Rasanya lumayan lega begitu aku sudah mengeluarkan semuanya.
aku membasuh wajahku lalu mengeringkannya dengan tissueAku berbalik menghadap David, mendorongnya agar menjauh dariku
"Minggir!"
Aku masuk ke kamar, mengambil dompet dan ponselku yang dari kemarin tertinggal, dan mengepak beberapa pakaian.
"GAK ADA YANG BOLEH PERGI!"
Teriakan keras membuat aku menoleh ke arah sumber suara itu, David sudah berdiri di depan pintu kamar dengan tatapan nyalang,
Aku memberontak kasar ketika David mencoba merampas tas dan menghalangiku keluar dari kamar
"Dave, Lepas"
David menatapku lekat, penuh perasaan.
"Grace, don't leave me, Please"
"I Can't" aku menggeleng "it's impossible"
Apakah sesulit itu untuk berkata jujur? Bukannya semua orang bilang lidah itu tak bertulang, aku hanya ingin tau, jika benar aku mau dia akui segalanya, tapi jika tidak jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tapi David tidak seperti itu.
"Biarkan aku pergi"
David menggeleng pelan
"No! No!" Cengkraman tangannya semakin kuat, dan menyakitkan"Bahkan kamu lupa cara memperlakukan wanita dengan benar, Dave" ucapku sinis
Tatapannya beralih ke pergelangan tanganku yang sedang di cengkramnya, dia menatapku dengan tatapan bersalah ketika melihat tanganku memerah dan langsung melepaskan cengkraman tangannya
Aku menatapnya memohon
"Aku cuma mau menenangkan pikiran, Please.."David diam tidak lagi menolak, dengan perlahan dia menyingkir dari pintu, memberikan jalan untukku. Dengan langkah yang lambat aku pergi meninggalkannya, meninggalkan David-ku yang kacau balau.
Jaguar hitam masih terparkir di pinggir jalan dekat gedung apartemenku, mobil yang sama dengan yang mengantarkan aku tadi.
Seseorang keluar dari mobil itu, dan berjalan menghampiriku
"Kenapa masih disini?" Tanyaku, begitu kami sudah saling bertatapan
"Feeling ku ternyata benar" katanya sambil mengambil tas jinjing dari tanganku "ayo pulang!"
Dia berjalan mendahuluiku masuk ke mobil.
"Ed, lebih baik jika aku menyewa apartemen" ucapku ketika mobilnya sudah melaju.
"Kamu bisa tinggal dirumah ku, Revanno pasti senang"
"Aku gak bisa, kita seperti ini saja sudah sebuah kesalahan, gimana kalau sampai kita benar-benar tinggal bersama? Maaf aku gak bisa, Ed"
Edmund menghela nafas pelan
"Yaudah aku bantu cari apartemennya"
"Thanks"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Know I Luv You
Roman d'amourPERHATIAN!!! KONTEN 18++ Ketika yang putih berhasil kau rubah menjadi kelabu, aku hanya ingin kesediaan mu untuk memperbaikinya. Tapi kau tidak begitu... Aku menyerah. Pergi dan mencari Cinta yang lain.