Musim dingin (1)

16.9K 501 19
                                    

VOTE

COMENT

COMENT

COMENT

JANGAN ADA SIDER DIANTARA KITA

Sepi. Hari hariku semakin sunyi semenjak aku memutuskan untuk tinggal seorang diri, di sebuah Flat. Edmund tidak jadi menyewakan apartemen untukku dia malah menyuruhku untuk menempati Flatnya yang kosong, selain itu dia juga menyewakan Pembantu rumah tangga, lokasinya lumayan jauh dari apartemennya David tapi cukup dekat dengan rumahnya Edmund.

Aku masih belum memikirkan untuk kelanjutan hubungan pernikahanku, walaupun sebenarnya aku yakin keluarga besar David pasti akan senang sekali, apalagi Mami, dia pasti bahagia jika mengetahui David akan segera memiliki keturunan walaupun bukan dariku.

Percuma saja aku menghiasi pikiran bahwa anak Tifanny bukanlah anak David untuk melindungi hatiku dari rasa kecewa yang teramat dalam, tapi Nyatanya suamiku sendiri tetap bungkam, dia tidak membantah tuduhanku.

Dari semua hal yang membuatku sakit hati yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa David tidak lagi perduli padaku, dia bahkan tidak menghubungiku sejak pertemuan terakhir kami satu Minggu yang lalu.

Suara ketukan pintu mengusik waktu merenungku. "Iya, masuk"

Suara pintu dibuka  menampilkan raut wajah berbinar dari Bibi Thelma
"Non Grace, Pak Edmund datang" serunya antusias

Edmund memang sering sekali datang mengunjungiku, mungkin dalam sehari bisa sampai 3 kali. Pagi, siang, malam.

"Nanti aku keluar, Bi" Bibi Thelma mengangguk pelan lalu pergi

Aku melihat cermin sebentar sebelum keluar menemui Edmund, memoles lipstik merah dibibir pucatku karena kesehatan ku akhir-akhir ini memang kurang baik, jika Edmund tau dia pasti cerewet sekali untuk memintaku ke dokter.

"Ed.." Edmund menoleh kearah ku "antar aku ke apotek, Mau?"

Bukannya menjawab dia malah berlari ke arah ku, "masih sakit?" Tanyanya mulai khawatir, aku memang sempat pingsan dua hari yang lalu karena tidak tahan menahan rasa sakit di perut akibat menstruasi, hal ini memang biasa terjadi tapi mungkin karena terlalu banyak pikiran hormon dalam diriku jadi terganggu akibatnya.

"Aku mau beli vitamin C dan madu, kamu jangan khawatir"

Edmund tersenyum puas

"Terus abis itu aku juga mau Pergi lagi" perlahan senyumnya hilang, digantikan kerutan di keningnya, "kemana?"

"Kerumah Ibu mertuaku"

"Oh..." ditanggapi dingin oleh Edmund "mau ngapain kamu? mau bahas perceraian sama laki-laki brengsek itu?" Tanyanya sinis

"Jaga ucapan kamu!" Bentakku yang langsung mampu membulatkan kedua mata Edmund "aku gak akan menceraikan David sampai tau apa yang sebenarnya terjadi, kamu emang udah banyak bantu aku tapi itu gak buat kamu berhak untuk ikut campur urusan pernikahan aku. Maaf karena aku udah banyak nyusahin kamu, dan makasih untuk semuanya"

Tanpa menunggu balasan dari Edmund, aku langsung masuk ke kamar, merapihkan barang barang ku ke dalam tas.

"Gracia, Please!" Edmund masuk ke kamarku yang memang tidak dikunci

"I'm sorry, kamu benar aku emang gak berhak ikut campur dalam masalah pernikahan Kamu, tapi aku gak bisa biarin orang yang aku sayang di sakiti sama orang lain, aku gak mau itu terjadi lagi" aku terkejut karena tiba-tiba Edmund berlutut di hadapan ku

"Wakeup!" Dia bergeming "Edmund, tolong jangan seperti ini" aku menunduk meraih tangannya agar kembali berdiri

Aku aku akui, aku memang sedikit berlebihan dalam menanggapi ucapan Edmund tadi aku memang sangat sensitif kalau di singgung mengenai masalah pernikahanku

"Gracia!" Edmund menatapku tajam, perlahan-lahan dia mulai berdiri "jangan bergerak! Diam disitu!" Ujarnya panik

"Edmund ada apa?" Tanyaku, ikut panik

"Ayo!" Edmund menuntun tubuhku ke kasur mendudukanku di tepi ranjang "Gracia, lihat aku! Jangan lihat kemanapun lagi" tangannya mengusap lembut wajahku tapi tatapan matanya menyorot kekhawatiran

"Edmund jangan begini! Aku takut"

"Tunggu disini!" Edmund keluar dengan tergesa-gesa dari kamarku

Kurasakan Nafasku mulai tidak beraturan, aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya, kepalaku berdenyut denyut, perutku rasanya seperti terkoyak koyak, ini sakit sekali

"Ed-munhh" lirihku, Edmund segera kembali dengan membawa kunci mobilnya

"Sakittthh sekali, Ed" rintihku, rasa sakitnya semakin menjadi jadi, kepalaku semakin berdenyut-denyut tidak karuan aku mencengkeram kuat tangannya berusaha menyalurkan rasa sakit yang teramat besar ini.

Lama kelamaan penglihatan ku seperti terhalang oleh bercak bercak hitam, yang semakin lama semakin banyak, kurasakan tubuhku melayang, Edmund menggendongku, aku melingkarkan tangan dilehernya

Dia berjalan dengan cepat namun tetap berusaha tenang, aku bisa lihat Bibi Thelma mengikuti kami dari belakang,  wajahnya tidak kalah panik dari Edmund.
Bibi Thelma membukakan pintu mobil untukku, kemudian Edmund menurunkan tubuhku dengan hati hati
Di bangku penumpang, dia memutar masuk ke mobil dan segera menyalakan mesinnya dan pergi.

Dengan sisa tenaga yang ada Aku menoleh kearahnya, aku sedikit terkejut melihat noda merah di lengan kemejanya yang tadi dia gunakan untuk menggendong ku

Tatapanku beralih ke bagian tubuhku sendiri, aku terkejut menyadari  bagian bawah dress putih yang kupakai sudah berubah warna menjadi merah,  ku singkap dress selutut itu keatas memperlihatkan celana dalam dan pahaku dan saat itulah semuanya semakin jelas...

Pangkal pahaku sudah di penuhi darah segar yang kini mengalir sampai betis.
Aku bergerak risau menyadari rasa sakitnya semakin menyiksa

"Gracia, tenang okey!" Seolah tau kekhawatiran ku Edmund  menggenggam erat tanganku

"Edmund aku kenapa?"

"It's okey!"

"Beritahu David, Ed!"

"NO!" Sentak Edmund

"Please, Ed. I need him!" Mataku mulai berair karena rasa sakitnya semakin kuat, Edmund langsung menatapku miris "jangan banyak bicara, jangan banyak berpikir, dan jangan bergerak, kamu ini sedang....pendarahan"

Tidak, ini tidak mungkin! Ini hanya darah menstruasi...

Yeayyyy ...

Gimana? Gimana? Udah ngerasa enakan?

Atau masih penasaran?

Ditunggu ya...

I Know I Luv YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang