Tell me what you like yeah tell me what you don’t
I could be your Buzz Lightyear, fly across the globe
I don’t ever wanna fight yeah, you already know
Imma make you shine bright like you’re laying in the snow
Girlfriend, girlfriend, you could be my girlfriend
You could be my girlfriend until the w-w-world ends●●●
"Hey babe, wajahmu tampak pucat sekali. Are you okay?" Tanya seorang lelaki dibalik monitor laptop ku.
"Tidak. Itu hanya perasaanmu saja."
"Sudah makan?"
Aku mengagguk.
"Kau tak berbohong padaku kan?" Tanyanya memastikan.
Aku tersenyum getir.
"Jangan bawel, sampai bertemu satu bulan lagi, bodoh" kataku lalu memutus sambungan skype ku dengan Justin, sahabatku.
Dia adalah seorang penyanyi terkenal. Kami sudah berteman selama 3 tahun. Aku ingat sekali bagaimana awal pertemuan kami. Saat itu aku sedang memilih-milih gaun untuk prom night di sebuah pertokoan pinggir jalan. Tiba-tiba Justin yang sedang dikejar-kejar penggemarnya masuk toko itu dan menubruk tubuhku kencang. Semua akses pintu menuju toko gaun ini langsung ditutup oleh para bodyguard Justin, jadilah aku yang kebetulan berada di dalam toko itu sendirian terkurung bersama Justin selama hampir 5 jam karena penggemar fanatiknya nampaknya tak ada niatan sedikitpun untuk meninggalkan toko ini. Akhirnya, aku diajak Justin untuk menyelinap keluar lewat jalan pintas toko ini dan Justin mengantarku pulang. Kukira, itu adalah pertemuan pertama dan terakhirku bersama Justin, tanpa diduga keesokan harinya sebuah paket barang datang ke rumahku. Aku kaget bukan main ketika ternyata di dalamnya adalah sebuah gaun cantik yang mewah. Bersama lipatan gaun itu terselip sebuah surat.
Aku sungguh menyesal atas kejadian yang menimpamu kemarin. Gara-gara aku, kau jadi tak sempat membeli gaun untuk prom night mu. Sebagai permintaan maaf, aku belikan sebuah gaun untukmu. Semoga kau menyukainya.
Justin
Aku menangis bahagia dan sejak saat itu aku dan Justin menjadi sepasang sahabat dekat.
Omong-omong, aku memang berbohong pada Justin. Hari ini rasanya badanku remuk sekali. Sepertinya aku kelelahan karena kemarin aku pulang larut malam untuk menyelesaikan pekerjaan di kantorku. Akibatnya saat ini aku hanya bisa meringkuk lemas di sofa depan televisiku. Biasanya, aku akan segera menelepon Justin disaat seperti ini. Pasti dia langsung datang dan merawatku sampai sembuh. Sayangnya, saat ini Justin sedang menyelesaikan rangkaian tur dunianya untuk mempromosikan album terbarunya. Aku tak ingin dia khawatir kalau aku beritahu bahwa aku memang sakit. Jadi aku terpaksa berbohong padanya. Kulirik jam yang menggantung di dindingku, pukul 19.00, sudah waktunya aku untuk makan malam, pantas saja perutku sudah berbunyi. Tapi rasanya badanku lemas sekali, untuk menggerakannya saja aku tak kuasa. Jadilah aku menahan laparku sampai aku tertidur.
Keesokan harinya, aku terbangun. Namun seingatku semalam aku tertidur di sofa, tapi kini aku sudah berada di kamarku. Aku mengerutkan keningku, siapa yang membawaku kesini? Tiba-tiba aroma sup yang datangnya dari dapur menusuk indra penciumanku. Hal ini membuatku semakin heran. Baru saja aku hendak mengeceknya, dihadapanku sudah berdiri seorang pria bermata coklat madu dengan membawa nampan berisi sup hangat dan segelas susu.
"Astaga, Justin?!"
"Good morning, sweetheart." Justin tersenyum lembut lalu menaruh nampannya di nakas sebelah kasurku. Lalu dia memposisikan dirinya duduk disampingku.
"Sedang apa kau disini? Seharusnya kan sekarang kau di Italia!" Sergahku
"Mengapa kau berbohong padaku?" Justin berbalik tanya padaku dengan tatapan kecewa.
"Berbohong apa?"
"Kau sakit! Jelas-jelas kau sakit. Suhu tubuhmu panas sekali. Dan bodohnya kau malah tidur di sofa. Untung aku datang dan memindahkanmu ke kamar yah meskipun aku sedikit kesulitan karena nampaknya berat badanmu bertambah." Dia terkekeh.
Sialan. Aku mencubit lengannya keras.
"Jadi ceritakan sekarang juga mengapa kau berada disini."
Justin merapatkan tubuhnya padaku. Lalu dia menatapku intens. Dia mengelus rambutku dan menyelipkanya dibelakang telingaku.
"Dengar ya, sejak terakhir kali kita skype an kemarin aku tahu kau sedang sakit. Aku bisa melihat itu dari matamu, layar laptop tak bisa membohongiku sama sekali. Tapi kau megatakan kau baik-baik saja. Aku mencoba mempercayai perkataanmu dan menepis segala pemikiranku. Nyatanya, aku semakin khawatir saja, perasaanku gelisah dan terus memikirkanmu. Aku bahkan tak bisa fokus untuk menyanyi. Akhirnya aku meminta konsernya ditunda. Dan malam itu juga aku berangkat kesini, menemuimu."
"Bodoh, mengapa kau menunda konsernya? Penggemarmu akan kecewa berat! Dan tentunya akan banyak pemberitaan miring tentang dirimu nantinya." Sergahku.
"Tidak. Penggemarku begitu setia padaku. Aku yakin mereka bisa memaklumi. Mengenai pemberitaan miring, aku tak peduli sama sekali. Yang aku pikirkan hanya kau. Aku ingin merawat orang yang paling aku sayangi." Lalu Justin memelukku erat sekali.
Saat seperti ini adalah saat yang paling aku suka. Berada di pelukan Justin, mencium aroma tubuhnya, bermain dengan rambutnya, oh aku sungguh merindukkan pria ini. Dan ya tentu aku begitu terharu mendengar semua penjelasannya tadi sampai-sampai aku menitihkan air mata. Ternyata Justin benar-benar menyayangi diriku, sahabatnya.
"Shh, kenapa kau menangis? Ada yang sakit? Mana? Akan akan telepon ambulan sekarang." Wajahnya tampak sangat khawatir, begitu tampan.
Aku tertawa keras.
"Aku tak apa-apa bodoh, aku hanya.......menyayangimu. sangat-sangat menyayangimu."
"Aku memang pantas disayang, kok" Justin memasang wajah imutnya, lalu aku mencubitnya keras sekali lagi.
"Mengapa kau hobi sekali mencubitku, huh? Untung aku sayang padamu, kalau tidak sudah ku laporkan pada pihak yang berwajib." Dia cemberut.
"Jangan berlebihan kamu."
"Sudah lebih baik kau makan. Nanti sup buatanku menjadi dingin dan tidak enak."
"Memang tidak enak."
"Cih, bisanya berbohong saja. Aku pernah membaca sendiri di diary mu bahwa makanan favoritmu adalah sup buatanku."
Wajahku memerah. Sejak kapan dia suka membaca diary ku?!
"Sudah tak usah malu begitu, aku suapin aja ya? Badanmu pasti masih lemas."
"Kau berlebihan. Aku bukan bayi. Biarkan aku terbiasa hidup tanpamu." Entah mengapa aku ingin berbicara seperti itu.
Justin terdiam sejenak nampak mencerna kata-kataku.
"Sayang? Makan ya? Aku sakit kalau kamu sakit." Ucapnya lembut sambil mengelus rambutku.
Sial dia memohon, dan itu adalah kelemahan terbesarku. Dia pun menyuapiku dengan penuh perhatian.
"Tunggu 20 menit ya. Aku akan membuatkamu air hangat untuk mandi agar badanmu terasa segar. Kau istirahat dulu saja. Aku menyayangimu."
Justin mengecup puncak keningku lembut. Dan sebelum Justin benar-benar lenyap dari pandanganku, dia mengatakan sesuatu yang membuat jantungku nyaris copot.
"Oh ya, mengenai perkataanmu tadi, sepertinya kau tak usah repot belajar untuk hidup tanpaku. Karena aku janji akan selalu berada di sampingmu sampai kapan pun. Aku kan calon suami mu bukan?" Ucap Justin enteng lalu memberi wink nya padaku. Sial. Dia memang pria idamanku.
So give me a chance, ‘cause you’re all I need girl
Spend a week with your boy I’ll be calling you my girlfriend
If I was your (If I was your man), I’d never leave you girlWHOAAA FINALLY I'M BACK setelah lupa password lol. Btw, ini hanya sebuah short story or cerpen or imagine or whatever u called it. Tapi, karena sebentar lagi liburan, I'm gonna make a new story yeay. Selamat membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
Justin Bieber As Your Boyfriend
FanfictionWhen you see him as a man, not as an idol. Ini adalah kumpulan fanfiction/imagine tentang Justin Bieber. Setiap cerita didasarkan pada salah satu judul lagu dari Justin. So yeah kamu yang senang berimajinasi harus membaca ini. Semoga kalian menyukai...