40. UwU

835 61 24
                                    

"Permisi suster Anne."

"Eh, Mbak [YN], tumben kesini malam-malam."

"Hehe iya nih, kata mamanya, Justin belum pulang."

"Ah, tadi saat hendak pulang tiba-tiba ada pasien masuk UGD Mbak, jadi dokter Justin menanganinya dulu."

"Ah begitu......"

Padahal, kamu dan Justin punya janji untuk dinner malam ini. Anniversarry kalian, yang ke-8 tahun.

"Mbaknya tunggu di ruangan dokter Justin aja, sepertinya tidak akan ada pasien lagi kok."

Kamu tersenyum pada suster Anne, kemudian pergi ke ruangan kekasihmu itu.

Tak berapa lama, Justin masuk ke ruangannya dengan wajah murung.

Dia terduduk lemas di kursinya kemudian memijat keningnya.

Sepertinya sesuatu yang tak bagus baru saja terjadi.

Dia bahkan tidak menyadari kehadiranmu.

"Jus-tin?" kamu menyapanya ragu.

"Eh, sayang? sejak kapan kamu di situ? Astaga maafin aku bener-bener gak sadar." Dia tampak kaget melihat kehadiranmu.

Kamu mengelus pundaknya yang masih berbalut jas dokter. "Ada yang ingin kau ceritakan?"

Wajahnya kembali muram, semakin muram. Lagi-lagi dia menggosok wajahnya frustasi.

"Aku gagal." ucapnya singkat, tapi sangat dimengerti olehmu.

Ini bukan pertama kalinya Justin seperti ini.

"Bukan salahmu, sudah takdirnya."

"Seharusnya aku berusaha lebih keras."

"Sayang, kamu udah ngelakuin yang terbaik...."

"No I didn't. If i do my best, that lil girl wouldn't die......"

Kamu membuang nafas kasar, sedikit membungkuk menyejajarkan wajahmu dengan Justin yang masih terduduk lemas di kursinya.

"Justin, look at me."

Justin menolak. Tapi kamu menarik pipinya, memaksa mata hazel brown nya beradu dengan mata deep blue milikmu.

Ada kesedihan yang sangat mendalam di matanya.

Kamu pun sebenarnya tak sampai hati melihat Justin yang hancur seperti ini.

Tapi kamu tak boleh sama hancurnya. Itu gunanya kamu. Saling menguatkan dikala salah satu dari kalian terpuruk.

"Stop blaming yourself. it was a destiny. Her destiny. No one can't beat God's destiny even the best of the best doctor in the world...... "

Justin menatapmu kemudian seketika badannya ambruk memelukmu.

Dia menangis.

Bukan, bukan berarti Justin adalah lelaki yang lemah.

Hanya saja Justin memiliki hati yang terlalu lembut.

Kamu saja bingung, bagaimana bisa seorang dokter menangis setiap kali melihat pasien nya meninggal?!

"Makasih."

"Feel better now Mr. Doctor?"

"Ayaiy captain! you know, your warm hug is the best cure for me." Justin tersenyum kemudian mengecup keningmu.

"Makasih." ucapnya lagi.

"Makasih lagi? enggak cape?"

"Tadi kan makasih untuk nenangin aku, kalo yang ini....."

Justin Bieber As Your BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang