Hubunganmu dan hubungannya memang telah berakhir.
Tapi tidak dengan perasaan diantara kalian berdua yang tak kunjung dan tak akan pernah usai.
Hari ini, kamu melewati rumah mewah yang terletak di tengah kota, siapapun pasti tahu siapa pemiliknya.
Rasa itu kembali setiap kali kamu melihat bangunan ini. Bagai pisau yang siap merobek kantung air matamu kapanpun.
*Flashback*
"Justin, Dad tak keberatan jika kau ikut serta menjadi donasi di panti asuhan itu. Tapi tidak dengan menjalin hubungan dengan salah satu diantara penghuninya."
"Dad--"
Kemudian ibunya Justin mengampirimu,memisahkan pautan tanganmu dan Justin, membelai rambutmu dengan enggan.
"Kalian terlalu berbeda, dear.Kau sendiri masih punya mata untuk melihatnya. Tak perlu aku perjelas bukan?" bisik ibu Justin tepat di telingamu.
"Apa yang kau harapkan dari anakku? apakah uang yang anakku donasikan untuk panti asuhanmu kurang? oh benar-benar tidak tahu diuntung orang miskin jaman sekarang."
Tangismu pecah saat itu juga. Membuat sekujur tubuhmu lemas dan kamu pergi tepat di detik itu juga.
Dan tentunya, bersumpah untuk tak akan menemui mereka lagi, dan Justin tentunya.
***
Hari ini bus kota sangat ramai. Lebih ramai dari biasanya sampai kamu tak kebagian bangku. Terpaksa kamu berdiri diantara desakan orang-orang.
Sialnya kamu belum sarapan pagi ini, ditambah keramaian yang ada membuat kamu lemas terlebih ketika bus mengerem secara mendadak sehingga menyebabkan kamu terjengkang ke belakang.
Grep
Ada seseorang yang melingkarkan tangannya pada pinggangmu. Mencegah kamu jatuh. Kemudian orang itu menyadarkan dagunya pada pundakmu.
"U okay, love?"
Wangi anggur, memabukkan. Kamu sangat hafal aroma ini.
"Justin?"
Dia tersenyum kemudian membawamu keluar dari bus yang kamu tumpangi, tanpa permisi.
"Kau akan membawaku kemana? aku harus ke pasar!"
"Untuk satu hari ini saja."
"Justin kau gila? bodyguard mu dimana-mana! bagaimana kalu mereka melihat kita?"
"Aku tak peduli."
Kamu membuang nafasmu kasar. orang ini benar-benar keras kepala.
"Aku tidak berbicara tentang dirimu atau diriku. Yang aku pikirkan adalah adik-adiku di panti asuhan! keluargamu mudah saja menyuruh orang mencelakai adik-adiku jikalau aku macam-macam."
Dia tidak menggubrismu, malah mengeluarkan bola basket dari tas ranselnya.
"Main?"
"Kau mabuk, Justin. Pulanglah."
"Kalau aku mabuk, maka kau lah penawarnya."
"Ck! aku harus pergi."
"Kumohon? kali ini saja?" Justin tampak begitu kacau. Lingkaran dibawah matanya menghitam. rambutnya tak serapih biasanya.
Dia kehilangan dirinya.
Justin mendribble bola tanpa tujuan, secara acak, dan itu membuatmu bingung.
"Justin!"
dia tak menyahut.
"Justin, kau kenapa?"
Dia berlari semakin kencang.
"Giliranmu." katanya sambil melempar bola ke arahmu.
kamu hanya menuruti, menggiring bola ke ring, hingga saatnya kamu akan menshoot bola, Justin menghalangi gerakanmu dan melingkarkan tangannya di perutmu.
Dia memelukmu.
Begitu saja lalu membenamkan wajahnya sepenuhnya pada ceruk lehermu.
You know I want you
It's not a secret I try to hide
I know you want me
So don't keep saying our hands are tied
You claim it's not in the cards
And fate is pulling you miles away
And out of reach from me
But you're here in my heart
So who can stop me if I decide
That you're my destiny?Dia menangis.
Pun kamu yang tak kuasa melihat Justin sehancur ini.
Kamu melepaskan pelukannya dan bergegas mengemasi barangmu untuk pergi.
Tapi sekali lagi Justin mengejarmu, menahanmu lebih lama untuk tinggal bersamanya.
You think it's easy
You think I don't want to run to you
But there are mountains
And there are doors that we can't walk through
I know you're wondering why
Because we're able to be
Just you and me
Within these walls
But when we go outside
You're gonna wake up and see that it was hopeless after allTatapan kalian terpaut, menatap satu sama lain seakan melepas kerinduan yang memuncak selama ini.
Dari iris mata kalian menguar emosi yang sama besarnya. Mengutuk pertemuan kalian, mengutuk rasa yang tumbuh dan sulit untuk matinya. Mengutuk takdir.
"y/n. Hidupku sempurna. Aku tak pernah kekurangan apapun sejak aku kecil. Dan baru kali ini aku merasa kekurangan. Baru kali ini aku merasa takdir tidak adil padaku. Baru kali ini aku menyesali hidupku. Dan itu karenamu. Baru kali ini aku berjuang. Dan kau tahu? itu rasanya luar biasa. Tak ada satu hal pun darimu yang pernah aku sesali. Jadi, biarkan aku memperjuangkanmu, ya?"
"Berjuang itu perlu. Tapi takdir tetap penentunya. Lagipula, seorang anak itu harus berbakti pada orangtuanya."
"Definisi berbakti menurutku itu berbeda, bukan harus menuruti semua perkataan orangtuaku. Dan satu lagi, jika takdir adalah finalnya, aku yang akan mengubah takdir itu. Kamu hanya perlu bersabar untuk menanti aku."
How do we rewrite the stars?
Say you were made to be mine?
Nothing can keep us apart
Cause you are the one I was meant to find
It's up to you, and it's up to me
No one can say what we get to be
And why don't we rewrite the stars?
Changing the world to be oursHolaaa everyonee
Adakah yang masih ingat cerita ini?😂
I'm sorry for taking too long to write again but yeaah i only have 24 hours in a day
I miss your comments in my notification tho
and vote ehe.
have a nice day xxx
KAMU SEDANG MEMBACA
Justin Bieber As Your Boyfriend
Fiksi PenggemarWhen you see him as a man, not as an idol. Ini adalah kumpulan fanfiction/imagine tentang Justin Bieber. Setiap cerita didasarkan pada salah satu judul lagu dari Justin. So yeah kamu yang senang berimajinasi harus membaca ini. Semoga kalian menyukai...