Wonderin' if you got a body
To hold you tighter since I left
Wonderin' if you think about me
Actually, don't answer thatKnow you're wonderin' why I been callin'
Like I got ulterior motives
Know we didn't end this so good
But you know we had something so goodSo I'm wonderin'
Can we still be friends?
Can we still be friends?
Doesn't have to end
And if it ends, can we be friends?
Can we be friends?
Can we be friends?
And if it ends, can we be friends?●●●
"Aku haus nih, kantin yuk?"
Aku mengagguk lalu mengekor seseorang yang terlebih dahulu menarik tanganku menuju kantin.
"Ciaa YN udah dapet yang baru nih? Gak mau kalah ya sama mantan hahaha" Teriak Thomas yang sedang memandang ke arahku & Dylan.
Mendengar ucapan Thomas, aku mengerucutkan bibirku sebal, tetapi Dylan hanya tersenyum lalu mengajakku duduk di salah satu bangku yang tersedia.
Dylan, temanku. Kami berteman sudah cukup lama sebenarnya, tetapi baru beberapa minggu belakangan ini kami selalu terlihat bersama. Tepatnya setelah aku putus dengan kekasihku.
"Kamu haus nggak?"
"Ya.."
"Yaudah tunggu, aku beli minuman dulu." Ucap Dylan kemudian pergi.
Seperginya Dylan, perasaanku tidak nyaman sama sekali. Maksudku, sepertinya ada yang mengawasiku sejak tadi? Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kantin dan menemukan sepasang manik mata Hazel yang mengunci gerakanku.
Dia, Justin.
Berbeda dengan Justin tersenyum kecil ke arahku, aku lebih memilih menghindar darinya. Karena jujur, aku lemah melihat iris matanya.
Tapi entah karena apa, bodohnya aku malah menoleh kembali ke arah Justin. Dia masih disana, menatapku sendu, hanya saja senyumnya kini menghilang.
"Maaf ya lama, ngantri banget." Gerutu Dylan yang kini sudah kembali duduk di depanku.
Syukurlah, Justin terhalang oleh Dylan.
"Aku beliin ini doang, enggak apa-apa kan?" Ucap Dylan sambil menyerahkan sekotak susu coklat padaku.
Butuh waktu cukup lama untukku menerima itu. Aku pengidap lactose intolerance, semacam kelainan yang mengakibatkan penderitanya tidak bisa mencerna karbohidrat yang terdapat pada susu. Tapi kalau aku menolaknya, apa Dylan akan baik-baik saja?
"Kok diam? Enggak suka susu ya?"
"Eh e-enggak kok. Aku suka." Jawabku berbohong.
Tadinya aku bersiap untuk menyedot kotak susu itu sebelum seseorang merampasnya dari tanganku.
"Yn itu punya lactose intolerence. Lo itu bodoh apa bego sih ngasih dia susu?"
"Hah? Gue enggak tahu."
"Lo mau ngebunuh dia, hah?" Justin mencengkram kerah baju Dylan.
"Justin stop! Jauhin tangan kamu dari Dylan." Ucapku.
"Cih. Cowok kayak gini yang mau ngegantiin posisis aku, yn?"
Aku terdiam. Membuang muka.
Justin pergi beberapa saat kemudian kembali lagi ke meja ku sambil menggenggam sebuah minuman isotonik.
"Nih, biasanya kamu minum ini kalau lagi haus." Justin melirik sebuah jam hitam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Jam itu, jam pemberianku dulu. Dia masih memakainya?
"Udah jam 12. Waktunya kamu makan siang. Aku pesenin kesukaan kamu ya, nasi ayam sambel matah."
"Jangan!" Ucapku cepat.
"Kenapa?" Dia menatapku.
"Lo masih nanya kenapa? Ckck lo enggak inget udah diputusin sama yn?." -Dylan
"Maksud lo apa, hah?"
Bugh
Justin menghajar Dylan sampai hidungnya mengeluarkan cairan merah.
"Justin! Kamu gila!"
"Cowok kaya dia enggak pantas buat kamu, yn."
"Lalu siapa yang pantas buat aku? Cowok yang selingkuh dari ceweknya kaya kamu? Hah?"
Dia mematung.
"Aku enggak pernah selingkuh dari kamu...."
"Lalu dinamakan apa kalau aku lihat kamu lagi kissing sama Hails disaat kamu masih berstatus sebagai pacar aku?" Emosiku mulai tak terkendali.
Ya, aku menangis.
"Shh aku mohon, jangan. Aku enggak bisa lihat kamu nangis." Ucap Justin sambil merangkulku.
"Lepasin, bodoh! Masih berani kamu meluk aku?! Lupa berapa kali kamu nyakitin aku?" Aku memukul-mukul dadanya.
"Sorry. Enggak ada niatan sedikitpun padaku buat nyakitin kamu. Aku sayang kamu."
"Bullshit."
Justin mengusap air mataku dengan kedua ibu jarinya.
"Yn? Apa kita enggak bisa kaya dulu lagi?"
"Aku bukan keledai yang bakal jatuh di lubang yang sama. Aku enggak bodoh."
Justin mengacak rambutnya frustasi.
"Enggak ada ruang sedikitpun buat aku?"
"Enggak."
"Aku hargai pilihan kamu. Tapi yn, aku mohon jangan pernah benci aku. Kita bisa tetap jadi teman kan?"
"Apa alasan aku untuk enggak membenci orang yang udah nyakitin aku, Justin? Katakan!"
Justin terdiam, lalu tersenyum pahit.
"Kamu benar. Aku enggak layak buat kamu." Ucapannya tercekat. "I hope you'll find someone who genuinely makes you smile every single day. But yn, you will never find someone else who loves you that much. you can search the seven seas but there will never be anybody who will love you more than me.""Cukup! Kamu boleh pergi dari hadapanku sekarang juga."
"I love you, my forever & always."
Req from longholiday. I did my best😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Justin Bieber As Your Boyfriend
FanfictionWhen you see him as a man, not as an idol. Ini adalah kumpulan fanfiction/imagine tentang Justin Bieber. Setiap cerita didasarkan pada salah satu judul lagu dari Justin. So yeah kamu yang senang berimajinasi harus membaca ini. Semoga kalian menyukai...