Author's note:
Heiiii!!! Terima kasih buat yang udah baca, walaupun banyak yang Silent Readers, but, it's okay! Lanjut baca chapter ini ya... Jangan lupa Comment dan Vote-nya yaaa....Love ya! -Hx
***
"Daannnn... Cut!" suasana syuting telah usai. Para kru tampak sedang bersiap-siap untuk membereskan perlengkapan-perlengkapan syuting.
"Well, setelah ini aku akan ke spa lalu ke salon untuk menata rambutku," ucap Molly kepada asistennya, Jessica. Jessica mencatat tiap-tiap detil apa yang Molly katakan.
Saat Molly dan Jessica berjalan menuju ruang ganti, mereka tiba-tiba didatangi oleh dua orang petugas polisi.
"Maaf, apakah Anda Nona Hope?" tanya salah seorang petugas polisi. Molly dan Jessica pun saling bertatapan bingung.
"Ya, benar. Itu aku. Ada apa?" tanya Molly. Ia sontak mengernyit keheranan.
"Kami datang ke sini hanya untuk keselamatan Anda, nona," jawab salah satu petugas itu.
Spontan, Molly membelalak tidak percaya pada Jessica dan petugas polisi itu bergantian. Jessica pun menggeleng-gelengkan kepalanya karena ia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
"Baiklah. Apa yang sedang terjadi?" tanya Jessica penasaran.
"Mungkin kita bisa menjelaskannya di dalam mobil menuju apartemen Anda, nona," jawab salah satu petugas polisi.
"Baiklah," desah Molly. Ia begitu penasaran dengan apa yang sedang terjadi.
"Aku akan ikut Anda, Nona Hope." Jessica pun mengikuti Molly. Mereka berempat pun segera menuju parkiran.
Mereka menaiki mobil jenis mini van berwarna hitam agar tidak mengundang perhatian. Molly dan Jessica duduk di belakang kedua polisi tersebut. Mereka sedang menuju apartemen Molly.
"Oke. Apa kalian bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?" tanya Molly semakin penasaran.
"Baiklah, nona. Kami mendapatkan informasi bahwa Anda telah menjadi sasaran pembunuhan. Kami tidak mengetahui kapan pembunuh itu akan muncul. Tidak ada yang tahu kapan pembunuh itu akan muncul untuk membunuh Anda. Jadi, kami di sini untuk menjaga Anda sekaligus mengejar si pembunuh," jelas salah seorang petugas tersebut.
Molly dan Jessica spontan terkejut mendengar penjelasan dari polisi itu. Ia tak percaya bahwa dirinya adalah korban pembunuh. Apakah pembunuh psikopat yang telah membunuh bangsawan dan pengusaha itu? pikir Molly. Wajahnya terlihat pucat seketika dan ia merasa ketakutan.
"Apa kalian bercanda? Nona Hope tidak melakukan kesalahan apapun, juga dia tak memiliki masalah pada siapapun. Pasti ini sebuah lelucon." Jessica menahan emosinya. Itu tidak mungkin! Teriaknya dalam hati.
"Kami tidak bercanda, nona. Oh, ya. Nona Hope, apakah Anda menerima bunga mawar hitam sebelumnya?" tanya polisi itu lagi.
"Ti ... tidak. Aku tidak menerima apapun," suara Molly terdengar gemetar. Tangannya membentuk kepalan. Napasnya mulai sesak. Jessica melihat Molly begitu sangat pucat dan ketakutan. Ia pun menggenggam tangan Molly dan berusaha menenangkannya.
"Saya yakin Anda akan ... "
Praaannnkkkk...!!!
Tiba-tiba, kaca mobil pecah dari arah kanan. Sebuah truk yang begitu laju menabrak mereka di sebuah perempatan yang cukup sepi. Mobil mereka terpental dan berguling-guling sangat jauh. Truk tersebut berhenti ketika mobil yang ditabrak terpental jauh. Mobil yang mereka pun terbalik.
Suara degungan di telinga membuat Molly tak dapat mendengar teriakan suara petugas polisi. Beberapa menit kemudian, ia mendengar teriakan petugas polisi tersebut.
"Nona Hope!! Anda tidak apa-apa? Bertahanlah! Aku akan mengeluarkanmu!" polisi tersebut berusaha untuk melepaskan sabuk pengamannya.
Molly tampak linglung. Kemudian, ia sadar dan membangunkan Jessica di sampingnya. "Jessica! Jessica! Bangun!" namun, Jessica tak kunjung bangun
"Nona Hope! Dia sudah tiada! Cepat selamatkan dirimu!" napas Molly seakan-akan tercekat. Tidak ... Jessica tidak mungkin ... mati! Teriak batinnya. Ia merasakan tubuhnya sakit-sakitan. Tangannya mulai meraba-raba kepalanya yang begitu pusing. Seketika ia merasakan cairan hangat dari kepalanya. Saat melihat cairan itu di tangannya, ia berjengit melihat darahnya keluar.
"Sialan!" umpat petugas polisi itu. Sabuk pengamannya macet hingga ia tak bisa melepaskannya. Ia berusaha untuk membuka sabuk pengaman kursi dengan cara apapun.
Ia berniat untuk meminta tolong pada rekannya. Namun, ia melihat rekannya pun tak lagi bergerak. Ia telah tewas, begitu juga dengan Jessica. Seketika ia mengumpat frustasi.
Molly melihat langkah kaki mendekat ke arah pintunya. Polisi tersebut pun berteriak minta tolong. Namun, langkah kaki itu hanya menuju Molly. Pandangannya pun mulai kabur saat seseorang berlutut di pintunya. Sebuah tangan yang hendak menggapainya, namun akhirnya ia pingsan.
***
"Breaking news hari ini. Terjadi sebuah kecelakaan antara mobil dan truk di sebuah perempatan jalan. Menurut seorang saksi mata yang sedang berjalan, truk tersebut melaju sangat kencang sehingga menabrak mobil dengan berkecepatan sedang. Petugas polisi mengatakan bahwa ditemukan tiga mayat di dalam mobil tersebut. Mereka adalah dua orang petugas polisi dan seorang wanita yang diduga adalah asisten dari aktris lokal, Molly Hope, yaitu Jessica Clarkson."
Pembawa berita itu lalu memegang earphone-nya dan mengangguk. Lalu, ia melanjutkan membaca beritanya. "Baiklah, kami baru mendapatkan informasi bahwa Molly Hope juga berada di dalam mobil tersebut. Ia menghilang dan seorang saksi mata mengaku bahwa ia melihat Molly Hope dibawa oleh seorang laki-laki yang tidak diketahui ..."
Arya terlihat memijit-mijit keningnya. Ia tak percaya bahwa pembunuhan telah terjadi. Kenapa aku selalu terlambat? Aku harus segera menemukan pembunuh sialan itu sebelum giliranku! Ucapnya dalam hati.
"Sangat gila! Si tengik gila itu melakukan apapun untuk mendapatkan mangsanya," geram Ray dengan kesal.
"Bisa tambahkan kopinya lagi, Nyonya Featherson?" pinta Arya. Air mukanya juga terlihat kesal.
"Tentu, Arya." Nyonya Featherson pun menambahkan kopi untuknya. Ia dan Ray sedang berada di sebuah kafe. "Ini kopinya."
"Terima kasih, Nyonya Featherson." Arya lalu menyesap kopinya sedikit demi sedikit.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan, Arya?" desah Ray sembari menyesap cappuccinonya.
"Kita mencari Molly Hope," dengus Arya. Ray hampir saja menyemburkan cappuccinonya. Ia terkejut mendengar ucapan Arya.
"Apa kau gila?! Itu bahaya, Arya!" Ray hampir saja berteriak. "Kita bahkan tak tahu dimana dia dibawa."
"Kau benar," desah Arya. Ia menopang kepalanya dengan tangannya dan berpikir. Apa yang harus ku lakukan? Pasti ada cara, pikirnya keras.
Arya sontak langsung menghabiskan kopinya yang masih hangat. Ray begitu tercengang melihat Arya telah minum dua gelas kopi sedang. Ada apa dengan Arya? Pikir Ray. "Apa mulutmu tak terbakar, duck?"
"Tidak. Aku sudah terbiasa menghabiskan kopi yang masih hangat. Oh, ya, apa kau tak bisa menjelejahi kode itu lebih dalam lagi, Ray?" tanya Arya sembari mengambil tasnya. Ray lalu mengedikkan bahunya.
"Entahlah. Akan ku coba nanti," desah Ray. Ia lalu meneguk habis cappucinonya.
"Tidak. Sekarang. Setelah ini. Kita harus menyelamatkan nyawa Molly Hope. Aku harap kita dapat menyelamatkannya tepat waktu," tegas Arya.
Ray lalu meletakkan cangkirnya di meja. Ia kemudian menghela napasnya.
"Baiklah. Akan kucoba," jawab Ray.
Arya lalu tersenyum senang. Sebentar lagi aku akan menemukanmu, pembunuh sialan, geram batinnya.
***
Thank you for reading :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Yours
Misterio / Suspenso[COMPLETED] Arya Ports, seorang wartawan muda yang memiliki segudang prestasi disertai oleh sifat alamiahnya yang nekat dengan berusaha membongkar identitas seorang pembunuh psikopat di mana masyarakat Inggris dibuat resah oleh aksi pembunuhannya ya...