30

252 29 18
                                    

Author's note:

Hi good readers! Thank you for reading & enjoying my story:) Sorry for late post of the new chapter :D Happy Reading! Hx

***

"Jadi, bagaimana Arya?" tanya Ray sembari menyodorkan secangkir kopi untuk Ian.

"Terima kasih," Ian lalu menyesap kopinya. Saat ini ia sedang duduk di sofa bersama Chloe dan Ray. "Dia sedang istirahat. Tubuhnya masih terasa panas."

"Ian, sebagai sahabat Arya, aku ingin bertanya padamu," Chloe mendesah, wajahnya tampak menjadi serius, "apakah kau benar-benar mencintai Arya?"

Ian lalu meletakkan cangkirnya di atas meja. Ia lalu menatap Chloe serius. "Ya, aku benar-benar mencintainya."

Chloe dan Ray lalu menghela napasnya lega. "Begini, kami bukannya tidak percaya padamu. Tapi, tolong jaga Arya baik-baik. Mungkin Arya sudahpernah menceritakan padamu tentang orangtuanya, kehidupannya yang suram. Kami berusaha untuk menjaga Arya. Apa kau tahu Arya pernah mengalami depresi berat?"

Ian mengernyit. Ia tahu kalau ia selalu mengawasi Arya, dari saat ia membunuh orangtuanya Arya hingga sekarang. Namun, ia tak tahu tentang hal Arya yang mengalami depresi berat. "Tidak. Kenapa?"

Ray mendnegus, "Arya hampir saja masuk rumah sakit jiwa, saat dia masih bersekolah. Namun, ia pintar menutupi perasaannya yang terluka sangat karena seseorang merenggut kebahagiaannya, masa kecilnya, dan orangtuanya. Pernah suatu saat kami masih kuliah, aku melihat Arya menangis di tempat yang sepi. Saat aku menghampirinya dan mengajaknya bercerita, ia malah menjerit histeris, namun saat aku berhasil menenangkannya, dia menceritakan padaku segalanya. Aku sangat menyayanginya."jelas Ray. Matanya tampak berkaca-kaca mengingat masa lalu.

Lagi-lagi perasaan sakit menusuk dada Ian. Ia tak pernah mengetahui hal ini, apakah Arya begitu pintarnya menyembunyikan perasaanya yang terluka? Kau yang merebut kebahagiaannya, kau merenggut segalanya yang dimiliki Arya waktu kecil! Batin Ray mulai memaki-maki dirinya. Ia lalu menatap kedua tangannya. Entah berapa banyak korban yang ia bunuh, entah berapa banyak darah yang bersimbah di kedua tangannya. Tangannya yang kotor dan keji, harusnya kedua tangannya tidak menyentuh tubuh Arya yang suci dan bersih. Lagi-lagi rasa penyesalan yang sangat dalam menjalari tubuhnya. Dadanya sangat sesak.

"Arya juga bicara padaku tentang hal itu. Ia sedari dulu rutin konsultasi ke psikiaternya. Dulu, aku sering menemaninya. Namun, aku tidak tahu kenapa tahun ini dia tak pergi ke psikiaternya. Makanya, dia menjadi wartawan dan melampiaskan segala perasaannya dalam pekerjaannya. Arya pernah bilang kalau dia tak ingin lagi merasakan depresi yang ia rasakan. Jadi, dia menutupinya dan menjadi ceria bagi orang disekitarnya. Dia tak mau orang-orang mengetahui kesedihannya. Saat aku melihatnya tersenyum, aku merasa kalau dia sedang memakai senyum palsunya." imbuh Chloe.

Entah pukulan apa lagi yang Ian rasakan. Ia lalu mengepal tangannya kuat. Kau memang pria bajingan, Ian! Batinnya memaki dirinya lagi. Tapi, Ian merasa sangat beruntung Chloe dan Ray menceritakan bagaimana sebenarnya perasaan Arya. "Terima kasih telah menceritakannya padaku. Aku tak pernah tahu akan hal itu, namun sekarang aku menjadi tahu."

Ray mendesah. "Well, jangan beritahu Arya kalau kami memberitahukan hal ini padamu, atau dia akan memarahi kami berdua.Yang jelas, tak peduli apapun kondisinya, kau harus tetap membahagiakan Arya agar depresinya semakin memudar."

"Kami berusaha semampu kami untuk menjaga Arya agar dia tak melakukan hal yang ceroboh." tukas Chloe, ia llau menyesap minumannya.

Ian tersenyum, "well, kalau begitu aku akan berusaha membahagiakannya." Ya, aku berjanji akan membahagiakan Arya, janjinya dalam hati.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang