35

224 30 18
                                    

Author's note:

Aloha readers! Happy reading and don't forget for the comment:) Thanks! -Hx

***

Arya terbangun dan mendapati dirinya di sebuah kamar yang tak berjendela, pengap, dan gelap. Ia segera bangkit dan berdiri. Namun, kepalanya terasa sakit dan pusing, Arya tak dapat memfokuskan penglihatannya. Seketika, dia ambruk ke lantai kayu. "Ouch!" erangnya. Namun, Arya tak mudah menyerah. Ia terus bangkit dan bangkit melawan rasa sakit dan pusing di kepalanya.

Arya menjelajahi seisi ruangan. "Dimana aku?" ucapnya lirih. Akhirnya, ia menemuka sebuah pintu yang satu-satunya ada di kamar tersebut. Ia kemudian merasakan sesak napas akibat kamar yang pengap, gelap, dan juga sedikit kecil.

Arya membuka kanopi pintu perlahan. Ia bernapas lega menemukan kalau pintu kamar itu tidaklah terkunci. Ia lalu mengintip dibalik pintu. Setelah yakin dia aman, Arya pun keluar perlahan-lahan. Ia mendapati dirinya di lantai atas rumah yang cukup besar, namun gelap. Arya kembali mengendap-endap mencari tangga dan berencana kabur.

Ia akhirnya menemukan tangga. Arya perlahan menuruni anak tangga. Sepelan mungkin ia melangkah agar tidak didengar siapapun yang tinggal di rumah ini. Akhirnya, ia berhasil mencapai pintu utama. Saat hendak membuka kanopi pintu, tiba-tiba seseorang membungkam mulutnya, lalu melemparkannya menjauhi pintu. Arya berjengit melihat pria bertubuh besar dihadapannya. Ia mundur perlahan menjauhi pria tersebut.

"Kau takkan bisa keluar dari rumah ini, Ports!" geram pria tersebut.

Napas Arya mulai tak beraturan. Ketakutan seketika menyelimuti tubuhnya. Ia berusaha melawan kepalanya yang semakin sakit dan pusing.

"Kau takkan pernah bisa kabur dari Bee." suara pria tersebut terdengar berat dan mengerikan, membuat Arya bergidik ngeri dan merinding.

"Si... siapa kau! Apa maumu!" pekik Arya. Keringat dingin mulai mengucur dari tubuhnya.

Bee tertawa jahat. "Sudah kubilang, 'kan? Aku Bee. Aku sedang menjalankan tugasku. Asal kau tahu, aku seorang pembunuh bayaran." Bee kemudian melangkah menuju sekring lampu. Ia menghidupkan lampu.

Arya dengan jelas melihat wajah Bee. Wajahnya tampak sangat sangar, terdapat banyak codet di wajahnya. Tubuhnya yang besar, ia tak memakai baju apapun sehingga menampakkan tato-tatonya dan tubuhnya yang begitu atletis. Celana jeans-nya yang tampak kebesaran.

"Dimana aku!!" pekik Arya lagi. "Biarkan aku pergi!"

Bee menyeringai ngeri. "Kau masih di London. Sebentar lagi, aku akan membawamu pada Lucas Vilmer."

"Lucas Vilmer?" Arya menatap Bee seolah-olah tak percaya. Ia mengenal nama itu. "Kau dibayar Lucas Vilmer untuk menangkapku?"

"Kau akan diperistri oleh dirinya." Bee tertawa puas.

Arya mengernyit bingung. "Tak mungkin! Lucas sudah punya tunangan! Dia pasti sudah punya istri!"

"Cih! Dia pria bodoh yang masih single. Dia bilang kalau dia masih mencintaimu. Tunggu dulu, bukan urusanku."

Benak Arya kembali menerawan pada ingatannya beberapa tahun yang lalu saat ia mewawancarai Lucas Vilmer di Swedia untuk majalah bisnis Future Mass. Ia teringat kalau Lucas pernah mengajaknya kencan sekali, dan mengatakan padanya kalau dia mencintai Arya, juga menginginkan Arya. Namun, Arya tak bisa menjawabnya karena saat itu Lucas sudah punya tunangan, dan ia tak ingin menjadi biang masalah pada hubungan Lucas dan tunangannya. Lucas juga bilang kalau dia akan menunggu jawaban dari Arya. "Tidak mungkin." gumam Arya.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang