22

234 28 4
                                    

"Apa Arya sudah pulang, Mavey?" tanya Frederick saat Maverick masuk ke ruang kerja ayahnya. Maverick lalu duduk di sebuah sofa yang berhadapan dengan ayahnya.

"Sudah. Baru saja pulang dengan salah satu supir kita." jawab Maverick. Ia lalu menuangkan anggur ke dalam gelasnya dan langsung menyesapnya.

Frederick mendesah. Wajahnya terlihat sangat letih, seperti banyak yang dipikirkan. "Aku tak menyangka Ian akan seperti itu. Aku sangat mengkhawatirkannya. Entah apa yang dipikirkan Albert dan Katherine melihat Ian dari surga."

"Aku juga kaget melihat Ian seperti itu. Apa dia sangat mencintai Arya hingga sampai seperti itu?"

"Jangan ditanya lagi. Mungkin saja lebih dari kata 'sangat'. Sekian lama ia mengawasi Arya dan dia baru sadar kalau ia mencintai Arya."

"Dokter bilang Ian harus istirahat total. Terlalu banyak pengaruh alkohol ditubuhnya. Dokter juga bilang kalau tubuh Ian termasuk tubuh yang kuat, namun kita harus waspada paada tubuhnya. Ia berusaha menahan pikirannya yang sedang kacau karena alkohol. Seharusnya ia menjadi pemabuk berat. Entah kenapa sepertinya Ian bisa mengendalikan tubuh dan pikirannya."

Frederick menghela napasnya panjang, "Ian juga jarang minum Vodka atau semacamnya. Ia sangat rajin berolahraga dan menjaga tubuhnya."

"Aku tahu. Arya bilang besok dia akan kembali untuk merawat Ian. Ia merasa dirinya bersalah dan bertanggung jawab pada Ian. Mungkin selama beberapa hari ia akan menginap untuk menjaga Ian."

"Dia benar-benar wanita yang baik. Ian tak salah memilihnya. Untung saja aku sudah membereskan dokumen-dokumen di meja Ian. Kau tahu itu dokumen isinya apa, Maverick."

"Aku tahu. Aku akan membereskan dan mencari lagi dokumen-dokumen di kamar Ian lagi. Arya tidak boleh tahu. Tidak, belum saatnya ia tahu."

"Aku ingin kau mengunci gudang bawah agar mawar-mawar hitam itu tidak diketahui oleh Arya."

"Baik. Akan aku lakukan nanti, dad." tatapan Maverick berubah menjadi serius.

***

"Arya? Mau kemana pagi-pagi sekali?" tanya Ray. Ia lalu menguap. Matanya masih terlihat lelah dan separuh terbuka. Ia masih tampak mengantuk.

"Maaf, aku membangunkanmu, Ray. Aku akan pergi ke rumah Ian lagi. Oh, ya, mungkin aku akan menginap di rumahnya." jawab Arya lembut.

Ray terkejut mendengar jawaban Arya, "apa?! Kau tidak akan pulang nanti malam? Aaarrgghh! Arya! Betapa aku sangat kesepian! Bagaimana dengan pekerjaanmu besok?" Ray lalu mengacak-acak rambutnya.

Arya lalu terkekeh. Ia lalu duduk di samping Ray dan mengacak-acak rambut Ray. Ray lalu menggeram. "Aku akan minta izin pada Chloe. Jika kau kesepian, aku bisa menyuruh Chloe untuk menemanimu, Ray. Karena Joe sedang banyak pekerjaan sekarang, dan Chloe juga kesepian di apartemennya."

Mata Ray membelalak. Tidak! Jangan Chloe, Arya! Teriak batinnya. Baru saja Ray mau memprotes, Arya dengan cepat mengecup pipinya. Arya lalu bangkit dan mengambil tasnya. "Aku pergi dulu, ya. Jangan lupa bersih-bersih." Arya dengan cepat melesat keluar.

"Oh, tidak." Ray lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa dan kembali tidur.

***

Arya berdiri di depan gerbang rumah Ian. Taksi yang membawanya tadi sudah pergi. Tiba-tiba rasa canggung dan kaku melanda diri Arya. Ia merasa tak percaya diri dan down. Namun, ia tak boleh merasa seperti itu! Demi Ian, ia harus merawat Ian.

Tak lama kemudian, seorang penjaga lalu membuka gerbang dan menghampirinya. "Maaf, nona. Ada yang bisa saya bantu?"

Arya berdeham, "maaf. Aku Arya Ports. Aku ingin menemui Ian. Well, lebih tepatnya menjenguknya."

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang