09

251 42 14
                                    

Author's note:

Sebuah kebenaran terungkap!!! Wajib baca chapter ini bagi yang penasaran .... Comment dan votenya juga ditinggalin yaaa... Thanks! -Hx

***

"Bangun! Dasar wanita jalang!" Ian menarik paksa rambut Molly. Terdapat memar dan banyak luka di wajahnya. Tangan dan tubuhnya pun juga terdapat goresan luka. 

"Kau ... bunuh saja aku," lirih Molly. Ia bahkan terlihat tak berdaya lagi, juga pasrah.

"Sebentar lagi, sweety." Ian melepaskan rambut Molly dengan kasar. Lalu, ia berbalik dan menuju sebuah lemari usang untuk mengambil sebuah pistol yang telah ia siapkan. Tak terduga, Ian langsung saja mengacngkan pistolnya ke arah Molly, juga ia menyeringai kejam.

"Ian ... tembak aku. Aku tak tahan lagi." Molly yang begitu pasrah dan tahan akan rasa sakit yang ia alami. Ia bahkan sempat berpikir kalau dirinya tak ingin rasanya hidup dengan wajah dan tubuh penuh luka dan memar.

"Karena kau memintanya dengan cepat, maka akan aku kabulkan." 

Dooorrr!!! Suara tembakan menggelegar di seluruh ruangan. Ian menembak tepat di kepala Molly. Ia sama sekali tak merasa bersalah atau gentar sedikit pun. Apalagi, ia terlihat sangat senang.

Ian melangkah meninggalkan sebuah ruangan yang tak ditempati. Kini, ia melangkah cepat meninggalkan rumah besar yang tak lagi dihuni. Ia bergegas menuju mobilnya, lalu melesat pergi. 

Ian meninggalkan tubuh Molly di sana tanpa menguburnya, membiarkannya membusuk dari waktu ke waktu. Ia pun tahu, cepat atau lambat seseorang akan menemukan jasad Molly.

***

"Kau menelponku, menyuruhku datang ke kantormu. Ada apa, James?" tanya Arya penasaran. Ia datang bersama Ray ke kantor James.

"Kau tahu Molly Hope menghilang," desah James, sembari memeriksa dokumen-dokumen penting.

"Ya, kami tahu. Terus kenapa kau memanggilku?" tanya Arya lagi. Ia lalu melipat tangannya, menunggu jawaban pasti dari James. Ray pun berdiri gugup juga terlihat cemas di samping Arya.

"Sebaiknya kau beri tahu daftar korban-korban itu kepadaku," tegas James. Ia  menghempas semua dokumen yang ada di tangannya ke meja, lalu mendongak pada Arya dan Ray.

Arya dan Ray saling bertatapan. Lalu, Arya maju selangkah. "Dengar, James. Kau berjanji padaku agar aku bisa mencari pembunuh itu. Sekarang kau tidak percaya padaku?"

"Arya," desah James. Ia lalu mengisyaratkan Arya untuk duduk, namun Arya menolak. "Aku ingin selamatkan orang-orang yang ada didaftar itu. Kau 'kan juga tahu siapa yang akan dibunuh."

"Tidak," jawab Arya tegas. "Kau akan menghalangi jalanku."

James menatap tajam Arya. Ia bersikeras meminta daftar-daftar itu dari Arya. Namun, Arya pun mendesah. Ia lalu mengalah. Kemudian, ia membuka ransel Ray serta mengambil daftar-daftar tersebut. Ia lalu menyerahkannya pada James.

"Arya, tapi ..." Ray tampak bingung. Padahal, Arya menyuruhnya untuk tidak memberitahu James kalau dirinya termasuk di dalam daftar tersebut.

"Percaya padaku," kata Arya, kemudian mengedipkan matanya. Mereka lalu melihat James yang terlihat serius membaca tiap-tiap lembar daftar tersebut.

"God! Totalnya ada sembilan belas orang," James membelalak tidak percaya. Lalu, ia kembali mendongakkan wajahnya pada Arya. "Aku takkan menghalangimu, aku sudah berjanji. Namun, sisa hidup dari korban ini, aku yang akan menanggung keselamatan mereka."

Arya mengangguk mengerti. "Berjanjilah kau akan menjaga mereka, James," ucap Arya. Merasa tak diperlukan lagi, Arya dan Ray pun pamit pulang dan melangkah keluar dari ruang kerja James.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang