11

264 38 6
                                    

Author's note:

Holaaa!!! Yuk langsung aja dibaca, jangan lupa Comment dan Vote-nya ya :) Thanks! -Hx

***

"Ray, apa yang sedang kau lakukan di sini?" Arya terkejut melihat Ray yang telah lama menunggunya di depan pintu apartemennya.

"Hei, Arya. Temanmu itu kalau tidak salah Chloe, kan?" tanya Ray. 

Jantung Arya tiba-tiba berdegup kencang. Apa Ray menemukan sesuatu? pikirnya.

"Kau masih ingat padaku, Ray. Terima kasih," seruChloe.

"Baiklah. Bagaimana kita semua masuk dulu." Arya segera membukakan pintunya. Lalu, ia menyuruh mereka masuk.

"Arya, apa aku boleh meminjam kamar mandimu? Soalnya, aku dan Joe setelah ini kami akan pergi ke rumah orangtua Joe," ucap Chloe. 

"Benarkah? Wow! Sepertinya akan ada yang melangkah ke altar terlebih dahulu, nih," seru Arya senang.

"Entahlah. Hanya saja ... Joe belum mengatakan apa-apa kepadaku. Tapi, aku berharap seperti itu," balas Chloe sambil tersenyum malu. "Baiklah, aku pakai kamar mandimu dulu." Chloe bergegas masuk ke kamar Arya. Ia juga tak lupa membawa tasnya yang berisi pakaian dan perlengkapan lainnya.

Arya segera membuatkan kopi untuk mereka bertiga. Ray lalu duduk di sofa. Air mukanya berubah. Ia tampak lebih pucat dari sebelumnya.

"Ray, apa kau sakit?" tanya Arya heran sambil membawakan kopi untuk Ray. Ia lalu duduk di samping Ray. Ray pun mendesah kuat. Arya semakin khawatir kepadanya.

Ray lalu membuka tasnya. Tangannya terlihat begitu bergetar. Ia mengambil sesuatu dan menunjukkannya pada Arya. 

Betapa terkejutnya Arya. Bagaikan disambar petir, air muka Arya berubah menjadi pucat pasi. "Setangkai mawar hitam." Arya membelalak tak percaya pada Ray yang berusaha menahan emosinya.

"Aku menemukan ini tadi pagi tepat di pintu depanku." Ray mengusap wajahnya frustasi.

"Tidak mungkin ini terjadi, Ray. Kau bahkan bukan berada dalam daftar-daftar pembunuhan itu," desah Arya. "Ray, mungkin ini hanya lelucon dari seseorang yang sengaja meletakkan ini di depan pintu rumahmu." 

Arya lalu mengambil kasar bunga mawar hitam tersebut dari genggaman Ray. Ia lalu mematahkan bunga mawar hitam itu dan segera bangkit untuk membuang mawar hitam itu. Lalu, ia duduk kembali di samping Ray. Arya lalu merangkul Ray, berusaha menenangkan Ray.

"Itu ... itu hanya peringatan, Arya," ucap Ray terbata-bata. Arya membelai lembut rambut Ray. Ia harus menenangkan Ray walaupun dirinya juga merasakan ketakutan saat ini.

"Aku tahu. Seharusnya dari awal aku tak pernah melibatkanmu, menyuruhmu untuk meretas kode sialan itu," dengus Arya.

 Ray lalu bangkit. Ia mengambil sesuatu dari saku celananya. Secarik kertas berwarna putih. Lalu, Ray memberikan kertas itu pada Arya.

Arya tampak bingung. Ia lalu menerima kertas tersebut, dan membacanya. Seketika, ia mengernyit. 

Berhentilah atau kau berakhir!

"Ini ancaman, Ray. Pembunuh sialan itu harus segera ditemukan!" geram Arya kesal. Wajahnya memerah karena emosi. "Ray, untuk sementara ini kau menginap di apartemenku. Aku akan menjagamu, Ray. Ia takkan pernah menyentuhmu selama masih ada aku di sampingmu. Percayalah padaku."

Air mata Ray tiba-tiba mengalir. Ia pun bersyukur mempunyai sahabat seperti Arya. Ia lalu memeluk Arya erat. "Terima kasih banyak, my sister." Setidaknya,  Ray merasa lega.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang