29

226 27 20
                                    

Author's note:

Hi, everyone! Jangan lupa tinggalin komen dan vote nya ya:))

Thanks:)

***

"Astaga, Arya! Apa yang terjadi dengan lenganmu?!" Ray hampir saja memekik. Ia lalu menolong Arya duduk di sofa.

"Pembunuh itu menyakitinya." ungkap James datar. Seketika air muka Ray berubah pucat pasi. Tidak! Tolong jangan terjadi hal itu, aku baru saja melupakannya, batin Ray berteriak.

Arya menahan nyeri yang ada dilengannya. Ia juga merasa sekujur tubuhnya sakit-sakitan. "Sialan!" umpatnya.

Ponsel James lalu berdering, dan ia segera mengangkatnya. "Muller, ada apa?"

"Kapten, kami gagal menangkapnya. Dia sangat gesit sekali. Kami tidak dapat menemukan jejaknya lagi."

"F*ck! Bagaimana bisa?!" James terlihat emosi. Ia lalu mengurut-urut dahinya.

"Kami gagal mendapatkannya. Juga, anjing pelacak kita tidak berhasil menggigitnya. Kami tak menemuka apapun sebagai barang bukti."

James menghela napasnya,"aku akan segera kembali kesana." Ia lau menyimpan ponselnya.

Arya mengangkat alisnya sebelah. "Jadi, bagaimana?" ucapnya lirih.

"Si tengik berhasil kabur. Kita takkan bisa megetahui dirinya." James terlihat kesal. "Aku harus pergi dulu. Besok kau tak usah kerja, Arya. Istirahatkan tubuhmu dulu. Ray, pastikan kau menjaganya."

"Baik, pak." balas Ray. Ia lalu melihat James yang melangkah keluar dan menutup pintu kuat, hingga dirinya tersentak. Ia lalu melihat Arya yang telah memejamkan matanya. "Kemarilah. Aku akan membantu dirimu ke kamarmu." Arya pun mengangguk. Ia lalu berdiri, dibantu oleh James yang membopongnya pelan membawa ke kamarnya.

Arya merebahkan tubuhnya pelan. Seketika ia meringis kesakitan, merasakan lengannya yang memar dan tubuhnya yang sakit-sakitan. Ray lalu menyelimutinya. "Kenapa kau tidak lari saja, Arya. Kau tahu dirimu dalam bahaya besar jika kau bertemu dengan psikopat sialan itu. Untung saja dia tak membunuhmu sekalian." dengus Ray.

Arya menghela napasnya, "entahlah. Di satu sisi aku ingin sekali mengetahu siapa sebenarnya pembunuh tersebut."

Ray lalu bangkit. "Aku akan membiarkan dirimu istirahat. Berteriaklah jika kau membutuhkan sesuatu, aku akan datang ke kamarmu."

"Baiklah." Ray mengacak-acak rambut Arya sebelum pergi. Ia lalu tersenyum simpul, dan lalu pergi, membiarkan Arya beristirahat di kamarnya.

Arya lalu mengambil ponsel dari sakunya. Ia lalu mencari-cari nomor Ian, ingin sekali menceritakan hal yang baru saja terjadi padanya. Ia lalu menelpon Ian. "Mohon maaf, nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, silahkan dicoba beberapa menit lagi." Arya lalu melempar ponsel di sampingnya. Ia lalu mendengus, "mungkin Ian sedang sangat sibuk." gumamnya. Ia lalu mencoba untuk tidur, melupakan apa yang baru saja terjadi pada dirinya.

***

Aku akan mengawasimu. Arya tersentak dari tidurnya. Ia lalu duduk, dan napasnya tersengal-sengal. "Mimpi itu lagi." gumamnya lirih. Seketika ia meringis kesakitan, merasakan nyeri dari memarnya yang makin menjadi-jadi. Ia lalu merasakan tubuhnya panas. "Apa aku demam?" tanyanya lirih. Ia lalu melihat jam di atas meja yang telah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. Ia menghela napasnya, dan kembali berbaring.

YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang