Suara gemericik air, lantunan ayat suci Al Qur'an, dan gemerisik daun bambu di luar jendela selalu menyambutku di ruangan konsultasi berukuran 5 x 5 meter ini. Hawa sejuk dari pendingin ruangan yang aku setting selalu di angka 24 derajat menambah kenyamanan ruangan. Warna tembok hijau mudanya yang kalem sengaja aku pilih untuk menambah kesan fresh dan nyaman. Bau pengharum ruangan beraroma lavender yang ringan membuat siapapun yang masuk ke ruangan kerjaku ini mau tak mau akhirnya menjadi rileks.
Sudah sepuluh menit aku menunggu tamuku datang. Tapi sampai detik ini pun Mbak Riri yang selalu sigap menerima panggilan telpon dari tamu di ruangan sebelah, belum mengetuk pintu ruanganku untuk minta ijin mempersilahkan tamuku masuk.
Aku melirik jam tanganku yang umurnya sudah sewindu. Warna peraknya mulai memudar. Tapi aku tidak pernah berniat untuk menggantinya dengan yang baru. Jarum jam yang terpampang di jam tangan tua itu menunjukkan bahwa tamuku sudah terlambat dua belas menit. Maka aku memutuskan untuk beranjak dari kursi kerjaku yang empuk dan mulai berjalan ke arah laci rotan tempat aku menyimpan semua peralatan menggambarku.
Aku membuka laci rotan dengan santai. Aku melihat isinya dan akhirnya memutuskan untuk mengambil buku sketsa ukuran A5 ku dan sebuah brush pen hitam yang tergeletak di samping kuas-kuas cat air.
Aku duduk di sofa tamu di depanku. Aku buka lembaran buku sketsaku yang sudah mulai penuh. Baru saja aku hendak menorehkan sebuah kata di atas buku sketsaku ketika akhirnya bunyi ketukan di pintu yang sudah aku tunggu terjadi juga.
"Silahkan masuk!" tanggapku sambil beranjak dari sofa dan merapikan kerudungku.
Mbak Riri membuka pintu ruanganku dan masuk dengan diiringi tamuku.
"Miss Karen, ini Mas Andre yang bikin janji pagi ini." jelas Mbak Riri.
Tamuku memandangku dengan sorot mata teduh di mata coklat terangnya dan senyuman yang sama dengan senyuman 8 tahun yg lalu. Senyuman yang membuat detak jantungku lebih rajin bekerja dan anehnya membuat kedigdayaanku seperti minggat dari tempatnya.
"Baik, Mbak Riri. Terima kasih." ujarku akhirnya setelah berhasil menguasai diri dengan menarik paksa kedigdayaanku balik kandang.
Mbak Riri mengamati raut wajahku. Mungkin dia menangkap perubahan raut wajahku yang tadinya cerah dan penuh percaya diri, sekarang menjadi sedikit cemas dan tegang. Tapi Mbak Riri melanjutkan undur diri setelah melihatku tersenyum, kode bahwa tidak ada yang perlu dikuatirkan.
Tamuku masih berdiri sambil tersenyum.
"Miss Karen nggak mempersilahkan aku duduk?" tanya tamuku dengan santai setelah Mbak Riri menutup pintu.
"Ah, ya. Tentu. Maaf. Silahkan duduk." jawabku sedikit kesal karena tiba-tiba dia memakai tata bahasa yang santai dan sok akrab.
Tamuku berjalan menuju sofa tamu. Saat tubuh tingginya melewatiku, tercium aroma parfum mahal yang menunjukkan kedudukan status sosial pemuda itu. Tamuku duduk di sofa dengan gaya santai yang menunjukkan dia merasa nyaman duduk di sana. Kemeja biru muda yang lengan panjangnya ditekuk agak asal-asalan anehnya membuat penampilannya lebih maskulin dan mempesona. Celana jeans dan sepatu kets yang harganya separuh gaji bulananku menunjukkan bahwa dia mempunyai penghasilan yang di atas rata-rata.
"Kenapa harus pakai nama samaran?" tanyaku tanpa basa-basi sambil duduk di sofa yang berhadapan agak jauh dari tamuku.
"Memangnya kalau aku pakai nama asli, Miss Karen mau menerima kunjunganku?" sahutnya sambil tersenyum menantang.
Aku mendengus pelan.
"Nah, kan?" tanggapnya penuh kemenangan.
"Ada perlu apa?" tanyaku singkat. Dan aku langsung menyesal setelah menanyakannya.
Tamuku tersenyum sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. Menatapku lekat-lekat dengan raut wajah yang berubah jadi serius.
"Aku menemui Miss Karen untuk menagih janji."
![](https://img.wattpad.com/cover/116082982-288-k392039.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen dan Akhtar
Short StoryAku tak menyangka, ternyata kamu orangnya. Aku mencari apa yang membuatmu istimewa. Tapi aku pun tidak perlu melakukannya. Karena kamu istimewa sebegitu alaminya. Dalam pergulatan batin aku temukan bahwa ketika logika tak lagi bekerja, Allah akan tu...