6. AKHTAR (9 Tahun Lalu)

220 12 4
                                    

     Aku masih tidak habis pikir mengapa sampai playboy cap kadal seperti Faiz bisa sampai begitu terpesona pada Miss Karen. Cewek-cewek lain yang pernah kirim surat cinta untuk Faiz setahuku masih jauh lebih cantik.

     Aku melewati taman belakang sekolah sebelum keluar menuju gerbang belakang yang mengarah ke parkiran mobil. Sayup-sayup aku mendengar seseorang berbicara lalu tertawa. Tidak biasanya taman belakang ini dipakai untuk tempat nongkrong. Karena meskipun sebutannya adalah taman, tapi sebenarnya tempatnya terlalu banyak semak-semak, menurutku. Di sana hanya ada green house kecil yang menyimpan bibit-bibit tanaman, gudang tempat segala peralatan pak tukang kebun sekolah, dan sebuah bangku kayu panjang tempat pak tukang kebun biasanya duduk beristirahat. Malah ada beberapa cerita horor yang beredar di sekolah tentang taman belakang ini.

     Aku yang penasaran akhirnya memutuskan untuk mengecek siapakah sebenarnya yang sedang berbicara dan tertawa tadi. Awalnya aku tidak menemukan siapa-siapa. Tapi kemudian aku menangkap sesosok manusia sedang berjongkok membelakangiku di dekat gudang.

     "Miss Karen?" panggilku tidak terlalu yakin. Aku mengenali sepatu kets merahnya.

     Miss Karen menoleh dan memandangku dengan keheranan.

     "Akhtar, ya? Namamu Akhtar, kan?" tanyanya sekali lagi yang membuat aku terkejut karena Miss Karen sudah hapal namaku.

     "Ya." jawabku singkat.

     Miss Karen kembali asyik dengan apa yang dia lakukan sebelumnya. Ngobrol entah dengan siapa di depannya. Tapi aku tidak melihat siapa-siapa di depan Miss Karen. Dengan agak merinding aku mendekat ke arah samping Miss Karen.

     Lalu tampaklah makhluk itu.

     Miss Karen rupanya sedang mengajak berbicara seekor kucing kurus berwarna kuning dan putih yang sedang asyik makan di depan Miss Karen. Pantas saja aku tidak melihatnya tadi.

     "Kamu makan yang banyak, ya? Biar badanmu nggak kurus kayak aku." ujar Miss Karen sambil mengelus kepala kucing itu dengan sayang.

     Aku spontan tersenyum melihat Miss Karen yang nampak seperti anak kecil sedang bermain bersama kucing kesayangannya. Tepat saat aku tersenyum, Miss Karen menoleh ke arahku. Aku langsung gelagapan karena tidak siap ketahuan sedang mengamatinya.

     "Kamu suka kucing?" tanya Miss Karen sambil tersenyum kepadaku. Matanya berbinar antusias.

     "Ya... well... tidak terlalu." sahutku gugup. Aku memutuskan untuk ikut duduk berjongkok di tempatku berdiri tadi supaya terkesan lebih sopan karena Miss Karen juga sedang berjongkok.

     "Apa kamu tahu siapa nama kucing ini?" tanya Miss Karen dengan raut wajah tidak sedang bercanda.

     "Enggak. Dia kucing liar, sepertinya." jawabku mulai tenang lagi.

     "Kalau begitu, kita harus memberinya nama. Nggak enak banget rasanya kalau belum punya nama. Seperti... seperti nggak spesial gitu loh." lanjut Miss Karen sambil mengalihkan perhatiannya kembali pada si kucing yang masih makan dengan lahap.

     "Akhtar, ayo kamu beri dia nama." perintah Miss Karen tiba-tiba.

     Aku terkejut mendengar itu tapi anehnya aku tidak bisa menolak.

     "Dia cewek atau cowok, Miss?" tanyaku agak kikuk. Aku sebenarnya heran pada diriku sendiri yang mau menurut pada perintah konyol Miss Karen.

     "Cowok." sahut Miss Karen sambil menoleh padaku dan tersenyum riang seperti anak kecil.

     "Kalo gitu namanya Boy aja." jawabku sekenanya.

     "Boy!" tiru Miss Karen. "Kamu dengar itu, Boy? Mulai hari ini namamu adalah si Boy."

     Si kucing tidak bereaksi apa-apa. Tapi Miss Karen nampaknya tidak peduli akan hal itu. Miss Karen tetap mengelus kepala kucing itu dengan sayang.

     Karena Faiz begitu terpesona pada Miss Karen, aku jadi mengamati wajah Miss Karen lebih teliti. Ternyata walaupun tidak cantik, Miss Karen memiliki garis wajah tegas yang manis. Alis tebalnya nyaris bersambung satu dengan yang lain. Mata cerdasnya yang berkilat-kilat adalah salah satu poin plus yang ada pada wajahnya. Hidungnya tidak mancung. Bibirnya juga biasa saja. Tidak tebal juga tidak tipis. Miss Karen tidak memakai make up yang tebal seperti guru wanita lainnya di sekolah. Aku hanya bisa menangkap bekas sapuan lipstik yang tipis di bibirnya. Nampaknya Miss Karen bukan tipe wanita yang suka berdandan.

     Miss Karen tiba-tiba menoleh ke arahku yang masih diam-diam mengamati wajahnya.

     "Kenapa? Apa Miss mirip dengan seseorang yang kamu kenal?" tanya Miss Karen santai sambil sedikit memiringkan kepalanya saat melihatku.

     Aku kembali gelagapan karena ketahuan sedang mengamatinya.

     "Ya. Ehm... mungkin." jawabku sambil mengalihkan pandangan ke si Boy.

     "Ternyata wajah Miss pasaran, ya?" tanggap Miss Karen sambil terkekeh sendiri.

     Aku tersenyum tipis menanggapi gurauannya. Nampaknya Miss Karen tidak merasa terganggu mengetahui sudah dua kali ini diam-diam aku amati.

     "Besok Miss ada jadwal masuk kelasmu lagi, Tar. Tadi saat Miss mengecek absen, ada dua orang temanmu yang belum masuk. Kalau nggak salah, namanya Belva dan Ezra. Kamu tahu mereka kemana?" celoteh Miss Karen sambil memandangku penuh tanda tanya.

     "Oh.... Si Belva dan Ezra baru masuk besok, Miss. Belva baru datang dari liburan sambil latihan baseball, Ezra baru selesai rekaman di Jakarta." jelasku.

     Dua sahabatku itu sejak liburan menghilang menekuni hobinya masing-masing. Belva berlatih baseball dan Ezra memutuskan untuk merekam suara indahnya di studio. Belva sebenarnya bisa jadi atlet baseball handal jika dia tidak terlalu pemarah dan bandel. Sedangkan Ezra anaknya lebih tenang dan kalem. Bakat musiknya sudah diasah sejak kecil. Saat pensi, penampilan Ezra dan bandnya adalah penampilan yang paling ditunggu. Terutama oleh cewek-cewek. Saat Ezra memainkan gitarnya lalu bernyanyi, suara jejeritan cewek-cewek selalu membahana. Suara Ezra memang bagus. Ekspresi wajahnya yang dingin tapi tampan luar biasa membuat cewek-cewek seperti kehilangan kendali harga diri mereka.

     "Ooo...", tanggap Miss Karen. "Cowok-cowok keren."

     "Ha?" ujarku spontan saat mendengar kalimat Miss Karen. Dia tahu dari mana bahwa Belva dan Ezra memang termasuk cowok populer di sekolah. Ketemu aja baru besok.

     "Cowok itu jadi keren kalau semangat mengejar impiannya." jelas Miss Karen membaca pertanyaanku yang terkandung dalam kata singkat, 'Ha' tadi.

     "I guess so." tanggapku dingin. Hatiku rasanya agak sakit mendengar penjelasannya. Aku merasa agak tersindir karena merasa selama ini hanya bisa jadi cowok penurut yang menuruti segala kemauan ayahnya dan terpaksa menyingkirkan semua impian yang dulu pernah ada dalam pikirannya.

     "Besok kamu kasih makan si Boy, ya? Miss besok ada rapat guru sampai menjelang maghrib. See you tomorrow, Akhtar." pamit Miss Karen sambil beranjak dari duduknya lalu melenggang ke arah gerbang tanpa mempedulikan wajah protesku. Lama-lama Miss Karen jadi mirip Faiz yang sering seenaknya sendiri.

     Kenapa jadi aku yang harus mengurus si Boy?

     Aku memandang si Boy yang kini menatapku lalu menghampiriku sambil menggosokkan badannya ke celana seragamku.

     Great. Sekarang nambah lagi masalahku.

     Aku beranjak ke arah gerbang keluar. Si Boy kembali menghilang ke semak-semak. Kemudian seseorang yang mengendarai motor melambai ke arahku. Itu pasti Miss Karen. Walaupun wajahnya tertutup oleh helm, aku mengenalinya dari sepatu kets merahnya. Wanita yang satu itu entah kenapa seperti mempunyai aura yang tidak bisa dibantah. Aku balas melambai ke arahnya dan saat menyadari kebodohanku itu, aku mengumpat diriku sendiri.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang