38. Akhtar (9 Tahun Lalu)

185 12 0
                                    

    Ini malam terakhir di desa. Para guru menggelar acara bakar jagung di halaman belakang rumah sewaan kami yang cukup luas. Aroma jagung terbakar yang segar dan gurih mulai mengudara. Ramai riuh canda tawa terdengar di seluruh halaman. Hawa dingin yang lumayan menusuk tidak menyurutkan semangat para guru untuk makan jagung bakar bersama.

     Setelah dua hari bersama guru-guru, aku sedikit banyak merubah pandanganku tentang mereka. Awalnya aku sama sekali tidak menganggap mereka penting. Hanya Miss Karen lah satu-satunya guru yang penting bagiku. Karena aku merasa Miss Karen guru yang bersungguh-sungguh melaksakan tugasnya dan peduli pada murid-muridnya. Aku merasa Miss Karen menganggapku dan teman-temanku itu penting dan spesial.

     Tapi dua hari ini, aku melihat sendiri kesungguhan guru-guru lain dalam bekerja saat bakti sosial sampai harus mengorbankan hari libur dan waktu berkumpul dengan keluarga. Kini aku perlahan menjadi respect pada mereka. Mungkin mereka punya caranya sendiri-sendiri dalam memperhatikan dan peduli pada murid-muridnya. Aku mulai bisa menerima jika mereka memberi nasehat dan aku bisa tertawa dengan lepas saat mereka mengatakan sebuah lelucon.

     Aku sedang tidak ingin ditemani oleh siapa pun. Aku masih berusaha berdamai dengan diri sendiri setelah kekalahanku dari Bang Raven tadi siang.

     Ezra, Belva, dan Faiz menghormati keinginanku untuk menyendiri. Mereka bertiga sengaja memberiku waktu untuk berpikir dan menenangkan diri. Kini mereka bertiga nampak sibuk membakar jagung bersama Farah yang membantu mengoleskan mentega.

      Aku memperhatikan Miss Karen dari balik tanaman perdu yang menutupi posisi dimana aku duduk saat ini. Seperti biasa, Miss Karen masih dengan gayanya yang cuek tapi riang. Kegesitan dan kelincahannya sama sekali tidak berkurang meski ia selalu memakai kerudung panjang dan rok panjang sehari-hari. Malam ini Miss Karen sepertinya sama sekali tidak terpengaruh dengan ketidakberadaan Bang Raven yang pulang ke rumah ibunya. Ia sedang semangat membakar jagung bersama guru-guru lain sambil sesekali bercanda. Rupanya Miss Karen mempunyai selera humor yang cukup tinggi. Beberapa kali guru-guru tertawa lepas karena lelucon yang Miss Karen ucapkan.

     Aku masih enggan mengobrol dengan Miss Karen. Bukan karena aku marah atau kesal padanya. Tapi karena aku masih malu dan kesal sekali setelah kalah main basket dari Bang Raven. Kekalahan itu sedikit banyak telah melukai harga diriku.

     Perhatianku teralih pada sebuah titik cahaya hijau kekuningan yang tiba-tiba lewat di depanku. Setelah aku amati, ternyata itu adalah seekor kunang-kunang. Aku menjadi tertarik untuk mengamati kunang-kunang yang terbang di sisi kananku itu. Warna hijau terangnya yang berpendar seperti membiusku untuk terus melihat ke arahnya. Ini baru pertama kalinya aku melihat kunang-kunang sedekat ini. Keberadaan kunang-kunang di suatu tempat adalah salah satu penanda bahwa lingkungan alam di tempat itu masih sangat baik. Ternyata mereka benar-benar makhluk mungil yang sangat indah. MasyaAllah.

     "Hei, kamu belum dapat jagung bakar, kan?"

     Suara itu sukses mengalihkan perhatianku dari si kunang-kunang. Miss Karen tiba-tiba datang menghampiriku. Ia celingukan mempertimbangkan dimana ia akan duduk. Kemudian dia memutuskan untuk duduk kira-kira tiga puluh senti dari tempatku duduk saat ini. Aroma white musk ciri khas dirinya samar-samar tercium oleh hidungku saat ia duduk. Di tangan kanan Miss Karen ada jagung bakar yang disodorkannya padaku. Sementara tangan kirinya juga sedang memegang jagung bakar. Mungkin jagung bakar itu untuk ia makan sendiri.

    Jantungku mulai bekerja lebih cepat. Aku merasakan ujung-ujung jari tanganku mulai dingin. Bukan karena dinginnya udara malam ini, tetapi karena aku selalu merasa gugup saat Miss Karen ada di dekatku. Awalnya aku berpikir akan mulai terbiasa jika aku sering ngobrol dengannya.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang