Seperti kata banyak orang, pernikahan tahun pertama dan kedua adalah masa-masa paling berat karena setiap pasangan harus menyesuaikan diri satu dengan yang lain. Hal itu juga terjadi padaku dan Akhtar. Latar belakang kami yang jauh berbeda, ditambah jarak usia kami yang terpaut lima tahun membuat kami benar-benar belajar keras untuk memahami satu dengan yang lain.
Kebiasaanku berhemat di beberapa hal ternyata kadang tidak bisa dipahami oleh Akhtar. Kebiasaan Akhtar membeli benda mahal juga sering kali membuatku tidak paham. Contoh saja saat membeli sepatu. Bagiku, sepatu tidak perlu mahal asalkan nyaman dipakai. Tapi tidak buat Akhtar. Ia memilih sepatu berdasarkan model, kenyamanan, dan keawetannya. Sehingga tentu saja pada akhirnya Akhtar selalu membeli sepatu dengan harga mahal.
"Aku bisa memakainya bertahun-tahun, Kei. Lagipula sepatu memang harus nyaman karena melindungi kaki kita. Ditambah modelnya yang bagus, tentu saja sepatu ini kalau dipikir-pikir harganya tidak terlalu mahal." jelas Akhtar menerangkan alasan mengapa ia selalu memilih sepatu yang mahal.
Selama menikah dengan Akhtar, aku juga menemukan kebiasaan-kebiasaan Akhtar yang unik. Mulai kegemarannya minta dibuatkan teh hangat tiap hari Minggu pagi, kedisiplinannya menjaga segala sesuatunya bersih dan rapi, kegemarannya menjaga asupan gizi dan olahraga supaya bugar, keengganannya pergi keluar rumah tanpa aku temani kecuali saat ke masjid dan ke kantor, selalu ketiduran saat nonton TV, dan sifat manjanya yang luar biasa saat ia sedang sakit.
Akhtar benar-benar seperti anak kecil saat sedang sakit. Ia seperti tidak sanggup melakukan hal yang sangat sederhana sekali pun, seperti menyelimuti dirinya sendiri. Ia juga menjadi semakin tidak rela ditinggal. Pernah suatu kali aku menggoda Akhtar dengan menawarinya membacakan dongeng agar dia bisa tidur saat ia sakit flu berat. Di luar dugaanku, ternyata Akhtar menyetujuinya! Bahkan ia akhirnya benar-benar tertidur sambil menggenggam tanganku yang sengaja ia taruh di pipinya yang panas karena demam. Yang membuat hal ini semakin unik, biasanya ia langsung membaik signifikan keesokan harinya.
Akhtar juga rasanya selalu ingin menemaniku saat aku pergi keluar rumah. Dia akan antusias bertanya jam berapa aku berangkat dan jam berapa aku berencana untuk pulang. Kemudian ia pasti akan bertanya, "Aku ikut, ya?"
Pernah suatu kali Akhtar sangat ingin menemaniku keluar rumah. Padahal sudah aku bilang bahwa hal itu tidak perlu.
"Kei, aku ikut ya?" pinta Akhtar sambil memandangku dengan sorot mata memohon.
"Nggak usah. Kamu nggak akan suka di sana." sahutku singkat sambil membetulkan jilbabku.
"Ayolah, Kei," rayu Akhtar seperti anak kecil yang minta dibelikan es krim oleh ibunya. "Aku nggak bakal bosen kalau ada kamu di sana."
"Iya. Aku tahu. Aku paham. Tapi masalahnya adalah..." sahutku tidak mau kalah sambil menatap wajah Akhtar.
"Apa masalahnya?" tanya Akhtar penasaran.
"Aku ini mau berangkat pertemuan ibu-ibu perumahan, Akhtar. Apa kamu mau jadi laki-laki sendiri di sana?"
Akhtar terkejut lalu tertawa geli. Dia menertawakan kekonyolannya. Aku juga tertawa bersamanya. Ini akan jadi pelajaran untuknya agar tidak selalu ingin ikut tanpa bertanya kemana aku pergi terlebih dahulu.
Akhtar juga ternyata sering berlebihan menanggapi sesuatu hal yang berpotensi membuatku tidak nyaman. Contohnya saat jariku tidak sengaja terkena minyak panas. Akhtar langsung panik dan hampir menelpon dokter keluarga untuk segera datang. Untung saja aku berhasil meyakinkannya bahwa aku sudah sering mengalaminya saat memasak dan hal itu sangat wajar terjadi. Saat aku sakit demam tinggi, dia langsung menawariku untuk periksa ke Singapura untuk sekalian medical check-up. Saking seringnya Akhtar bersikap berlebihan, aku sampai pernah protes padanya meski aku tahu Akhtar melakukan hal itu karena rasa cintanya. Aku tidak ingin jika suatu saat nanti kami punya anak, dia akan bersikap over protektif dan malah akan membuat anak kami manja serta tidak mandiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Karen dan Akhtar
Cerita PendekAku tak menyangka, ternyata kamu orangnya. Aku mencari apa yang membuatmu istimewa. Tapi aku pun tidak perlu melakukannya. Karena kamu istimewa sebegitu alaminya. Dalam pergulatan batin aku temukan bahwa ketika logika tak lagi bekerja, Allah akan tu...