28. Akhtar (9 Tahun Lalu)

180 14 0
                                    

     Aku mengagumi kesabaran Miss Karen menghadapi temannya yang terang-terangan mengejeknya. Mengingat Miss Karen bisa melakukan tendangan berputar taekwondo dengan sempurna, bisa saja Miss Karen memberi pelajaran pada siapa pun yang menghinanya. Tapi itu tidak dilakukannya.

     Karena merasa tidak terima Miss Karen diperlakukan tidak baik oleh teman lamanya saat di mall beberapa hari lalu, aku merencanakan sebuah skenario skak mat bersama dengan ketiga sahabatku dan Farah. Aku menugaskan Farah untuk mencari info dari Miss Karen tentang kapan dan dimana reuninya dilaksanakan. Lalu kami berlima survei lokasi untuk bisa menyusun strategi sempurna yang akan kami jalankan di hari H.

     Tempat reuni SMA Miss Karen ternyata adalah resto and lounge Signature. Berkat beberapa koneksi ayahku dan ayah Faiz, kami bisa bekerjasama dengan manajemen resto and lounge Signature untuk menjalankan misi kami. Di masa depan aku akan mengingat bahwa mempunyai koneksi dan jaringan yang luas ternyata sangat bermanfaat.

     Aku awalnya berencana berakting sebagai Alan, sepupu Belva yang baru datang dari luar negri. Tetapi begitu hari H, saat aku melihat calon suami teman Miss Karen, aku langsung berubah pikiran. Aku akan menjadi diriku sendiri saja. Hal itu karena aku mengenali motif dasi calon suami teman Miss Karen yang khas. Itu adalah dasi dengan motif yang aku desain khusus sesuai permintaan ayah sekitar 3 tahun lalu. Saat itu perusahaan ayah sedang memperingati 15 tahun berdirinya perusahaan. Ibuku masih hidup saat itu. Karena ingin semuanya spesial, ibu mempunyai ide agar ayah menyuruhku mendesainkan motif dasi yang akan dihadiahkan ayah pada para manager dan direktur di perusahaannya. Ayah tentu saja menyetujuinya.

     Desainku saat itu adalah mengambil siluet logo Berdikari Group yang aku samarkan menjadi motif berulang. Bentuk motifnya yang unik membuat ayah langsung menyukai desainku dan memproduksinya menjadi motif dasi untuk jajaran direksi dan level manager.

     Aku ikut sibuk bersama ibu untuk menyortir hampir sekitar tiga puluhan dasi yang baru selesai diproduksi. Dasi yang jahitannya kurang rapi akan kami sisihkan.

     Karenanya begitu melihat dasi itu dikenakan oleh calon suami teman Miss Karen, aku tahu bahwa aku harus menjadi diriku sendiri. Menjadi Akhtar, putra direktur utama Berdikari Group. Dengan kata lain, ayahku adalah boss level tertinggi dari calon suami teman Miss Karen. Aku bersyukur pada Allah karena kejutan positif ini.

     Belva yang duduk di dekat meja prasmanan mengawasi gerak-gerik Miss Karen. Tapi karena penampilannya yang menarik perhatian, beberapa wanita terus merubungi dan mengajaknya ngobrol sehingga di tempat Belva duduk terjadi sedikit keramaian. Belva kuatir Miss Karen akan datang mendekatinya karena penasaran. Tetapi untunglah pembawaan Miss Karen yang cuek tidak membuat ia mempedulikan keramaian di tempat Belva sedang mengawasinya.

     Sebenarnya nasibku tidak jauh berbeda dari Belva. Aku mengambil tempat duduk tepat di belakang posisi sofa Miss Karen agar tidak ketahuan duluan oleh Miss Karen. Tapi hampir saja misiku gagal karena beberapa wanita mulai duduk di sofa bersamaku dan mulai mengajakku ngobrol sehingga menjadi agak berisik. Untunglah Miss Karen sepertinya tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya duduk. Sehingga penyamaranku tidak terbongkar duluan.

    Begitu Belva melihat Miss Karen menuju meja prasmanan, dia langsung menuju sofa tempatku duduk untuk memulai misi bersamaku. Beberapa wanita cekikikan dan bisik-bisik antusias saat melihat Belva datang. Nampak sekali jika mereka tertarik pada penampilan Belva yang gagah dan atletis.

     Saat berusaha mendengarkan percakapan Miss Karen dengan temannya, beberapa kali aku harus menahan Belva agar tidak berdiri karena marah mendengar apa yang di katakan oleh teman Miss Karen.

     "Not yet, Bro. Calm down." ujarku tersenyum memberinya kode agar tetap tenang. "Semuanya yang sudah kita rencanakan dengan matang akan percuma kalau kamu mengamuk sekarang."

     Untunglah Belva menuruti kata-kataku dan kembali duduk lalu meminum air dingin dari gelasnya di meja untuk meredakan emosinya. Saat aku sudah mengijinkan Belva memulai misi, aku sempat kuatir Miss Karen akan bertanya apa yang sedang Belva lakukan di resto ini. Tapi ternyata kecerdasan Miss Karen membuatnya memahami situasi dengan cepat. Miss Karen langsung paham bahwa dia harus ikut memainkan perannya. Ia harus pura-pura tidak mengenal Belva agar rencana spektakuler ini berhasil. Dan Miss Karen berhasil melakukannya dengan sangat baik.

     Hampir saja aku lupa apa yang harus aku lakukan gara-gara melihat Miss Karen malam ini dari dekat. Warna ungu wine gaun panjangnya yang bermodel simpel membuat Miss Karen nampak sangat elegan dan berkelas. Kerudung panjangnya menghadirkan kesan anggun seperti ratu. Riasan tipis di wajahnya sukses membuat kecantikannya lebih terpancar. Aku sempat terdiam beberapa saat karena terpesona.

     Miss Karen ternyata sangat jago berakting. Berkat kerjasamanya, misi kami jadi lebih mudah. Puas rasanya melihat teman Miss Karen yang sedari tadi menghinanya akhirnya kalah telak dan pergi dari sofa tempat Miss Karen duduk bersama sahabatnya.

     Setelah itu, Miss Karen mempersilahkan aku dan Belva untuk duduk. Belva langsung duduk di sebelah Kak Ira. Maka aku mengambil kesempatan untuk duduk bersama Miss Karen. Bisa duduk berdampingan berdua saja dengan Miss Karen rasanya membuat darahku berdesir.

     Miss Karen memperkenalkan aku dan Belva pada sahabatnya dengan suara pelan agar penyamaranku dan Belva tidak terbongkar. Namanya Ira. Aku dan Belva memutuskan untuk memanggilnya dengan Kak Ira.

     Miss Karen bercerita bahwa Kak Ira adalah sahabat yang sering membantunya saat masih SMA. Termasuk membantu Miss Karen menghadapi teman Miss Karen yang tadi.

     "Terima kasih." ujarku pada Kak Ira setelah Miss Karen selesai bercerita tentang Kak Ira.

     Kak Ira melihat padaku dengan raut wajah yang nampak bingung, lalu bertanya, "Untuk apa?"

     "Sudah menjaga Miss Karen." jelasku sambil tersenyum pada Kak Ira.

     Kak Ira spontan tertawa. "Wah waaah... aku kok merasa jadi ibu mertua yang ngobrol sama calon menantunya, ya?"

     Kami berempat tertawa bersama. Miss Karen nampak tidak terpengaruh apa-apa meski berulang kali duduk berdampingan denganku berdua saja. Sebenarnya aku menganggap hal itu wajar karena mungkin bagi Miss Karen, aku hanyalah muridnya. Persis seperti yang ia katakan pada Kak Ira. Tapi sebenarnya aku berharap Miss Karen setidaknya menampakkan sikap yang lebih akrab. Seperti yang ia lakukan pada Ezra, misalnya. Ezra sangat beruntung Miss Karen pernah mengacak-acak rambutnya dengan gemas saat pensi. Aku merasa sangat iri pada Ezra saat itu. Ah... harusnya aku membiarkan saja Miss Karen mengobati luka di wajahku sore itu setelah berantem dengan anak-anak SMA Bina Siswa. Kini aku jadi menyesal mengapa dulu pernah bersikap tidak ramah pada Miss Karen. Gara-gara hal itu, mungkin sampai kini Miss Karen menganggap aku tidak terlalu nyaman jika terlalu diperhatikan olehnya.

     Lamunanku buyar ketika Kak Ira berkata bahwa sebaiknya aku dan Belva mengambil beberapa makanan dan minuman jika masih ingin mengobrol. Kak Ira beralasan tanpa makanan dan minuman untuk teman ngobrol, rasanya kurang asyik.

     Maka aku dan Belva beranjak dari duduk sekalian bersiap melaksakan misi terakhir. Aku memberi Belva kode untuk mengajak Miss Karen pergi bersama kami. Belva tersenyum karena memahami maksudku.

     "Miss, ikut kami, yuk! Ada yang ingin ketemu." ajak Belva pada Miss Karen.

     Miss Karen memandang Belva, lalu memandangku dengan raut wajah heran. Lalu ia melihat ke arah Kak Ira untuk minta ijin. Kak Ira dengan antusias mengijinkan Miss Karen ikut dengan kami. Tak lupa Kak Ira nitip beberapa potong buah-buahan saat kami kembali nanti.

     Miss Karen berjalan mendahului kami ke arah meja prasmanan dengan anggun. Kami jadi merasa sedang mengawal seorang ratu. Beberapa pemuda nampak melihat ke arah Miss Karen dengan binar mata tertarik. Aku langsung maju ke samping Miss Karen untuk menunjukkan bahwa Miss Karen tidak berjalan sendirian. Sebagai sesama laki-laki, aku yakin jika aku tidak melakukannya, para pemuda itu akan menghampiri Miss Karen. Dan aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.

      Saat sampai di meja prasmanan, aku mengambilkan piring kecil untuk Miss Karen agar ia bisa mengambil makanan yang ia suka. Miss Karen nampak riang dan santai memilih aneka kue yang tersaji di depannya. Sesekali ia bertanya padaku dan Belva apa yang ingin kami makan. Miss Karen pasti tidak menduga bahwa ada kejutan lain sedang menunggunya.

     Aku memeriksa jam tanganku. Sebentar lagi kejutan untuk Miss Karen akan kami mulai.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang