21. Karen (9 Tahun Lalu)

174 10 0
                                    

     Aku membaca lembar isian rencana masa depan milik Akhtar yang tadi pagi Akhtar serahkan padaku dengan wajah sumringah. Alhamdulillaah akhirnya Akhtar bisa merencanakan masa depan sesuai keinginannya. Dan yang lebih penting lagi, di lembaran itu terbubuh tanda tangan ayah Akhtar tanda menyetujui apa yang tertulis di situ.

     Aku tersenyum geli mengingat bagaimana cara Akhtar mengumpulkan lembaran itu padaku. Pertamanya dia mendekat ke mejaku lalu tersenyum sambil memandangku beberapa saat. Aku akhirnya balas tersenyum padanya lalu bertanya padanya apa keperluannya. Akhtar menjawabku dengan senyuman paling riang yang pernah aku lihat pada wajahnya, lalu mengucapkan "Terima kasih banyak, Miss."
Kemudian dia menyerahkan lembaran di tangannya dengan senyum yang manis sekali seperti anak-anak. Sepertinya Akhtar sangat bahagia telah menuliskan apa yang menjadi keinginannya.

     Aku segera memasukkan lembar isian rencana masa depan milik Akhtar ke map file merahku. Lalu aku mulai mengemasi alat tulisku di atas meja. Saat melakukannya, aku mendengar riuh rendah teriakan penuh semangat murid-muridku di luar kelas. Sepertinya lomba-lomba antar kelas untuk memeriahkan hari kemerdekaan sudah dimulai.

     Aku mempercepat gerakanku dalam mengemasi alat tulisku di atas meja. Setelah rapi dan menyimpannya ke dalam tas, aku langsung melangkah keluar kelas menuju lapangan basket. Di lapangan basket saat ini nampaknya sedang berlangsung pertandingan yang seru. Penonton pertandingan berjubel dan meluber.

     Aku mendekat ke arah kerumunan untuk melihat kelas mana yang bertanding. Begitu melihat siapa yang berlaga di lapangan, aku merasa maklum melihat kerumunan penonton. Pantas saja mereka sampai berkumpul sebanyak ini. Ternyata Belva dan Akhtar bersama 3 anak kelas 3 IPA 1 sedang bermain basket melawan kelas 3 IPS 1. Yang membuat suasana semakin heboh adalah komentator pertandingan yang tidak lelah mengomentari segala kejadian yang ada di lapangan dengan gaya bicaranya yang berapi-api dan kocak.

     "Yak, pemirsa! Sekali lagi pemuda bule yang tampan dari kelas 3 IPA 1 akan melakukan three points shoot daaaan... SKOR BERTAMBAH LAGI UNTUK 3 IPA 1!! Woi! AKHTAR! JANGAN BANYAK-BANYAK SKORNYA! KASIHAN KELASKU, WOI!!!"

     Ternyata Faiz yang flamboyan itu berbakat menjadi komentator pertandingan yang piawai serta sukses membuat teman-temannya tertawa terpingkal-pingkal karena terhibur dengan gayanya yang heboh. Kadang sampai hampir masuk ke lapangan pertandingan karena marah setiap kelas 3 IPA 1 berhasil mencetak skor. Faiz sangat bersemangat karena kelas 3 IPS 1 adalah kelasnya. Karena Faiz tidak begitu suka olahraga basket, ia memilih untuk jadi komentator pertandingan daripada menjadi pemain.

     "Time out untuk kelas 3 IPS 1. Yak di sisi kanan lapangan nampak center kelas 3 IPA 1, Belva, sedang mengelap lelehan keringatnya. Girls, dengarkan aku!  Kalau mau melihat six packs gratis, sekarang lah saatnya. LIVE! Langsung dari bangku para pemain kelas 3 IPA 1. BELVA! Hentikan! Nanti fans cewekku berkurang gara-gara melihat otot-ototmu. Oke, sementara itu di sebelah kiri lapangan tim kelas 3 IPS 1 sedang menyusun strategi untuk mengalahkan tim kelas 3 IPA 1 yang terlalu SADIS dan KEJAM tanpa belas kasihan mencetak skor. Kejamnya dirimu, 3 IPA 1! Skor sementara 4 - 21 untuk keunggulan 3 IPA 1!"

     Aku tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan Faiz mengomentari jalannya pertandingan. Apalagi cewek-cewek penggemar Faiz yang juga berkerumun di sekitar Faiz. Mereka tertawa serempak seperti ada yang mengomando.

     Faiz selalu menggunakan kalimat-kalimat hiperbola yang lebay sehingga para penonton merasa sangat terhibur. Terlebih lagi saat peluit tanda pertandingan berakhir, Faiz langsung menghujani Belva dan Akhtar dengan berbagai kalimat lebay karena kedua anak itu adalah dua top scorer dari 3 IPA 1.

     "Akhirnya, sodara! Kenyataan mengenaskan ini terhampar di depan mata! Peluit tanda pertandingan berakhir telah ditiup dengan semangat oleh wasit bagaikan meniup sangkakala. Maka, dengan hati jengkel saya mengucapkan SELAMAT untuk kelas 3 IPA 1 telah berhasil menang SADIS dari kelas 3 IPS 1 dengan skor 6 - 28! Kepada dua top scorer paling kejam nan jahat di dunia yang ada di kelas 3 IPA 1, Belva dan Akhtar, persahabatan kita CUKUP sampai di sini! Teganya dirimu teganya teganya TEGANYA! Jangan sekali-kali telpon aku minta ditraktir bakso, jangan berani muncul di kelasku mengharap kesediaanku menemani kalian ke kantin. Cukup sudah semua ini. CUKUP!!! Aku akan bilang Abahku kalau kalian nakal!"

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang