26. Akhtar (9 Tahun Lalu)

164 12 0
                                    

     Dengan hati berbunga-bunga, aku menunggu Miss Karen dan Farah di resto fast-food paling dekat dengan toko buku. Ezra, Belva, dan Faiz sudah duduk bersamaku. Kami semua sudah berhasil menemukan buku-buku yang judulnya sudah ditentukan oleh Miss Karen. Kini sesuai kesepakatan, kami berkumpul di titik temu yaitu resto fast-food yang letaknya persis di seberang toko buku. Kami juga sudah memesan makanan sesuai instruksi Miss Karen.

     Tak lama kemudian, aku melihat Farah datang menjinjing tas belanjaan berisi buku. Tidak ada Miss Karen di sampingnya.

     Farah duduk dengan gugup di kursi kosong yang kami sediakan. Dia nampak agak canggung duduk di antara kami. Faiz yang duduk di sampingnya langsung bertanya dimana Miss Karen.

     "Miss Karen nggak sama kamu, Far?" tanya Faiz.

     Farah menjawab dengan ekspresi aneh. "Miss Karen tadi ketemu teman lamanya. Jadi agak telat ke kasir."

     "Kenapa wajahmu begitu?" tanyaku pada Farah. Karena sepertinya Farah ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu.

      Farah melihat ke arahku dengan takut-takut lalu berkata, "Ta... tapi aku merasa mbak yang menor tadi bukan teman Miss Karen."

     "Maksudmu gimana?" tanyaku bingung. "Tadi katamu itu temannya?"

     "Iya sih... Tapi... menurutku jika memang teman, seharusnya mbak menor itu nggak bicara keterlaluan pada Miss Karen." jelas Farah dengan ekspresi cemas.

     "Bicara apa memangnya?" tanya Ezra yang kini mulai ikut penasaran.

     Farah lalu menceritakan apa yang didengarnya secara tidak sengaja saat dia sedang mencari buku yang diperintahkan. Matanya perlahan berkaca-kaca saat bercerita.

     Setelah Farah selesai bercerita, seketika itu Belva langsung bangkit dari duduknya dengan marah. Aku menahan tangannya agar dia tidak menyusul Miss Karen ke toko buku.

     "Bel, tetap duduk. Kita nggak ingin Miss Karen semakin nggak enak perasaannya karena kita bikin keributan di sini." tahanku.

    Belva menurut lalu duduk kembali dengan kesal.

     Faiz mengumpat pelan penuh marah. Baru kali ini aku melihat Faiz benar-benar marah besar. Matanya sampai memerah karena berusaha menahan marahnya.

     Aku melirik Ezra yang diam. Rahangnya mengeras tanda dia juga marah mendengar cerita Farah.
Sedangkan aku sendiri merasa sangat kesal dan tentu saja marah. Berani-beraninya teman Miss Karen berkata sebegitu penuh penghinaan pada Miss Karen.

     Melihat kami yang marah, Farah tiba-tiba menangis dalam diam karena merasa kasihan pada Miss Karen.

     "Kamu ingat wajah teman Miss Karen nggak, Far?" tanyaku ingin tahu.

     Farah mengangguk. Lalu menghapus air matanya dengan punggung tangannya. Lalu Farah menjelaskan. "Orangnya kurus... dan tinggi sekali. Mungkin sekitar... seratus tujuh puluh senti. Rambutnya ikal panjang sampai melewati pundak. Warna rambutnya dicat agak kecoklatan. Orangnya sebenarnya cantik, tapi mungkin dia kelihatan cantik karena make-upnya yang tebal dan menor. Kulitnya putih. Dan pakaiannya sangat trendi. Modis."

     Aku sepertinya bisa membayangkan seperti apa penampilan fisik teman Miss Karen. Setelah berpikir lama, diakhirnya aku merasa bahwa hal ini tidak bisa terus dibiarkan. Aku mencari cara bagaimana supaya Miss Karen tidak mendapatkan penghinaan lagi dari temannya itu.

     Setelah beberapa saat berpikir keras, aku tiba-tiba mempunyai sebuah ide spektakuler untuk membela harga diri Miss Karen. Aku segera mendiskusikannya dengan Belva, Faiz, Ezra, dan Farah.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang