19. Karen (9 Tahun Lalu)

190 12 0
                                    

Rumah besar bercat krem itu berdiri tegak penuh wibawa. Pilar-pilarnya yang besar menambah kesan aristrokrat pada bangunannya yang kokoh. Dua buah pot bunga besar di depan dua pilar perkasa pintu utama menghadirkan suasana anggun dan berkelas. Bunyi gemericik air mancur di tengah halaman sangat serasi berpadu dengan bunyi kicauan burung pipit di halaman rumah yang luas. Rumpun bunga melati di sepanjang air mancur mengantarkan aroma wanginya yang khas.

Setelah mencari di database sekolah, aku akhirnya berhasil menemukan alamat rumah Akhtar. Maka di sinilah aku sekarang. Berdiri di depan pintu rumah Akhtar yang megah.

Satpam rumah tadi mengantarkanku sampai ke depan pintu utama. Bapak berusia sekitar 50-an yang masih terlihat gagah itu lalu membunyikan bel sekali. Kemudian beliau pamit untuk kembali ke posnya di dekat pagar rumah yang tinggi berwarna tembaga.

Aku tersenyum pada diriku sendiri atas keberanianku datang menemui ayah Akhtar untuk membicarakan tentang lembar isian rencana masa depan Akhtar yang masih kosong. Aku merasa harus melakukannya karena ini adalah tugasku sebagai guru Personality dan sekaligus Bimbingan Karir untuk membimbing anak-anak kelas 3 menentukan masa depannya. Meski aku tidak tahu apakah kedatanganku ini akan menghasilkan keputusan win-win solution bagi semua pihak atau tidak, setidaknya aku sudah mencoba.

Pintu utama rumah terbuka. Akhtar muncul dari balik pintu dan langsung terdiam di tempatnya berdiri sambil menatap wajahku dengan raut wajah seperti sedang melihat hantu.

Baru kali ini aku melihatnya memakai baju bebas dan sedikit banyak aku akhirnya tahu alasan mengapa cewek-cewek di sekolah seperti hilang kendali harga diri padanya. Mata coklat terangnya terlihat sangat indah dan membius. Kulit bulenya nampak serasi sekali dengan kaos merah cerah yang dia padukan dengan celana jeans biru tua yang cutting-nya menambah kesan jenjang pada kedua kaki Akhtar. Seberkas sinar matahari jatuh di atas kepala Akhtar dan memperkuat warna rambut kecoklatan Akhtar menjadi agak sedikit pirang. Aku yakin pernah melihat sosok mirip Akhtar sebelumnya. Akhtar seperti anggota boyband KPop yang sedang digilai para cewek. Tapi siapa ya?

"Miss boleh masuk?" tanyaku sambil tersenyum ramah padanya.

Mendengar suaraku, Akhtar seperti tersadar dari mimpi. Dia segera membuka pintu lebar-lebar dan memiringkan posisi badannya tanda mempersilahkan aku masuk.

"Terima kasih." ujarku sambil melangkah ke dalam rumahnya yang luas. Berbagai perabotan mewah terpajang di dalam rumah ini. Guci-guci cina yang tingginya hampir setinggi badanku terpajang di beberapa sudut ruangan. Ada foto keluarga besar terpampang di ruang tamu bergaya victoria yang kumasuki. Dari foto itu aku akhirnya tahu dari siapa Akhtar mendapatkan kulit bule, rambut coklat tua dan mata coklat terangnya. Ibunya ternyata seorang wanita bule bermata coklat terang yang sangat cantik. Dalam foto itu ibunya berkerudung, tapi dari warna alisnya, sepertinya Akhtar mendapatkan warna rambut coklat tua dari ibunya. Dari foto itu juga aku mengetahui bahwa Akhtar adalah anak satu-satunya di keluarga ini.

"Assalamu'alaykum, Akhtar." ujarku akhirnya. Berusaha menyapa Akhtar yang sedari tadi belum berkata apa-apa.

Akhtar masih tidak memandang wajahku, tapi menjawab salamku dengan nada gugup. Mungkin dia kaget aku datang ke rumahnya hari ini. Padahal baru kemarin aku mengatakan padanya akan mencoba bicara pada ayahnya.

"Wa'alaykumussalam. Silahkan duduk, Miss." jawab Akhtar sambil duduk di salah satu sofa.

Setelah kami berdua duduk berhadapan dipisahkan sebuah meja penuh lekuk yang artistik, akhirnya Akhtar membuka suara lagi. "Ada perlu apa sampai datang ke rumahku, Miss?"

"Seperti yang Miss bilang kemarin sore. Miss ingin bicara dengan ayahmu. Apa beliau ada?"

Sekali lagi Akhtar melihatku seperti melihat hantu. Kemudian ia melihat ke arah samping seperti sedang berpikir keras. Ekspresi wajahnya cemas.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang