SIDE STORY : IRA

303 22 12
                                    

     "Ira, boleh aku duduk sama kamu?"

     Aku menoleh ke arah suara dan melongo melihat siapa yang barusan mengatakan kalimat tersebut.

     Karen.

     Cewek paling berandalan di sekolah ini tiba-tiba meminta ijin padaku untuk jadi teman sebangkuku yang posisi duduknya paling depan. Tentu saja aku sangat terkejut. Tapi aku melihat bahwa Karen sepertinya serius.

     Maka aku mengangguk sambil tersenyum padanya. "Oke. Silahkan."

     Karen tersenyum penuh terima kasih padaku, lalu langsung duduk tanpa banyak bicara lagi.

     Sejak hari itu, persahabatanku dengan Karen mulai terjalin. Di luar dugaanku, ternyata Karen sebenarnya anak yang sangat baik hati. Ia sangat setia kawan, suka membantu, dan jujur. Belum lagi aku dibuat melongo dengan kemampuannya memahami pelajaran dengan cepat. Karen dalam waktu singkat mampu mengejar ketertinggalannya dalam semua pelajaran. Nilai-nilainya naik drastis. Semua guru terheran-heran sekaligus memuji perubahan Karen.

     Bukan itu saja.

     Karen kini juga tidak pernah marah-marah dan berteriak lantang. Ia lebih sering tersenyum dan ternyata bisa bersikap ramah dan sopan. Memang ciri khas cueknya tetap ada, tapi ia tidak pernah berkata kasar lagi. Hal itu membuat teman-teman sekelas mulai berani menyapa dan mengajaknya bicara. Ada juga yang mulai berani mengajaknya makan bareng di kantin.

     Perubahan positif Karen ini ternyata membuat beberapa anak malah membencinya. Malika dan gank-nya seperti tidak pernah habis akal berusaha memancing kemarahan Karen. Awalnya Karen sempat terpancing emosi. Namun lama kelamaan, rupanya Karen menyadari bahwa menggubris Malika dan gank-nya adalah sikap yang tidak ada gunanya. Sehingga Karen akhirnya memilih untuk cuek dan tidak bereaksi apa-apa saat Malika dan gank-nya cari gara-gara.

     Karen sering bertanya padaku tentang masalah agama. Ia baru belajar istiqamah sholat lima waktu. Ia sering bertanya tentang aturan-aturan dalam agama yang ia belum mengetahuinya. Akhirnya aku pun sering mengajaknya datang ke kajian-kajian Islam. Lama kelamaan, Karen semakin tenang dan bijaksana. Puncaknya adalah ketika tiba-tiba di akhir-akhir kelas 3, Karen datang ke sekolah memakai jilbab. Semua orang terpana melihatnya. Tidak ada yang menyangka Karen akan memutuskan berhijab. Yang lebih mengherankan lagi, ia langsung mengenakan jilbab panjang yang syar'i. Ia juga mengenakan rok panjang yang membuatnya terkesan anggun. Mata cerdas Karen semakin terekspos sejak ia berhijab. Hal itu membuatnya terlihat sangat cantik.

     Karenanya aku tidak heran saat Raven, cowok paling populer di sekolah, tiba-tiba melakukan pendekatan pada Karen. Bahkan sejak sebelum Karen berhijab, Raven sudah mulai mencoba mendekati Karen. Meski Karen hanya menganggapnya sebagai teman.

     Aku dan Raven bergantian membantu Karen belajar setiap akhir minggu. Dan karena hal ini, Karen semakin pesat kemajuannya. Saat Raven menceritakan akan kuliah di Jerman, Karen dengan mata berbinar juga mengatakan bahwa sebenarnya sejak kecil ia juga bercita-cita ingin kuliah di Jerman.

     Sayangnya Karen tidak bisa kuliah di Jerman seperti yang ia rencanakan. Biayanya tidak murah. Dan karena saat kelas 1 dan 2 Karen masih berandalan dan tidak serius belajar, nilai-nilainya yang buruk membuat Karen tidak lolos persyaratan pengajuan beasiswa ke Jerman. Hal itu membuat Karen semakin terpacu untuk gila-gilaan belajar agar nanti saat melanjutkan kuliah strata 2, ia bisa lolos persyaratan mendapatkan beasiswa ke Jerman.

************************************

     Aku terheran-heran saat Karen berkata ingin jadi guru. Aku sama sekali tidak menyangka ia akan serius menjalaninya. Karena siapa pun tahu, ia dulu saat SMA kelas 1 dan 2 sangat bandel pada guru. Karen berkata ingin membantu murid-muridnya, terutama yang bandel seperti dia dulu, untuk meraih cita-citanya. Menurut Karen, anak-anak bandel ini butuh seseorang yang bisa menyadarkan mereka pada potensi yang mereka punya, agar mereka tidak terjebak dalam kebandelan mereka yang berpotensi mengubur kesempatan mereka untuk sukses meraih cita-cita.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang