Aku memeriksa pantulan diriku di cermin. Aku ingin hari ini penampilanku sempurna. Karena hari ini Raven akan membawaku menemui keluarganya untuk diperkenalkan.
Gamis maroon dan jilbab hitam panjang menjadi pilihanku kali ini. Aku terpaksa sedikit berdandan dengan membubuhkan sedikit lipstik berwarna pink nude yang sewarna dengan warna alami bibirku agar tidak terlihat pucat. Handbag hitam kecil yang modelnya sederhana menjadi pilihanku kali ini.
"This is it, Karen. You can do it!" gumamku menyemangati diri sendiri sambil melihat pantulan diriku di cermin.
Handphoneku bergetar tanda ada telepon yang masuk. Aku segera menyambarnya dan menekan tombol hijau.
"Halo Assalamu'alaykum."
"Wa'alaykumussalam, my love. Aku sudah di depan." ujar Raven dengan nada suara yang riang.
Setiap dia memanggilku dengan sebutan 'my love' rasanya aku masih bergidik. Mungkin karena aku belum terbiasa mendengarnya. Aku harus segera membiasakan diri untuk mendengarnya karena inshaAllah sebentar lagi aku akan mendengarnya berulang kali seumur hidupku.
Setelah memutuskan pembicaraan, aku menyambar handbag di atas kasur dan juga menjinjing flat shoesku yang sudah aku siapkan di depan pintu kamar lalu segera keluar dari homestay tempat aku menginap sementara sampai aku menemukan rumah kontrakan baru.
Mobil Honda Jazz putih Raven sudah ada di parkiran depan homestay. Raven nampak berdiri bersandar di pintu pengemudi. Melihatku datang, dia tersenyum riang lalu bergegas membukakan pintu mobilnya untukku.
"Bist du bereit?" (Are you ready?) tanya Raven saat kami berdua sudah masuk ke dalam mobil.
Aku mengangguk sambil tersenyum padanya. "InshaAllah."
***********************************
Rumah lama bergaya arsitektur kolonial dengan halaman yang luas dan asri mempesona mataku. Ini adalah rumah kediaman Eyang Putri Raven. Ayah, ibu, dan adik perempuan Raven juga tinggal di rumah besar ini. Pohon beringin besar yang sudah tua di halaman depan samping membuat cuaca panas hari ini tidak terasa karena daun-daunnya yang begitu rimbun. Beberapa pot bunga adenium berjajar rapi di depan teras rumah yang luas. Sebuah tiang bendera berada di tengah halaman. Di sekeliling tiang bendera ada pagar tanaman penitian yang daunnya dipotong dengan bentuk sangat rapi dan simetris. Di kanan kiri tiang bendera ada tanaman bonsai Casuarina equisetifolia alias cemara udang yang besar dan nampaknya sudah sangat tua. Rumpun bambu kuning hias berjajar di sepanjang tembok rumah bagian depan. Bunyi gemerisik daunnya menambah rasa nyaman dan asri.
Dengan jantung berdebar aku turun dari mobil Raven dan berjalan beriringan bersama Raven ke pintu depan. Seorang wanita paruh baya mengenakan jarik batik dan kebaya kutubaru sederhana berwarna coklat muncul tergopoh-gopoh dari pintu samping rumah.
"Monggo, ndoro. Silahkan masuk." ujarnya menyambut kedatanganku dan Raven. Mendengar ibu itu menyapa Raven dengan sebutan 'ndoro' membuat aku merasa sedang berada di keraton.
"Iya, Mbok," jawab Raven yang nampaknya sudah sangat terbiasa dipanggil dengan sebutan 'ndoro'. "Semuanya lagi di ruang tamu atau ruang tengah?"
"Sedang ada di ruang tengah, Ndoro." jawab ibu yang dipanggil Raven dengan sebutan 'Mbok' dengan takzim.
Aku tersenyum pada ibu itu yang anehnya seperti berjengit kaget melihatku tersenyum padanya. Beliau lalu buru-buru masuk ke dalam rumah melalui pintu samping lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karen dan Akhtar
Historia CortaAku tak menyangka, ternyata kamu orangnya. Aku mencari apa yang membuatmu istimewa. Tapi aku pun tidak perlu melakukannya. Karena kamu istimewa sebegitu alaminya. Dalam pergulatan batin aku temukan bahwa ketika logika tak lagi bekerja, Allah akan tu...