SIDE STORY : EZRA

216 23 7
                                    


     Hari ini tiba juga. Hari dimana aku harus masuk sekolah setelah hampir dua minggu proses rekaman di Jakarta. Hari dimana kupingku bakalan pekak karena teriakan cewek-cewek yang entah mengapa selalu histeris melihatku lewat.

     Aku bosan menghadapi hal itu selama dua tahun. Sejak aku kelas 1 sampai kelas 2 SMA, rasanya bosan menanggapi permintaan foto bareng dari teman-teman cewek setiap aku selesai manggung. Belum lagi cewek-cewek yang diam-diam memotretku dengan ponselnya.

     Apa mereka nggak ada kerjaan lain? Pikirku.

     Aku menyapa Akhtar dan Belva yang sedang bercanda di dekat gerbang masuk. Semalam Faiz menelponku untuk bercerita tentang seorang guru baru yang membuatnya jatuh hati. Aku ingin menanyakan hal itu pada Akhtar.

     Tapi kemudian aku mengurungkan niatku karena sang guru yang dibicarakan tiba-tiba menghampiri kami. Well... lebih tepatnya menghampiri Akhtar. Karena dia sama sekali tidak menganggap kehadiranku dan Belva.

     Dia melangkah santai menuju ke arah kami. Ujung jilbab hitamnya tertiup angin. Begitu juga roknya yang melambai anggun karena ayunan langkahnya. Tingginya standar saja. Badannya tidak gemuk dan juga tidak kurus. Wajahnya menarik. Aku terpesona pada matanya yang berkilat cerdas. Matanya yang indah itu telah membuatku terinspirasi untuk membuat sebuah lagu. Nada-nadanya seperti sudah terdengar di telingaku.

     Luar biasanya lagi, dia seperti tidak menaruh minat padaku. Padahal biasanya para cewek selalu heboh. Dia hanya fokus berbicara pada Akhtar. Cara bicaranya yang lugas dan tidak bertele-tele serta nadanya yang tegas tanpa basa-basi membuat aku terpana. Selama ini, cewek-cewek di sekitarku pada jejeritan histeris, nada bicara diseret-seret manja, dan melirik genit.

       Tapi guru ini tidak.

      Bahkan dia tidak sekali pun melihat ke arahku. Dia fokus dengan pembicaraannya dengan Akhtar.

     Akhtar juga demikian. Baru kali ini aku melihat Akhtar bicara dengan perhatian penuh pada seorang guru. Biasanya Akhtar akan acuh tak acuh dan sering kali juga terkesan tidak peduli. Tapi kali ini Akhtar nampak fokus memperhatikan guru baru itu.

     Setelah guru baru itu pergi, aku mengatakan pada Akhtar bahwa tidak mengherankan jika Faiz sampai jatuh hati pada sosok guru itu, Miss Karen. Bagiku pribadi, Miss Karen memang sangat menarik karena pembawaannya yang unik. Sejak hari itu aku menganggapnya istimewa. Karena dia satu-satunya wanita yang menginspirasiku membuat lagu selain ibuku.

************************************

     Seperti kata Faiz, guru baru ini memang istimewa. Karena aku sangat terpikat pada mata indahnya, aku jadi menantikan pelajarannya. Aku jadi ingin berbicara banyak dengannya. Aku ingin tahu orang seperti apa dia. Apa hobinya, apa makanan kesukaannya, minuman favoritnya, tempat yang dia suka, dan lain sebagainya. Entah mengapa aku jadi penasaran setengah mati pada dirinya.

     Aku tidak bisa melupakan aksinya membela kami saat berkelahi dengan anak-anak SMA Bina Siswa. Tendangan berputar taekwondonya sangat kuat sampai bisa mematahkan tongkat baseball kayu. Aku sampai melongo karenanya. Lagi-lagi, gerakan tendangan berputarnya menginspirasiku untuk membuat lagu.

     Setelah anak-anak SMA Bina Siswa lari terbirit-birit karena mengetahui bahwa yang datang adalah guru kami, Miss Karen segera membeli obat dan snack untuk kami. Miss Karen ternyata berusaha membuat kami benar-benar merasa aman dan terlindungi. Ia juga membuat kami percaya bahwa masih ada guru yang benar-benar peduli pada murid-muridnya, meski mereka adalah murid-murid yang bandel sekali pun.

     Melihat Miss Karen membawa obat luka di tangannya, Faiz seperti biasa sigap sekali mengajukan diri sebagai yang pertama ingin diobati. Aku langsung beranjak lalu mengambil obat luka dari tangan Miss Karen untuk mencegah anak bandel itu mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku tahu persis Faiz nge-fans berat pada Miss Karen. Otak playboy-nya itu pasti berpikir ingin berdekatan dengan Miss Karen sesering mungkin. Maka aku memberinya pelajaran dengan mengobati lukanya dengan kasar. Faiz menjerit dan mengomel. Tapi itu malah menjadi hiburan bagi kami. Bahkan Miss Karen sampai tertawa karenanya. Dan aku tidak bisa melupakan tawa itu.

Karen dan AkhtarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang